Untuk menurunkan harga BBM di Papua, Jokowi memerintahkan PT Pertamina membeli pesawat pengangkut BBM dan menambah Agen Penyalur Minyak dan Solar atau AMPS di tingkat kabupaten. Harga premium dan solar di tingkat AMPS di Papua dipatok sama dengan harga di Jawa.
Kita apresiasi kebijakan pemerintah tersebut. Kita juga apresiasi langkah Pertamina memangkas jalur dan mata rantai distribusi BBM yang selama ini membuat harganya berlipat-lipat. Tetapi masalahnya, di Papua banyak mafia distribusi BBM yang sudah bermain puluhan tahun menangguk untung dari penjualan BBM dengan harga selangit.
Kita ingat nama Labora Sitorus, anggota Polisi yang jadi tersangka penimbunan satu juta liter BBM. Selama bertahun-tahun Labora mengumpulkan triliunan rupiah dana dari praktik mafia BBM. Ia tidak bermain sendiri, tapi juga melibatkan banyak tokoh penting bahkan termasuk aparat aparat keamanan. Labora juga bukan satu-satunya mafia BBM di Papua.
Selama para pemain penjual BBM ini tidak diberantas, harga jual BBM sampai ke tangan konsumen di pelosok Papua akan tetap tinggi. BBM dan listrik memang penting bagi rakyat Papua, tapi itu bukan satu-satunya dan bukan yang paling penting. Sama halnya masalah di Papua tidak akan selesai hanya dengan status otonomi khusus. Yang lebih utama adalah perlakuan yang adil dan manusiawi terhadap warga Papua sebagai warga sah pemilik negeri ini. Jika itu diabaikan, keinginan untuk merdeka atau referendum akan tetap muncul dan meninggi.