in

Perlu Langkah Strategis Agar Tak Terjadi Kelangkaan Pangan

YOGYAKARTA – Pandemi Covid-19 telah mendisrupsi pangan dunia. Landscape sektor pertanian di seluruh dunia terganggu, tidak hanya negara produsen pangan tetapi juga negara importir. Ketersediaan pangan global berpotensi menjadi langka. Kondisi ini akan dikuti oleh terjadinya perubahan peri laku negara-negara eksportir pangan.

“Negara-negara itu menerapkan prinsip safety my  country first. Artinya mereka hanya akan melakukan transaksi ekspor pangan jika mereka yakin bahwa kebutuhan pangan domestik negaranya telah tercukupi dalam jangka waktu pandemi,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Jangkung Handoyo Mulyo saat dihubungi, Rabu (15/4).

Menurutnya, perilaku itu didasarkan pada fakta bahwa hingga saat ini tidak ada jaminan atau kepastian kapan sesungguhnya pandemi Covid-19 ini akan bisa teratasi. Jika sampai terjadi kelangkaan pangan, akan mengakibatkan peningkatan harga pangan yang tidak terkendali dan pada akhirnya memicu inflasi yang tinggi. “Hal ini berarti bahwa kesejateraan masyarakat akan tergerus karena daya belinya mengalami penurunan,” ujar Jangkung.

Jangkung mengatakan perlu langkah strategis agar tidak terjadi kelangkaan pangan pada masa mendatang melalui Lima Pilar Pokok Kemandirian Pangan Bangsa. Pertama, perlu reorientasi arah kebijakan pembangunan sektor pangan, dari pendekatan ketahanan pangan (food security approach) menjadi pendekatan kemandirian pangan. “Dasar  pemikirannya adalah pangan merupakan  penyangga utama keberlangsungan hidup umat manusia. Tiada kehidupan yang tidak memerlukan pangan,” jelasnya.

       Kedua, memperkuat ketersedian pangan yang bersumber dari dalam negeri. Untuk itu program Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) harus dilakukan secara serius, konsisten dan berkelanjutan. Lahan pertanian telah terkonversi luar biasa masifnya, sementara kemampuan pemerintah untuk mencetak lahan masih relatif kecil. Pada sisi lain, terjadi ‘perebutan lahan’ untuk berbagai kepentingan di luar pertanian seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi. “Karenanya program-program pemerintah di sektor pangan harus mendasarkan pada PLP2B. Dengan kata lain, harus ada insentif yang signifikan bagi petani yang akan mengikuti program PLP2B,” ujar Jangkung.

       Ketiga, kebijakan harga pangan yang berpihak pada kepentingan petani produsen, sehingga mereka tetap termotivasi untuk berusaha di sektor pertanian.  “Semakin menuanya usia pelaku sektor pertanian harus diikuti dengan program regenerasi petani secara efektif,” katanya.

       Keempat, gerakan nasional diversifikas pangan berbasis sumberdaya lokal. Kita harus mengakiri kondisi dari konsumsi pangan berbasis beras menjadi konsumsi pangan non-beras yang dihasilkan dari pangan lokal. Mengefektifkan regulasi tentang diversifikasi pangan lokal harus menjadi salah satu gerakan gerakan nasional berkelanjutan, terutama kepada generasi muda melalui pendidikan, baik PAUD, TK, SD hingga Sekolah Menengah (SMP dan SMA). Perubahan perilaku konsumsi pangan memerlukan waktu dan effort yang konsisten, tidak bisa terjadi secara instan.

       “Dan terakhir, pentingnya penguatan peran dan fungsi Bulog sebagai penyangga pangan nasional. Bulog harus kita berdayakan dan diberi keleluasaan untuk berperan sebagai institusi pangan nasional strategis di bawah presiden. Bulog harus dijauhkan dari berbagai intervensi yang tidak berorientasi pada upaya pencapaian kemandirian pangan bangsa dan kesejahteraan rakyat,” pungkas Jangkung. YK/AR-2

What do you think?

Written by Julliana Elora

Kapolres Batubara Musnahkan BB Narkoba Jenis Sabu 7 Kg

Kemendagri Setuju Pilkada Serentak 2020 Ditunda, Pemungutan Suara 23 September Digeser ke Desember