in

Pemda-Media Jaga Stabilitas Inflasi

Dua tahun terakhir, rata-rata angka inflasi nasional berada pada kisaran 3 persen. Pergerakan arah inflasi yang cenderung normal itu, mengindikasikan kondisi perekonomian nasional sudah dikategorikan stabil. Bank Indonesia sebagai bank sentral yang berperan penting dalam memelihara kestabilan inflasi dan nilai tukar rupiah, optimis target pertumbuhan ekonomi 6 persen dalam beberapa tahun ke depan dapat diraih. Asalkan, seluruh daerah dan pihak-pihak terkait bersinergi sehingga tidak terjadi gejolak ekonomi.

”Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat mewujudkan kesejahterahan rakyat. Jika inflasi rendah, maka akan berdampak terhadap peningkatan jual beli dan investasi. Manifestasinya, mengarah kepada stabilitas ekonomi nasional,” ujar Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Yoga Affandi, dalam Diskusi tentang Pengendalian Inflasi Daerah demi Kesejahteraan Masyarakat di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, kemarin (20/11).

Berkaca pada beberapa krisis moneter 1966, inflasi bahkan mencapai 635 persen. Saat itu, tingginya pembiayaan politik sehingga berdampak terhadap pada defisit APBN. Bahkan, pada krisis moneter tahun 1998, dampak inflasi ini malahan merambat menjadi krisis multidimensi. ”Seluruh indikator-indikator yang berdampak terhadap peningkatan inflasi seperti harga pangan, dan stabilitas politik mesti di jaga agar krisis moneter di masa silam tidak terjadi kembali,” jelasnya yang dalam acara tersebut turut dihadiri 580 wartawan dari seluruh provinsi se-Indonesia.  

Di samping itu, pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, mesti bersinergi dalam menjaga kestabilan inflasi. Tidak hanya di level struktural maupun pada tataran pelaku UMKM serta pada masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. ”Di masing-masing daerah itu ada yang namanya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Untuk memaksimalkan peran dari TPID ini, maka kepala daerah harus senantiasa koordinasi dengan OPD terkait. Terutama menyangkut harga pangan,” ungkapnya. Dalam diskusi kali ini turut dihadiri Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Bank Indonesia, Iskandar Simorangkir, Ekonom dari Samuel Sekuritas, Lana Soelistyoningsih, dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Ekonom dari Samuel Sekuritas Lana Soelistyoningsih menyebutkan TPID yang ada di masing-masing daerah mesti melakukan koordinasi dengan perwakilan BI yang ada di masing-masing provinsi. Contoh sukses kinerja dari TPID telah dicontohkan Jawa Tengah. Di provinsi tersebut, dibuat suatu software yang memungkinkan Gubernur, Bupati/Wali Kota dapat mengetahui secara cepat kondisi harga-harga pangan yang bisa mempengaruhi terjadinya inflasi.

”Pemerintah daerah tidak bisa mengandalkan Bantuan Sosial (Bansos) sebagai magnet untuk menarik peningkatan jual beli. Karena bansos ini sifatnya temprorer. Namun, perkembangan harga pangan serta aktivitas UMKM mesti diperhatikan agar lajur inflasi tetap berada di tren positif. Nah, dengan adanya sistem software yang terintegrasi seperti yang ada di Jateng itu, seluruh aktivitas ekonomi dapat diketahui secara cepat dan jika terjadi gejolak, langsung dicarikan solusinya,” jelasnya.

Hal yang tidak kalah penting, katanya, peran media dalam menyampaikan informasi yang berhubungan dengan ekonomi vital dalam mempengaruhi gejolak ekonomi di daerah. Jika informasi yang disampaikan tidak berimbang dan bahkan provokatif, akan membuat daya beli menjadi tidak stabil. 

Seperti terlihat pada pemberitaan kelangkaan gas 3 kg beberapa waktu yang lalu. Karena adanya pemberitaan yang tidak benar, maka masyarakat berduyun-duyun membeli gas 3 kg tersebut. Bahkan, ada yang menimbunnya. “Kami mengharapkan media memberitakan informasi yang berimbang dan apa adanya. Karena setiap pemberitaan itu, juga menjadi bahan masukan dan kritikan bagi pemerintah, “ pungkasnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Guru Honorer Susah jadi PNS

Jangan Takut Berperkara di BPSK