Palembang (ANTARA) – Pemerintah Kota Palembang segera memperbarui rute angkutan umum yang menjadi moda transportasi pengumpan (feeder) untuk mendorong minat masyarakat beralih ke moda transportasi massal.
Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan, pemkot menargetkan rute baru angkutan umum yang bisa terhubung ke moda transportasi massal itu diharapkan sudah berlaku pada Februari 2022.
“Ini bertujuan agar masyarakat semakin terlayani sehingga ada perubahan budaya dari penggunaan kendaraan pribadi dan berbasis online ke moda transportasi massal,” kata Harnojoyo setelah mengikuti rapat dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Gubernur Sumsel Herman Deru terkait layanan transportasi terintegrasi.
Ia mengakui saat ini tingkat keterisian penggunaan moda transportasi massal di Palembang masih belum memuaskan, seperti Bus Trans Musi hanya 6,9 persen dari kapasitasnya (selama pandemi).
Ke depan pemkot akan melakukan beragam upaya selain perbaruan rute juga akan menambah feeder (moda pengumpan). Kemudian, pengintegrasikan seluruh moda transportasi dari mulai mobil angkutan umum, Light Rail Transit, Bus, Bus Air hingga moda transportasi berbasis online.
Dengan begitu, diharapkan tingkat keterisian moda transportasi massal yang tersedia di Palembang bisa mencapai 60 persen.
“Rute bus yang mulai dilayani oleh Bus Rapid Transit (BRT) maupun feeder service dari 8 rute akan dikolaborasikan menjadi 5 rute. Mudah-mudahan, awal Februari ini rute baru yang terhubung ke LRT sudah terlaksana,” kata Harnojoyo.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Prof Erika Buchari menilai perlu adanya integrasi antarmoda untuk mendorong masyarakat menggunakan moda transportasi massal seperti BRT dan LRT.
Selama ini ia mendapati terdapat berberapa koridor LRT tidak terhubung langsung dengan moda pengumpan (feeder). Pengguna harus berjalan kaki relatif jauh untuk mendapatkan kendaraan umum lainnya.
Selain itu, perlu juga dibuat terobosan dan inovasi untuk menarik minat masyarakat, seperti promo potongan biaya hingga tiket gratis di koridor tertentu.
“Saya lihat masih banyak yang perlu dibenahi. Ini harus cepat, jika tidak maka akan turun terus dan semakin banyak yang menggunakan kendaraan pribadi,” kata dia.
Sementara itu, berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan yang dipaparkan dapat rapat tersebut diketahui bahwa jumlah penumpang LRT sejak tahun 2018 hingga 2021 mengalami pergerakan yang cukup signifikan.
Pada 2018, sebanyak 927.432 orang, kemudian melonjak menjadi 2,6 juta (sebelum pandemi) pada 2019, lalu pada tahun 2020 anjlok menjadi 1,1 juta orang, dan pada 2021 naik sedikit menjadi 1,5 juta orang.
Terjadinya penurunan signifikan penggunaan LRT itu, khususnya saat penerapan cashless (pembayaran nontunai) di Stasiun Ampera.
Untuk itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta pemerintah setempat membuat beberapa kebijakan diantaranya memberikan harga terjangkau dan membaiki rute moda pengumpan (feeder). Selain itu, pemkot juga diharapkan dapat memberikan alternatif pembayaran bagi masyarkaat.
“Jika ini sudah dibuat, dipastikan jalan,” kata Budi.