Oleh : Rafizuhdi Irsha, S.H, Mahasiswa, Magister Kenotariatan Universitas Andalas
Munculnya internet sebagai media baru, mendorong perubahan ini menjadi lebih maju. Kecepatan, kemudahan, serta murahnya biaya internet menjadi pertimbangan banyak orang untuk memakainya, termasuk untuk melakukan transaksi jual beli. Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.
Transaksi jual beli secara online ini dilakukan tanpa adanya tatap muka antara para pihak. Mereka mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain sehingga perjanjian jual beli yang terjadi diantara para pihak pun dilakukan secara elektronik melalui Electronic Commerce (E-Commerce). E-Commerce adalah sarana untuk melakukan transaksi perdagangan yang memungkinkan perusahaan atau individu dapat membeli atau menjual barang dan jasa melalui internet. Dasar hukum e-commerce di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Salah satu e-commerce yang mudah untuk digunakan sebagai wadah untuk melakukan jual beli online adalah Tiktok. Tiktok menyedikan website berbelanja online yaitu Tiktok shop. Tiktok menjamin kenyamanan konsumen ketika konsumen browsing produk yang sedang dicari dan juga menjamin opsi pembayaran yang aman.
A.Pelaksanaan Asas Itikad Baik Didalam Perjanjian Jual Beli Online di Tiktok
Didalam proses pembuatan sebuah perjanjian, termasuk perjanjian jual beli online atau transaksi elektronik haruslah didasari dengan itikad baik dari masing-masing pihak didalam perjanjian tersebut, baik dari pihak pelaku bisnis online maupun pihak konsumen. Asas itikad baik menjadi penting didalam pembuatan suatu perjanjian e-commerce, karena pada dasarnya pihak konsumen harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya terkait dengan barang yang ditawarkan oleh pihak online shop dan pihak online shop harus dengan itikad yang baik menjelaskan secara detail terkait barang yang akan dibeli oleh pihak konsumen. Asas itikad baik tertuang dalam pasal 1338 KUHPerdata. Dilaksanakannya perjanjian dengan itikad baik adalah bagi para pihak dalam perjanjian terdapat suatu keharusan untuk tidak melakukan segala sesuatu yang tidak masuk akal sehat, yaitu tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan kesusilaan. Didalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar.
B.Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Pelaksanaan Asas Itikad Baik Dalam Transaksi E-commerce
1. Faktor Yuridis
Keabsahan perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata, yaitu ada 4 syarat sahnya :
a. kesepakatan kedua belah pihak untuk mengikatkan diri
b. kecakapan untuk membuat perjanjian
c. objek tertentu
d. dan suatu sebab yang halal.
Kurang efektifnya Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik yang menjelaskan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektonik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar, hal ini masih banyak terjadi dilapangkan bahwa maraknya pelaku usaha yang tidak mencantumkan informasi yang lengkap terkait penjualan online shop.
2.Faktor Non Yuridis
a. Keamanan dalam bertransaksi
b. Kebanyakan penyelesaian sengketa dalam wanprestasi dalam jual beli online ini diselesaikan diluar pengadilan.
c. Masih kurangnya pengetahuan konsumen tentang UUPA.
d. Keterbatasan informasi produk.
C.Akibat Hukum Dari Pelanggaran Asas Itikad Baik Didalam Perjanjian Jual Beli Online
Di dalam pelaksanaan transaksi jual beli online, masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap asas itikad baik yang dilakukan oleh para pihak, atau dapat juga dikatakan telah terjadi wanprestasi didalam perjanjian. Beberapa contoh pelanggaran asas itikad baik yang dilakukan oleh pihak online shop, antara lain :
a. Barang yang tidak dikirim setelah dilakukannya pembayaran
oleh konsumen;
b. Barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dipesan baik
dalam hal bentuk maupun kualitas barang;
c. Terdapat cacat/ kerusakan pada barang yang diterima oleh
konsumen;
d. Ketidaktepatan waktu pengiriman barang (keterlambatan);