in

Penjaminan Kredit Korporasi dan UMKM Timpang

» Kredit yang dijamin berkisar 10 miliar rupiah hingga satu triliun rupiah dan ditargetkan mampu menciptakan kredit modal kerja baru 100 triliun rupiah.

JAKARTA – Komitmen pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi salah satu­nya dengan menjamin kredit modal kerja baru untuk sektor korporasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kurang adil serta tim­pang dari segi nilai jaminan.

Untuk penjaminan kredit UMKM pemerin­tah mengalokasikan dana sebesar lima trili­un rupiah ditambah penyertaan modal nega­ra (PMN) di Askrindo dan Jamkrindo sebesar enam triliun rupiah. Sedangkan untuk korpo­rasi kendati belum disebut nilainya. Namun dengan asumsi pemerintah menjamin 60 per­sen hingga 80 persen kredit korporasi yang di­harapkan bisa tersalur kredit baru hingga 100 triliun rupiah, maka nilai penjaminan dari pe­merintah berkisar 60–80 triliun rupiah.

Pakar ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang, Munawar Ismail, kepada Koran Ja­karta, Rabu (29/7), mengatakan keberpihakan pemerintah kepada korporasi lewat penjamin­an kredit di tengah krisis akibat pandemi, ber­peluang meningkatkan disparitas serta jumlah masyarakat miskin. Pasalnya, usaha kecil de­ngan sifat padat tenaga kerja yang tidak ter­cakup dalam program tersebut akan lebih sulit mengatasi himpitan krisis yang ada.

“Pemerintah ingin menyelamatkan korpo­rasi besar yang terlanjur punya ikatan dengan makroekonomi kita, tetapi dalam konteks kese­jahteraan, korporasi lebih bersifat padat modal, sedangkan UMKM justru menyerap lebih ba­nyak tenaga kerja, dan kalau yang kecil-kecil ini diselamatkan akan berdampak lebih luas bagi masyarakat,” kata Munawar.

Menurut dia, pemerintah tampaknya dilematis, dan lebih berpihak pada korporasi besar. Semestinya dalam perspektif etis yang diselamatkan adalah orang yang kurang berun­tung seperti UMKM.

“Pemerintah bias, lebih mengecilkan arti masyarakat bawah demi menyelamatkan yang besar. Dalam krisis seperti ini justru akan me­nambah tingkat disparitas dan angka kemis­kinan, karena mereka sulit bertahan,” katanya.

Ungkit Daya Tahan

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlang­ga Hartarto, mengatakan penjaminan kredit mo­dal kerja bagi korporasi akan mengungkit daya tahan pelaku usaha dari dampak pandemi Cov­id-19 sehingga mampu mendorong kinerja eko­nomi. “Agar korporasi bisa melakukan resched­uling, bahkan bisa meningkatkan kredit modal kerja terutama untuk sektor padat karya yang memperkerjakan banyak tenaga kerja,” katanya.

Dukungan tersebut dilakukan dengan ske­ma penugasan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). Skema pen­jaminan kredit modal kerja kepada korporasi akan diberikan untuk kredit dengan plafon 10 miliar rupiah sampai dengan satu triliun ru­piah, dan ditargetkan menciptakan 100 triliun rupiah kredit modal kerja hingga 2021.

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mul­yani Indrawati, mengatakan korporasi yang di­prioritaskan yang berorientasi padat karya dan terdampak Covid-19 seperti pariwisata, otomo­tif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektro­nik, kayu olahan, furnitur, dan produk kertas.

“Pemerintah jamin 60 persen dan perbank­an 40 persen. Untuk sektor prioritas, penjamin­an lebih besar yaitu 80 persen dan 20 persen perbankan,” kata Menkeu.

Besaran kredit modal kerja yang dijamin ber­nilai 10 miliar rupiah hingga satu triliun rupiah. Pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan (IJP) 100 persen atas kredit mo­dal kerja dengan plafon sampai 300 miliar rupiah dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon berkisar 300 miliar sampai satu triliun rupiah. Untuk penyaluran kredit modal kerja tersebut, pemerintah melibatkan 15 bank. n SB/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pembatasan Aktivitas Bukan Solusi dalam Merespons Kurva Covid-19

Presiden Dorong Pamong Praja Muda Ciptakan Budaya Kerja yang Lebih Inovatif