Bandung, BP
Terpidana kasus suap Pilkada Palembang, Romi Herton, secara resmi dipindahkan dari Lapas Sukamiskin, Bandung, ke Lapas Gunungsindur, Bogor, Kamis (9/2). Mantan Walikota Palembang itu dipindah karena terbukti melakukan pelanggaran dengan pelesiran di luar lapas.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Molyanto mengatakan, Romi telah dipindahkan pada Kamis sore. “Sore tadi, Romi Herton (dipindahkan) ke Lapas Gunung Sindur,” kata Molyanto saat ditemui di Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung, Kamis malam.
Romi Herton dipindahkan dari Lapas Sukamiskin menuju Lapas Gunungsindur sekitar pukul 17.10. Romi dibawa menggunakan mobil bernomor polisi D 1579 VZ dengan pengawalan polisi.
Molyanto mengatakan, dari hasil investigasi tim 7 bentukan Inspektorat Jenderal Kemenkum HAM, Romi mendapat izin keluar sebanyak dua kali. Romi keluar lapas pada 28-29 November 2016 dengan izin menjenguk anak kandungnya yang tengah sakit di Palembang.
“(Romi) diizinkan dua hari, namun di sini terjadi penyimpangan karena dalam izin Kalapas itu sudah dinyatakan dengan tegas, apabila bermalam harus di lapas terdekat, yakni di Lapas kelas I Palembang, tapi tidak dilaksanakan. Ini juga kesalahan pengawalan dan ketidakpatuhan Romi Herton,” kata dia.
Pada 15 Desember 2016, Romi izin berobat di Rumah Sakit Hermina Bandung. Romi keluar pada pukul 07.45 dan baru kembali ke lapas pada pukul 20.30. Ia diduga singgah di rumah yang ia sewa di kawasan Perumnas Antapani, Bandung.
“Ini ada pergeseran waktu. Ada kelalaian dari petugas kami di mana tidak kembali tepat waktu dan pengawalan tidak melekat. Dari hasil kelalaian ini, kita sedang merumuskan sanksi hukuman apa yang tepat sesuai kesalahannya,” kata dia. Sebelumnya napi Anggoro Widjojo lebih dulu dipindahkan dari Lapas Sukamiskin ke Lapas Gunungsindur. Anggoro dipindahkan karena melakukan indisipliner serupa dengan Romi Herton. Pemindahan ini merupakan tahap awal sebelum dijatuhi sanksi lainnya.
Sebelumnya, mantan Walikota Palembang Romi Herton dibawa keluar Lapas Sukamiskin dengan menggunakan mobil. Mobil dikawal ketat polisi.
Sebelumnya terlihat mobil masuk ke dalam lapas. Saat berada di dalam lapas, terlihat dua orang personel gegana keluar dari mobil Innova berwana hitam nopol D 1579 VZ.
Mobil itu berada di dalam lapas selama 30 menit. Sekitar pukul 17.10, gerbang utama lapas terbuka. Mobil itu keluar dengan kondisi kaca tertutup dan gelap. Terlihat samar-samar beberapa orang di dalam mobil.
“Barusan mobil yang keluar itu bawa napi Romi Herton. Katanya dipindahkan ke Lapas Gunungsindur,” ungkap narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Romi Herton dihukum 7 tahun penjara oleh majelis hakim karena terbukti menyuap Ketua MK Akil Mochtar untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pilkada Kota Palembang.
Dia merupakan salah satu napi korupsi yang disebut-sebut mampir ke sebuah rumah istri mudanya di Jalan Kuningan Raya Nomor 101, Perumnas Antapani, Kelurahan Antapani Tengah, Bandung.
Modus Izin Sakit
Kasus ini mencuat menyusul hasil investigasi Majalah Tempo, di mana terungkap narapidana kasus korupsi yang seharusnya mendekam dalam penjara Sukamiskin, Bandung, ternyata berkeliaran dan bahkan asyik pelesiran.
