Sampai saat ini, derita bencana banjir yang ditayangkan, dialami dan dirasakan oleh masyarakat Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota yang terjadi pada tanggal 8-9 Februari 2016 dan 3-4 Maret 2017 lalu, belum hilang dari pemikiran dan peluput mata kita. Penderitaan masyarakat Pangkalan Koto Baru akibat banjir seperti yang ditayangkan dan kita saksikan tersebut bukanlah terjadi dalam dua tahun terakhir saja, tetapi telah berulang kali sejak tahun 1961.
Penelitian PLN, Konsultan TEPSCO dan PT Modulatama Intikreasi yang dilaksanakan tahun 2000 melaporkan bahwa banjir besar telah melanda wilayah Pangkalan Koto Baru pada tahun 1961, 1968, 1972, 1978, 1984, 1991 dan 1998 dengan rentang waktu sekali 6 tahun. Kemudian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Limapuluh Kota (2015) melaporkan bahwa banjir yang tidak kalah besar dibandingkan dengan banjir sebelumnya juga terjadi pada tahun 2012 dan 2015.
Berdasarkan data kejadian banjir ini, sudah dapat disimpulkan bahwa bencana banjir di Pangkalan Koto Baru sudah termasuk kategori penyakit akut yang sudah lama berlangsung dengan rentang waktu kejadian yang semakin singkat.
Seandainya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada masa lalu telah seperti yang kita gunakan saat ini, tentu penderitaan masyarakat akibat banjir yang dialami sebelum tahun 2016 dapat pula menjadi viral yang secara tidak langsung dapat mengundang simpati, empati dan partisipasi berbagai pihak untuk ikut meringankan beban penderitaan masyarakat yang tertimpa musibah banjir seperti yang terjadi pada tahun 2016 dan 2017 lalu.
Meskipun kejadian banjir tahun 2016 dan 2017 di kawasan Pangkalan Koto Baru dan sekitarnya telah menjadi viral, masih banyak pertanyaan yang terkait dengan banjir tersebut yang jawabannya sangat ditunggu publik. Dari sekian pertanyaan yang muncul, paling tidak terdapat tiga pertanyaan mendasar yang jawabannya perlu disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.
Pertama, apakah faktor-faktor penyebab banjir yang sesungguhnya? Kedua, apakah pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangan banjir tersebut? Ketiga, jika pemerintah sudah melakukan usaha-usaha untuk menanggulangi banjir tersebut, bagaimana hasilnya sampai sekarang?
Faktor-faktor penyebab banjir di Pangkalan Koto Baru, telah banyak diungkapkan sejak terjadinya banjir besar tahun 2016 dan 2017 di berbagai media massa. Juga pada saat diskusi publik yang disampaikan beberapa orang narasumber di aula Pascasarjana Universitas Andalas pada tanggal 17 Maret 2017.
Namun jauh sebelumnya, PT PLN bersama Konsultan TEPSCO dan PT Modulatama Intikreasi yang telah melaksanakan studi secara konprehensif pada tahun 2000 untuk mendapatkan jawaban yang lebih akurat tentang faktor-faktor penyebab banjir dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi banjir di Pangkalan Koto Baru.
Penelitian tersebut telah menyimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab banjir di Pangkalan Koto Baru dan sekitarnya adalah berkurangnya daerah tangkapan air, curah hujan yang tinggi, penurunan kualitas Sub DAS Mahat, kondisi topografi dan hidrolika di Pangkalan Koto Baru. Kemudian, dijelaskan pula bahwa kapasitas alamiah Sungai Mahat tidak mampu lagi menampung debit air tiga anak sungai yang terdiri dari Sungai Malagiri, Sungai Samo dan Sungai Buluh Kasap.
Ketiga anak sungai tersebut bermuara di Batang Mahat, tepatnya 350 m sebelum pintu penyempitan Batang Mahat (Sta.3+800). Penyempitan Batang Mahat sepanjang 1.350 m (Sta.4.150 sampai dengan Sta. 5+500) dengan lebar 55-65 m, dari sebelumnya 120 m. Penyempitan sungai ini telah menyebabkan debit banjir sebesar 1.000m3/s tidak mampu dialirkan dengan lancar karena efek turbelensi aliran dan aliran balik ke arah hulu.
Untuk menanggulangi banjir di Pangkalan Koto Baru, studi PT PLN bersama Konsultan TEPSCO dan PT Modulatama Intikreasi merekomendasikan tiga pekerjaan (pekerjaan sipil, pekerjaan kehutanan dan pekerjaan lingkungan hidup) yang harus dilaksanakan secarakan simultan.
Pekerjaan sipil terdiri dari normalisasi Batang Mahat, Sungai Malagiri, Sungai Samo dan Sungai Bulu Kasap. Untuk melaksanakan pekerjaan sipil, kehutanan dan lingkungan hidup yang direkomendasikan tersebut, diperlukan biaya sebesar Rp 79.686.584.283 berdasarkan harga tahun 2000.
