Oleh : Sri Maryati, Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Andalas
Salah satu masalah yang dihadapi Indonesia adalah pengangguran usia muda dengan rentang umur 15-24 tahun yang jumlahnya semakin meningkat. Pembangunan yang lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi, mengabaikan pengangguran usia muda. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia yang berpeluang untuk menikmati bonus demografi (demographic devident). Pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan PDB tidak serta merta berimplikasi secara berarti terhadap penurunan jumlah pengangguran
Berdasarkan data Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang dihimpun Bank Dunia, tingkat pengangguran angkatan kerja usia 15-24 tahun mencapai 16% pada tahun 2021. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pengangguran anak muda tertinggi kedua di Asia Tenggara.
ILO memperkirakan dengan mengurangi separuh pengangguran kaum muda global akan meningkatkan PDB global sebesar US $ 2,2 triliun, atau 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) global. Di banyak negara, kaum muda 2,8 kali lebih besar menjadi pengangguran dibandingkan kaum dewasa, sementara kaum muda Indonesia 4,6 kali lebih besar untuk menjadi pengangguran dibandingkan dewasa. Data ini memberikan fakta bahwa pengangguran kaum muda adalah masalah yang patut mendapat perhatian dunia pada umumnya dan Indonesia khususnya.
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021 yang dirilis BPS menemukan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) penduduk usia muda mencapai 19,55%. Angka itu mengalami penurunan 4,45% dibandingkan Agustus 2020. Jumlah tersebut hampir setengah dari total TPT nasional yang mencapai 8,75 juta atau sebesar 6,49% pada Agustusi 2021. Jika dipersentasekan maka TPT usia muda mencapai 44,68% dari total TPT nasional.
Berdasarkan data dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, TPT usia muda Indonesia pada 2020 menjadi yang tertinggi di ASEAN karena sudah menyentuh 20%. Sementara negara ASEAN lain seperti Filipina, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Malaysia masih berada di bawah 15% (Rizaty, 2021).
Kondisi ini merupakan salah satu tantangan pemerintah ke depan dalam menghadapi fase bonus demografi guna mengatasi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka bonus demografi akan sulit dicapai, bahkan akan menimbulkan efek negatif terhadap pembangunan nasional.
Dilihat berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa pengangguran usia muda laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Pada Agustus 2021 tingkat pengangguran usia muda laki-laki mencapai 20,99%, sedangkan tingkat pengangguran usia muda perempuan sekitar 17,52%.
Tingkat pengangguran usia muda laki-laki meningkat sekitar 0,78% dibandingkan Agustus 2020 yang mencapai 20,83%. Sedangkan tingkat pengangguran muda perempuan mengalami penurunan sebesar 12,18% dibandingkan Agustus 2020 yang mencapai 19,95%.
Berdasarkan wilayah tempat tinggal menunjukkan tingkat pengangguran di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Hasil Sakernas Agustus 2021 menunjukkan tingkat pengangguran usia muda di perkotaan mencapai 22,68% sementara di pedesaan hanya 15,19%. Jika dibandingkan dengan tahun 2020 baik di perkotaan maupun di pedesaan mengalami penurunan.
Untuk wilayah perkotaan turun sebesar 4,83% Agustus 2021 dibandingkan Agustus 2020 yang mencapai 23,83%. Sementara di wilayah perdesaan turun 4,71% pada Agustus 2021 dibandingkan Agustus 2020 yang mencapai 15,94%.
Berdasarkan tingkat pendidikan pengangguran usia muda lebih banyak terjadi pada tingat pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pada Agustus 2021 tingkat pengangguran usia muda pada pendidikan dasar sebesar 34,46%.
Angka ini meningkat sebesar 1,86% dibanding Agustus 2020 yang berada pada angka sebesar 33.83%. Sementara pengangguran usia muda pada tingkat pendidikan menengah pada Agustus 2021 sebesar 60,62%. Angka ini naik sebesar 5,48% dibanding Agustus 2020 sebesar 57,47. Sementara untuk pengangguran usia muda dengan pendidikan tingkat dasar hanya dibawah 1% dan tingkat pendidikan tinggi dibawah 10%.
