ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Habibah (65), Abdullah (50), Puspa Dewi (42), Nurul (55), Nurzahri (30), perwakilan Korban Tsunami yang masih menenempati Barak Tsunami di Bakoy melaporkan Bupati Aceh Besar dan Kapolsek Ingin Jaya ke Komnas HAM. Permintaan Gubernur Aceh agar Barak Bakoy tidak dibongkar dulu tidak digubris. Satpol PP Aceh Besar lebih memilih menjalankan perintah Bupati Aceh Besar.
Laporan ini terkait dengan pembongkaran barak secara paksa oleh Satpol PP Aceh Besar atas perintah Bupati Aceh Besar, Korban Tsunami yang masih tinggal di Barak Bakoy tersebut berjumlah 18 KK. Para korban ini merupakan orang yang belum mendapatkan rumah bantuan Tsunami, walaupun nama mereka sudah ada dalam SK Bupati dan BRR sebagai penerima rumah bantuan Tsunami namun sampai saat ini belum juga mendapatkan tempat tinggal sebagai korban Tsunami.
Satpol PP dengan bantuan pengamanan dari Polsek Ingin Jaya menghancurkan paksa bangunan barak tersebut dengan barang-barang yang masih tertinggal di dalam barak tersebut, permintaan warga agar tidak di bongkar dulu kepada Asisiten 1 Pemkab Aceh, Mukhtar dan Kasatpol PP, Rahmawati tidak di indahkan, bahkan sudah di sampaikan jika Gubernur meminta tidak di bongkar dulu sampai ada bangunan rumah permanen bagi mereka, namum hal tersebut tidak di tanggapi oleh Kasatpol PP dan WH.
Padahal sebelumnya Plt Gubernur dan Wakapolda telah meminta kepada Pemerintah Aceh Besar agar tidak membongkar dulu 18 barak yang memang korban Tsunami, itu juga telah di sampaikan kepada Satpol PP di lapangan namun tidak di indahkan oleh Satpol PP Aceh Besar, dan pada 23/4 Gubernur Zaini Abullah juga telah meminta agar Pemerintah Aceh Besar jangan membongkar dulu barak bakoy tersebut sebelum ada tempat tinggal penganti bagi mereka, permintaan tersebut atas nama kemanusiaan, namum hal tersebut tidak di indahkan juga oleh Pemkab Aceh Besar.
Akibat pembongkaran tersebut, para korban Tsunami yang selama ini menempati Barak Bakoy tidak mempunyai tempat tinggal lagi, dan terpaksa mendirikan tenda darurat di lokasi barak bakoi untuk bertahan hidup.
Padahal, hak untuk medapatkan rumah kayak huni, hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak adalah tugas Negara terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, perwakilan Korban Tsunami yang saat ini tidak mempunyai lagi tempat tingal membuat pengaduan ke Komnas HAM Perwakilan Aceh. Pengaduan tersebut di terima oleh Eka Azmiyadi, SH dengan Nomor pengaduan 04.01.P/IV/2017.
Para korban Tsunami tersebut saat ini masih terus bertahan di lokasi tersebut dengan menggunakan tenda. Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, mengecam tindakan Pemkab Aceh besar tersebut, “dalam beberapa pertemuan untuk penyelesaian permasalahan hak rumah korbam Tsunami kami terlibat aktif, bahkan saat yang terakhir pertemuan dengan Gubernur Zaini Abdullah telah menyampaikan bahwa Pemprov akan membangun rumah bagi korban Tsunami tersebut jika sudah ada lahan yang di sediakan oleh Pemkab Aceh besar sebagaimana pembicaraan Plt Gubernur Aceh pada januari lalu kepada Bupati Aceh Besar, bukannya menyediakan lahan malah membongkar tempat tinggal mereka yang menjadi tempat perlindungan keluarganya, kami melihat Pemkab Aceh Besar tidak punya hati nurani, bagaimana jika keluarganya yang mengalami hal tersebut” kata Safar.
YARA juga meminta kepada Kapolda agar mengusut dugaan jual beli rumah korban Tsunami di Mireuk Lamreudeup dan Labuy, karena 18 KK ini mendapat jatah rumah di Mireuk dan Labuy, tetapi kenapa ketika mereka ke lokasi rumahnya sudah ada yang menempati, dan ketika di tanyakan kepada yang menempati, mereka katakana bahwa rumah ini mereka beli dari seseorang, hal ini yang perlu di usut tuntas oleh kepolisian, mendata asala perolehan rumah bagi yang menempati perumahan bantuan Tsunami di Ireuk Lamreuduek dan Labuy, dari situ akan ketahuan siapa yang korban dan siapa yang bukan. []