in

Perjuangan Jusnidar, Penjual Buah Keliling di Solok Selatan

Pernah Terkilir dan  Terserempet Kendaraan ”Kasih ibu sepanjang jalan”. Ungkapan itu seirama dengan perjuangan hidup Jusniar, warga Nagari Lubukgadang Selatan, Kabupaten Solok Selatan. Berjalan kaki puluhan kilometer harus ia tempuh setiap harinya untuk berdagang buah-buahan. Jika tidak dilakukan, tiga anaknya bisa kelaparan dan putus sekolah.

Di sela angin senja yang menghembus debu jalanan, terlihat seorang wanita paruh baya dengan langkah gontai mendorong gerobak kaca penuh berbagai macam buah-buahan. Meski warna langit sudah memudar namun, ia nampak tetap tegar.  Angin tersebut kemudian bercampur dengan rintik hujan. Namun hal itu tidak ia hiraukan. Wanita berhijab itu terus mendorong gerobaknya.

Keringatnya mulai bercampur dengan air hujan. Wanita itu adalah Jusnidar, 35, warga Jorong Sungai Lambai, Korong Lekok, nagari Lubuk Gadang Selatan. Kini ia tidak lagi bisa lagi memilah rasa sulit dan bahagia. Baginya saat ini yang terpenting adalah bagaimana dagangannya bisa laku  dan membawa uang pulang ke rumah. Dengan begitu senyum-senyum manis anak-anaknya di rumah bisa menjadi obat melepas penat.

Jusniar tidak punya pilihan demi terus bisa makan dan asap dapur rumahnya tetap mengepul. Ia rela pergi pagi pulang malam berjualan dagangan buahnya.
Berjibaku dengan debu, asap, deru mesin, hujan dan panas adalah risiko yang harus ditempuhnya. Puluhan kilometer jalan tidak berujung harus dilewatinya demi mengais rezeki.

 ”Beli buah pak,” ujarnya tengah berdiri di pertigaan simpang Padang Aro, Kecamatan Sangir saat didatangi Padang Ekspres, salah satu lokasi disinggahinya berjualan, kemarin.

Berbagai suka duka telah dialami ibu tiga anak itu selama menjadi penjual buah keliling. Mulai dari jualannya tidak laku, kaki terkilir hingga keserempet kendaraan melintas. Namun demikian, tak sekalipun ia merasa jera dengan ancaman itu. Karena mencari hidup di jalanan berisiko. Pengalaman itu dijadikannya sebagai pelajaran untuk ke depannya agar lebih berhati-hati.

”Pernah keserempet mobil tiga hingga empat kali. Mau gimana lagi, itu sudah menjadi risikonya. Mau beralih pekerjaan yang harus digaji orang, saya tak punya kepandaian. Jadi dijalani saja kehidupan yang sekarang ini dengan ikhlas,” ucapnya.

Jusnidar sendiri sudah 12 tahun menjalani profesi sebagai pedagang buah di Solok Selatan. Namun baru empat tahun belakangan ini ia benar-benar sendiri turun ke jalan berjualan. Sementara selama 8 tahun sebelumnya, ia hanya ikut menemani suaminya Syahfrudin berjualan, namun sekarang kondisi suaminya itu sakit-sakitan.

Selama berjualan buah keliling, Jusnidar mesti melewati puluhan kilometer berkeliling mengitari Kecamatan Sangir dengan berjalan kaki. Dari satu jorong ke jorong lainnya, dari satu pembeli mengejar pelanggannya yang lain.

Mulai dari Sungai Lambai menuju Padang Aro. Dari sana ia langsung pergi ke Nagari Lubuk Gadang Timur hingga Golden Arm. Sepanjang jalan ia terus berteriak “buah”, “ Beli buah” dengan harapan, orang yang mendengar membeli dagangannya itu.

”Setiap hari, mulai dari pukul 09.00 berangkat lalu pulangnya sore kadang sampai malam. Kadang laku kadang tidak,” ceritanya. Menjadi penjual buah, untung yang peroleh Jusnidar tidaklah seberapa. Meski sedikit uang yang didapat, ia tetap bersyukur. Dalam berjualan musuh terbesarnya  musim penghujan. Jika sudah hujan tidak ada lagi minat orang yang mau beli dan makan buah. ”Kalau sudah hujan saya sering rugi,” tukasnya.

Dalam satu hari, penghasilannya tidak menentu.  Uang paling banyak yang pernah ia dapat adalah Rp 300 ribu dan paling sedikit Rp 100 ribu. Tergolog dalam keluarga kurang mampu, Jusnidar harus mengutang uang terlebih dahulu kepada Koperasi di wilayah setempat untuk modalnya berdagang. Pinjaman tersebut dibayarnya secara berangusur-angsur tiap harinya.

Meskipun banyak pihak, keluarga dan tetangganya yang menilai bahwa meminjam dari koperasi dengan sistem pembayaran yang berbunga akan mrepotkan dan membuatnya rugi.
 
”Rugi memang, minjam Rp 500 ribu melunasinya bisa mencapai Rp 2 juta. Saya mesti nyetor tiap harinya Rp 20 ribu selama 30 hari masa tenggang pelunasan. Namun apa mau dikata, satu-satunya yang mau ngasih pinjaman hanya orang Koperasi ini,” sebutnya.

Hingga saat ini, Jusnidar masih bertahan sebagai penjual buah keliling. Bahkan namanya sudah populer di Kecamatan Sangir sebagai penjual buah tersebut. Semua dilakukan supaya anak-anaknya tetap makan dan bisa bersekolah. Ketiga buah hatinya selama ini menjadi penyemangatnya dalam bekerja. Saat ini anak-anaknya itu masih duduk dikelas II, III dan IV di SDN 07 Sungai Lambai. Baginya susah senang hidup itu tetap dijalani dengan ikhlas bukan untuk dikeluhkan.

”Berkeluh kesah tak akan mengubah apapun. Sesuatu yang dipilihkan oleh Tuhan tak bisa kita tawar. Jalani dan temui jalan lain jika buntu, seperti saya yang kala jualan tak untung, cari kerja sampingan nyuci dan menggosok, meskipun dibayar seadanya setidaknya tetap ada yang dimakan. Saya hanya berharap satu saja, semoga selalu disehatkan agar saya tetap bisa bekerja,” katanya.(*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Persiapan Prom Night

Andai Gaek Tarason Nyalon Dewan