JAKARTA – Rencana pemerintah melakukan reformasi birokrasi di Indonesia dimulai dengan memakai sistem omnibus law yaitu satu Undang Undang (UU) yang sekaligus merevisi beberapa UU. Hal itu dilakukan mengingat begitu banyak peraturan yang menghambat investasi dan ketidakjelasan hukum. Maka itu omnibus law dinilai dapat menjadi solusi untuk mengatasi problematika tersebut.
“Secara sederhana omnibus law ini dimaksudkan untuk perampingan. Terdapat beberapa Peraturan Perundang-undangan yang menjadi fokus omnibus law. Seperti persoalan pendidikan, kepariwisataan, lapangan kerja, olahraga, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM),” ujar Pakar Hukum Perundangundangan Prof. Dr. Widodo Ekatjahjana saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI, Jakarta, (4/12).
Ia menambahkan, kemunculan omnibus law sendiri berawal dari kegelisahan Presiden Joko Widodo melihat sistem pembentukkan UU di Indonesia yang masih overlapping pada semua sektor termasuk bidang yang menjadi tugas pokok di Komisi X DPR RI. Lebih lagi dalam prosesnya tim penyusun omnibus law juga telah mengundang pihak dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memberikan masukan dalam penyusunan UU omnibus law.
Memang, lanjut ia, tim penyusun omnibus law dari Menteri Perekonomian dan kementrian lainnya telah memasukkan sistem UU Pendidikan Nasional sebagai objek omnibus law. karena omnibus law merupakan sebuah penyederhanaan UU. Untuk UU Pendidikan Nasional ini terkait perizinan agar dimudahkan bila ada yang ingin berinvestasi di dunia pendidikan.
“Omnibus law ini didasarkan untuk memudahkan cara kerja politik hukum presiden agar regulasi itu lebih efektif. Tentu masih ada kekurangan. Ke depan akan berkembang menjadi 80 Rancangan Undang-undang dan yang sudah dikerjakan tim penyusun sebanyak 76 RUU,” katanya.
Adapun menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Gita Putri Damayana, dalam pendekatannya omnibus law itu dapat melakukan perubahan, pencabutan, dan pembatalan terhadap sebuah UU. Sebab omnibus law merupakan satu UU dengan cakupan topik yang beragam.
“Ciri-cirinya berangkat dari problem regulasi, mengatur beragam sektor yang dapat mencabut dan merubah pasal Perundang-undangan. Positifnya omnibus law dapat mengefesiensikan pembahasan dalam waktu singkat,” jelasnya.
Kawal Bersama
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Grindra, Djohar Arifin Husein mengatakan, meskipun omnibus law merupakan perintah langsung Presiden, akan tetapi ia mengingatkan semua pihak untuk ikut mengawal bersama dalam pembentukkannya. Sebab ia merasa dalam penyusunannya omnibus law memiliki potensi untuk mengabaikan hak-hak publik.
Maka itu ia berharap agar pemerintah dalam hal ini ialah tim penyusun omnibus law dan juga DRP RI dapat menjaga transparansi dalam membahas UU di dalamnya. yag/AR-3