Penelusuran Tempo selama empat bulan menunjukkan bahwa para napi tersebut memanfaatkan izin berobat ke luar lapas. Lalu mereka pergi ke apartemen atau rumah kontrakan di kawasan Bandung tanpa pengawalan.
Di antaranya, koruptor yang bebas keluar masuk penjara itu adalah Romi Herton, Rachmat Yasin, dan Anggoro Widjojo.
Tempo memergoki bekas Walikota Palembang Romi Herton ke rumah di Jalan Kuningan Raya Nomor 101, Kelurahan Antapani Tengah, sekitar 4,5 kilometer dari Sukamiskin, pada 29 Desember 2016. Di situ tinggal istri muda Romi, Liza Sako.
Tempo sendiri memergoki Romi Herton sejak ia berada di Rumah Sakit Santosa, Bandung, pada siangnya.
Ia datang seorang diri untuk membesuk istrinya, Masyito, yang dirawat di kamar 830. Masyito juga mendekam di Lapas Wanita Sukamiskin karena kasus serupa.
Sore harinya, Tempo terus membuntuti Romi meninggalkan Santosa dengan mobil tersebut menuju Rumah Sakit Hermina Arcamanik, Bandung.
Menjelang senja, ia ke rumah Jalan Kuningan Raya 101. Pengontrak rumah ini adalah Liza Meliani Sako, istri muda Romi. Rumah itu dikontrak sejak 2015.
Ketua Rukun Warga 21 Antapani Tengah, Jaya Zakaria, membenarkan hal itu. “Ibu Liza yang mengontrak rumah itu,” kata Jaya.
Senada dikatakan Asisten rumah tangga bernama Ayu. Dia membenarkan bahwa terpidana kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar tersebut kerap ke situ.
Keberadaan Romi di luar bui ini melanggar Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
Selain itu, kegiatan Romi membesuk Masyito di rumah sakit diduga kuat hanya akal-akalan agar bisa pelesiran ke rumah Antapani Tengah.
Romi yang mendekam di Sukamiskin sejak Juli 2015 itu ditengarai telah berkali-kali ke Antapani.
Empat mantan narapidana Sukamiskin mengatakan, pelesiran penghuni Lapas Sukamiskin ke luar penjara sudah menjadi kebiasaan.
“Satu alasan yang sering dimanfaatkan adalah izin menjenguk keluarga yang sakit,” kata seorang narapidana.
Kepada Tempo, narapidana itu juga mengakui pernah pelesiran pada akhir tahun lalu. Ia menegaskan pengurusan izin pelesir itu tidak gratis. Sekali keluar, napi akan membayar Rp 5–10 juta. Uang itu diberikan kepada pemuka napi, lalu sampai ke sipir dan pejabat lapas.
Tempo juga menyaksikan narapidana kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan, Anggoro Widjojo, 4 kali berkunjung ke Apartemen Gateway, sekitar 3,5 kilometer dari Sukamiskin.
Pada 29 Desember 2016 malam, Anggoro baru kembali ke Sukamiskin naik mobil pribadi yang dikemudikan seorang perempuan.
Keluarnya Anggoro terekam dalam video dan foto. Melalui surat, Anggoro membantah jika disebut pergi ke Gateway. “Saya berobat karena sakit,” kata Anggoro.
Tak hanya Romi dan Anggoro, bekas Bupati Bogor Rachmat Yasin, yang tersangkut kasus suap tukar-menukar lahan, juga tepergok ke rumah kontrakan di Kompleks Panorama Alam Parahyangan pada akhir Desember lalu. Rachmat enggan berkomentar. “Saya tidak bisa menjelaskan, kecuali ada izin dari Kepala LP,” kata Rachmat.
Sejumlah narapidana dan mantan napi yang ditemui Tempo membenarkan bahwa izin berobat ke luar lapas kerap dimanfaatkan untuk pelesiran.#edo