Uji materi ini diajukan oleh Ketua Umum Partai Islam, Damai, Aman (Idaman) Rhoma Irama.
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam amar putusannya, Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, mengatakan permohonan pemohon dalam uji materi Pasal 222 Undang- Undang Pemilu tidak beralasan menurut hukum.
“Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Arief saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (11/1). Meski demikian, dua hakim MK mengajukan disssenting opinion atau perbedaan pendapat terkait putusan MK terhadap uji materi Pasal 222 itu, yakni Saldi Isra dan Suhartoyo. Keduanya berpendapat aturan presidential threshold bertentangan dengan UUD 1945.
Presidential threshold dinilai tak relevan dengan desain Pemilu 2019, yakni pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak. Uji materi diajukan oleh Ketua Umum Partai Islam, Damai, Aman (Idaman), Rhoma Irama. Partai ini mengajukan uji materi untuk Pasal 173 Ayat 1 dan 3 soal verifikasi partai politik, dan Pasal 222 soal presidential threshold.
Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Beleid ini mengatur partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.
Partai Idaman menilai pasal tersebut sudah kedaluwarsa karena menggunakan hasil Pemilu 2014 sebagai ambang batas pemilihan presiden pada 2019 yang dilakukan serentak. Konsekuensi dari putusan MK tentang presidential threshold itu maka partai politik harus berkoalisi untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019.
Tidak ada parpol yang bisa sendirian mengusung pasangan calon karena tidak ada satu pun partai politik yang meraih 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam Pemilu 2014.
Dikabulkan MK
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi dalam Pasal 173 Ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. “Mengabulkan permohonan untuk sebagian,” kata Arief Hidayat. Pasal 173 Ayat (1) berbunyi, “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verilikasi oleh KPU”. Sementara, Pasal 173 Ayat (3) berbunyi,
“Partai politik yang telah lulus verilikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu”. Awalnya, dengan ketentuan dua pasal ini, maka partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2014 tidak diverifikasi ulang dan langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019.
Namun, dengan putusan MK ini, maka parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 tetap harus ikut verifikasi faktual untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2019. Dalam pertimbangannya, MK menilai tidak adil apabila parpol peserta Pemilu 2014 tak harus melalui verifikasi faktual. Sebab, terjadi perubahan jumlah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dari tahun 2014 lalu hingga saat ini.
Di tempat terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan segera mempersiapkan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan.
ags/mza/rag/P-4