TANJUNGPINANG – Sarana dan prasarana serta penunjang pendidikan di Tanjungpiang masih harus menjadi perhatian serius.
Mulai dari sarana dan prasarana penunjangnya. Menurut Ketua Komisi I DPRD Tanjungpinang, Maskur Tilawahyu, saat ini Kota Tanjungpinang masih kekurangan 129 Ruang Kelas Baru (RKB). Ruang kelas itu 110 diantaranya untuk tingkat SD dan 19 lagi untuk tingkat SMP.
Inilah yang membuat siswa tingkat SD di Tanjungpinang masih menerapkan double shift. Kondisi ini membuat memaksa siswa mesti ada yang masuk pagi hari dan sebagian lagi harus masuk di siang hari.
Idealnya, seluruh siswa mesti masuk pagi. Namun, karena keterbatasan ruangan yang terjadi saat ini, kondisi itu memaksa double shift itu diterapkan.
Untuk tingkat SMP mayoritas sudah masuk pagi hari. Namun, jumlah siswa per kelas melebihi kuota yang ditetapkan. Idealnya dalam satu ruangan diisi sekitar 32-36 siswa saja.
Realitanya di satu kelas umumnya diisi oleh 40 siswa. Ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) Pemko Tanjungpinang untuk segera memenuhinya. Mungkin tidak bisa dalam setahun anggaran, namun harus terus memikirkan ini.
”Kalau anggaran dari APBD Pemko tak mencukupi, bisa saja anggarannya melalui dana dari pemerintah pusat. Ini yang perlu segera diselesaikan untuk mengurangi masalah pendidikan di Kota Tanjungpinang,” ungkap Maskur.
Dengan kondisi sarana dan prasarana yang serba terbatas ini, kata Maskur, jangankan untuk peningkatan kualitas atau mutu pendidikan, kenyamanan belajar juga belum bisa terwujud, hingga poemerintah kota harus berupaya meningkatan sarana pendidikan.
”Artinya, Pemko belum mampu mewujudkan sepenuhnya harapan masyarakat,” sebutnya.
Meski diakuinya di 2017 ini Pemko Tanjungpinang ada menambah RKB serta melakukan pembenahan pembangunan di beberapa sekolah tingkat SD dan SMP.
Ini tentu belum menyelesaikan kekurangan kelas secara menyeluruh. Hanya saja sudah mengurangi dan akan terus dilakukan pembangunan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang, HZ Dadang AG menuturkan, penambahan USB tahun ini ada. Hanya saja belum bisa memenuhi kekurangan kelas secara menyeluruh.
Di 2017 ini, alokasi belanja di bidang pendidikan sekitar 21,4 persen. Ini termasuk belanja pegawai pada alokasi belanja tidak langsung sebesar Rp 197.831.252.444 dan belanja langsung sebesar Rp 42.852.338.847.
Hal ini telah sesuai dengan amanat peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan bahwa pemerintah daerah secara konsisten dan berkesinambungan harus mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sekurang kurangnya 20% dari belanja daerah. (dlp)