Sampai saat ini, rekomendasi untuk penanggulangan banjir di Pangkalan Koto Baru berdasarkan penelitian PT PLN bersama Konsultan TEPSCO dan PT Modulatama Intikreasi sejak 17 tahun lalu sama sekali belum terlaksana. Tentu hal ini sangat mengkhawatir semua pihak, terutama masyarakat Pangkalan Koto Baru dan sekitarnya, pengguna jalan lintas Sumbar-Riau, pengusaha dan pihak PT PLN sendiri, karena intensitas banjir diperkirakan akan semakin meningkat dengan semakin maraknya eksploitasi hutan mulai dari hulu Sub Das Mahat dan wilayah sekitar Pangkalan Koto Baru untuk perkebunan dan pertambangan, serta galian mineral.
Meskipun rekomendasi penelitian untuk menanggulangi banjir Pangkalan Koto Baru telah berumur 17 tahun, nampaknya untuk dua atau tiga tahun ke depan juga belum ada kepastian untuk merealisasinya. Hal ini dapat dibuktikan dari tiga dokumen yang terkait dengan kegiatan dan proyek prioritas nasional di daerah.
Dokumen pertama, adalah Surat Edaran Bersama Nomor: 050/4936/ SJ dan Nomor: 0430/M.PPN/12/ 2016 yang ditandatangani oleh Menteri Perencanaan Pembanggunan Nasional/ Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 23 Desember 2016. Dokumen ini mengemukakan daftar program, kegiatan dan proyek prioritas nasional yang akan dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia sampai tahun 2019.
Dari 32 kegiatan prioritas yang terkait dengan sumberdaya air di Sumbar yang terdapat pada Lampiran 05, tidak satupun kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan di Kabupaten Limapuluh Kota. Sementara Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan dan Kota Padang mendapat beberapa kegiatan prioritas nasional untuk penanggulangan banjir.
Dokumen kedua adalah Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018. Dokumen ini memuat rancangan program, kegiatan proyek prioritas pemerintah untuk tahun 2018 menurut bidang dan lokasi. Setelah ditelusuri dokumen yang lebih dari 400 halaman tersebut dengan seksama, ternyata penanggulangan banjir di Kabupaten Lima Puluh Kota juga tidak ditemui baik dalam program prioritas infrastruktur, konektivitas dan kemaritiman maupun program prioritas pencegahan dan penanggulangan bencana.
Kita hanya dapat menemukan pembangunan sarana dan prasana pengendalian banjir dan sedimen dengan lokasi Sumbar, tidak ada ditetapkan lokasinya secara spesifik menurut kabupaten atau kota.
Dokumen ketiga adalah materi paparan Ir Gellwynn DH Jusuf MSc Ph.D, salah seorang dari Deputi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas pada saat dilaksanakan Musrenbang Provinsi Sumbar pada tanggal 13 April 2017 di Pangeran Beach Hotel. Isi materi yang disampaikan tersebut adalah arah kebijakan pembangunan nasional dan Prioritas Nasional di Provinsi Sumbar yang terdapat dalam Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018. Dalam paparan tersebut juga tidak ditemui program, kegiatan dan proyek prioritas penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Limapuluh Kota untuk tahun 2018.
Dari tiga dokumen terakhir yang telah dikemukan ini, sangat jelas bahwa upaya penanggulangan banjir di Pangkalan Koto Baru yang telah dimulai sejak tahun 2000 masih mempunyai hambatan untuk dibiayai dari pemerintah. Setiap kegiatan atau proyek yang memerlukan dana besar terlebih dahulu harus masuk daftar program prioritas Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun setiap tahunnya sebelum dilanjutkan dalam pembahasan RAPBN.
Kegiatan atau proyek yang tidak masuk prioritas dalam RKP sangat sedikit peluangnya untuk masuk dalam pembahasan RAPBN, kecuali terdapat kekuatan besar yang memerintahkan untuk memasukannya dalam pembahasan RAPBN.
Agar penanggulangan banjir Pangkalan Koto Baru dapat terwujud dalam waktu tidak lama, salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh Pemerintah dan semua pemangku kepentingan Kabupaten Limapuluh Kota, adalah berupaya mendapatkan atau mencari kekuatan besar yang dapat memasukan penanggulangan banjir Pangkalan Koto Baru menjadi kegiatan prioritas nasional tahun 2018 dan memasukkannya dalam pembahasan RAPBN tahun 2018.
Kalau upaya tersebut tidak dilaksanakan secepatnya, maka kita semua harus sama-sama menyiapkan diri lagi sebagai relawan untuk memberi bantuan dan meringankan beban masyarakat Pangkalan Koto Baru yang berpotensi besar mendapat musibah banjir di tahun-tahun mendatang. (*)
LOGIN untuk mengomentari.