Jakarta (ANTARA Sumsel) – Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyatakan pada saat ini masih ditemui banyaknya pengiriman TKI nonprosedural atau melalui tata cara yang tidak sesuai dengan regulasi yang diberlakukan oleh pemerintah.
“Pengiriman TKI non-prosedur tersebut masih tetap ada meskipun sudah ada kebijakan moratorium dari pemerintah (ke Timur Tengah),” kata Saleh dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Menurut dia, pemerintah seolah tidak bisa mengambil tindakan tegas terkait masalah tersebut, mengingat pengiriman TKI ilegal itu tidak saja melibatkan oknum-oknum di Indonesia, tetapi juga orang-orang di Timur Tengah.
Politisi Partai Amanat Nasional itu menegaskan bahwa kondisi seperti itu tentu sangat tidak baik bagi perlindungan TKI.
Ia mengingatkan bahwa pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri karena adanya kepentingan dua pihak, baik dari si TKI maupun pihak yang membutuhkan PKI.
Itulah sebabnya, lanjutnya, pada masa moratorium masih banyak TKI yang berangkat ke Saudi dengan menggunakan visa umroh, dan setelah sampai tidak pulang lagi.
“Kami tekankan disini agar pihak-pihak yang mengirimkan TKI secara ilegal harus ditindak tegas. Harus ada hukuman sehingga mereka jera,” tegasnya.
Saleh juga menegaskan bahwa pemerintah juga harus mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan masalah pengiriman secara ilegal tersebut, serta pemerintah juga diharapkan terus mempertahankan moratorium.
Kalaupun ada pengiriman, lanjutnya, harus betul-betul terbatas, terpantau, dan jelas perlindungannya.
Menurut dia, Komisi IX DPR RI sedang fokus memikirkan peningkatan perlindungan TKI di luar negeri dari sejumlah persoalan seperti gaji yang tidak dibayar, overstay, meninggal dunia di negara tujuan, tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikan, dan gagal berangkat.
Sementara itu, Komite Pekerja Migran PBB mengkritisi moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah (Timteng) karena dinilai diskriminatif terhadap pekerja perempuan.
“Artinya pemerintah Indonesia dianggap menghalang-halangi pekerja perempuan untuk pergi ke Arab Saudi. Mereka juga menyebut moratorium ini justru menempatkan pekerja kita dalam posisi yang lebih berisiko karena mereka tahu bahwa pengiriman TKI kan tetap berlangsung secara ilegal,” kata Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/9).
Berdasarkan data imigrasi, sejak pemberlakuan moratorium tersebut diperluas ke 19 negara Timur Tengah pada Mei 2015, rata-rata setiap bulan sekitar 2.600 TKI berangkat secara ilegal, mayoritas menuju Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah pihak menyatakan rencana pencabutan moratorium TKI ke Timur Tengah oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dinilai belum pantas dilakukan saat ini.
“Ya, saya kira memang belum pantas (dicabut) karena pengelolaannya masih berantakan,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo saat dihubungi di Jakarta, Jumat (20/9)
Editor: Yudi Abdullah
COPYRIGHT © ANTARA 2017