Hasil kajian ini menemukan selama 20 tahun terakhir, kenaikan PDB tidak berpengaruh berarti terhadap penurunan angka pengangguran usia muda. Hal ini diantaranya disebabkan oleh terjadinya pergeseran labor intensive menjadi capital intensive dalam pembentukan PDB, sehingga tidak terjadi penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar.
Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menikmati bonus demografi. Atas dasar tersebut langkah kebijakan yang mesti dilakukan adalah mengupayakan memperbesar proporsi labor intensive dalam pembentukan PDB dibanding capital intensive sehingga penyerapan tenaga semakin besar sehingga pengangguran usia muda dapat dikurangi, dengan ini peluang menikmati bonus demografi akan dapat tercapai.
Kemudian Upah Minimum Provinsi (UMP) berpengaruh positif dan berarti terhadap peningkatan pengangguran usia muda. Meningkatnya upah minimum akan semakin banyak tenaga kerja yang masuk pasar kerja, sementara permintaan tenaga kerja tidak mengalami perubahan yang berarti, akibatnya terjadi surplus tenaga kerja atau pengangguran usia muda.
Terjadinya pengangguran akibat adanya kekakuan upah (wage rigidity) yang disebabkan oleh antara lain: peraturan upah minimum, serikat pekerja dan efisiensi upah. Kebijakan upah minimum yang menurunkan permintaan angkatan kerja usia muda yang belum memiliki pengalaman dengan kualitas yang juga relatif rendah karena belum pernah punya pengalaman bekerja sebelumnya, sehingga akhirnya kalaupun dapat kesempatan untuk bekerja mereka terpaksa menerima upah di bawah standar dari kualifikasi.
Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menikmati bonus demografi. Untuk itu, kebijakan penetapan upah minimum harus dilakukan dengan penuh pertimbangan agar tidak menyebabkan terjadinya distorsi di pasar tenaga kerja yang berakibat pada penurunan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pengangguran, khususnya usia muda
Sementara jumlah penduduk menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap penurunan pengangguran usia muda. Kondisi ini disebabkan selama 10 tahun terakhir pengangguran usia muda berfluktuasi dan cenderung menurun. Hal ini juga sejalan dengan rendahnya pertumbuhan penduduk dan cenderung menurun hingga di bawah 1,4% tahun 2021.
Disamping itu pengangguran yang terjadi di Indonesia lebih didominasi oleh pengangguran usia dewasa. Jumlah penduduk kelompok usia muda yang besar merupakan potensi modal manusia yang besar bagi pembangunan nasional.
Salah satu program unggulan pemerintah dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional adalah pelatihan kartu Prakerja yang akan berlanjut pada 2022. Program ini bisa dipertajam penerima manfaatnya agar lebih tepat sasaran. Pada kenyataannya, peserta kartu Prakerja tahun lalu didominasi yang sudah bekerja dengan persentase 66,47 persen. Penerima manfaat yang berasal dari pengangguran, 22 persen dan berasal dari bukan angkatan kerja 11 persen. (https://www.republika.id/posts/22949/darurat-pengangguran-usia-muda)
Untuk itu, harus diupayakan peningkatan porsi penerima manfaat kartu Prakerja yang berasal dari pengangguran dengan prioritaskan pada usia muda. Sehingga, program ini mampu mengatasi masalah pengangguran, khususnya pada usia muda.
Upaya untuk mendorong Kewirausahaan khususnya pada kelompok usia muda harus terus ditingkatkan. Penggunaan teknologi digital untuk mempromosikan kewirausahaan kaum muda, diperlukan untuk memfasilitasi akses pasar termasuk keuangan. Dengan begitu, angkatan kerja muda tidak hanya menunggu lapangan kerja, tetapi mampu menciptakan lapangan kerja melalui wirausaha dan bahkan akan dapat menciptakan lapangan kerja dalam perekonomian.(***)