PADANG, METRO
Pemilu “Badunsanak”, itulah slogan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Barat dalam menatap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 mendatang. Ya, slogan tersebut diusung oleh KPU Sumbar saat launching, (12/1) lalu di Kawasan Gor H Agus Salim Padang yang turut dihadiri oleh para pejabat daerah provinsi Sumbar serta pejabat nasional.
Kini, slogan Pemilu Badunsanak tersebut menjadi rancu ketika ada satu polemik yang terjadi antara Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) yang akan bertarung pada Pilgub Sumbar. Melihat fakta yang ada, satu persatu bakal calon yang akan maju Pilgub Sumbar terjerat kasus, seakan jauh dari slogan Pilkada “Badunsanak”.
Artian Pemilu Badunsanak disini menurut salah seorang pengamat politik Sumbar, Muhammad Taufik yang juga sekaligus Dosen di Universitas Islam Negeri Padang kurang tepat apabila dilihat dari kultural Minangkabau dan melihat apa yang saat ini terjadi menjelang Pilkada Sumbar.
“Secara filosofis slogan pemilu badunsanak ini kurang tepat apabila dilihat dari filosofis minangkabau, kenapa? karena satu demokrasi yang diusung saat sekarang ini bersifat individualis sementara pemilu badunsanak itu konteksnya kolegial,” ujarnya.
Taufik menjelaskan, definisi Pemilu Badunsanak itu harus jelas maknanya dan penerapannya. Jika penerapannya mengacu kepada badunsanak, tentunya tidak akan ada persoalan yang sampai ke jalur hukum, karena bisa diselesaikan dengan secara kekeluargaan.
“Bagaimana makna badunsanak itu, apa memaafkan ketika ada kesalahan, atau mengamini saja ketika ada kecurangan atau ketika ada persoalan diselesaikan secara hukum, tapi kalau badunsanak tentu tidak sampai ke jalur hukum, seharusnya diselesaikan secara niniak mamak,” jelasnya.
Namun, pada kenyataannya, menutur Taufik, Bapaslon yang tengah mengambang di ranah Pilgub Sumbar kini membangun individualis. “Jadi jika Bapaslon tersebut kontruksinya dalam pemilu ini tidak ada makna dari Pemilu Badunsanak, ya itu tidak masuk dalam kontestansi pemilu,” ujar Taufik.
Taufik mengatakan, KPU Sumbar sendiri tidak bisa menclearkan apa itu Pemilu Badunsanak, apa yang dimaksud Pemilu Badunsanak.
“Kalau semangat yang diusung dari KPU ada transparansi, akuntablitas, terbuka dan bertanggung jawab ya udah itu saja jadi slogan, tidak usah bawa kata badunsanak. Kalau badunsanak definisi apa yang digunakan KPU ketika ada masalah berdamai saja, kenapa harus dilibatkan aspek-aspek kultural dan itu bagi saya jadi rancu,” sambungnya.
Taufik mengakui, dirinya sempat mengkiritik konsep Pemilu Badunsanak ini seperti apa, namun definisi nya tidak bermuara.
“Jadi kalau badunsanak dimaknai menerima saja, ya sudah terima-terima saja,” katanya.
Sementara itu, Ketua Bundo Kanduang Sumatera Barat, Raudhah Thayib juga turut bersuara terkait makna Pemilu Badunsanak tersebut. Ia mengatakan pemilu itu harusnya tidak keluar dari ahklak etika dan moral, tidak saling menghina dan menjatuhkan.
“Emosi jika tidak terjaga oleh para pendukung, akan kacau, dan setiap orang itu punya kelebihan dan kekurangan, jika yang terjadi ahkir-ahkir ini letak kata badunsanaknya dimana? Kalau badunsanak itu, walaupun calon yang bukan pilihan kita yang baiknya tetap ditonjolkan, jangan keburukannya diungkap, itu tidak badunsanak namanya, jadi siapapun calon nantinya. saling tonjolkan kebaikan biar masyarakat yang menilai, itu hal baik juga di agama,” jelasnya.
Bundo sapaan akrabnya, juga mengatakan jangan melihat kejelakan orang saja. “Orang tua kita saja belum tentu baik, pasti ada jelek dimata orang dalam agama diajarkan tinggikanlah kebaikan saudara mu. Kalau memang ada. dialog bersama-sama ndak perlu diekspos di media sosial, tu sama aja dengan gibah,” sambungnya.
Bundo juga menambahkan, dirinya tidak menyalahkan siapa, ia hanya mendudukan bahwa makna dari badunsanak itu seperti apa.
“Siapapun calon, maupun dalam persaingan baiknya saling mengemukakan kebaikan masing-masing calon, biarkan masyarakat yang memilih mana yang pantas untuk jadi pemimpinnya,” tutupnya. (heu)