Pengamat Politik Universitas Padjadjaran Bandung, Dr Muradi tentang Konstelasi Persaingan Kandidat dalam Pilkada Jabar 2018
Menjelang pilkada, situasi dan kondisi politik di Jawa Barat (Jabar) sangat dinamis. Untuk mengupas soal ini, Koran Jakarta mewawancarai pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Dr Muradi, berikut petikannya:
Sejumlah nama disebutkan bakal bertarung dalam pilkada, apakah mereka merepresentasikan kemampuan diri calon atau karena partai yang dominan?
Ada dua pendekatan terkait dengan itu, yang pertama banyak figur yang muncul bukan berasal dari kader partai atau dari proses rekruitmen dalam internal partai.
Dan kedua keberadaan partai dianggap tidak cukup merepresentasikan kehendak publik. Sehingga proses pengajuan calon banyak berasal dari figur-figur yang bukan berbasis pada keteguhan ideologi dari partai-partai yang ada.
Tak heran jika kemudian figur yang ada lebih berasal dari ideologi populisme yang hanya berbasis pada kebutuhan dan kehendak publik tanpa diperkuat atau dipertajam dengan perspektif ideologi politik yang ada.
Tak heran watak kepemimpinan dan figur yang muncul lebih merepresentasikan kemampuan personal dari pada personifikasi kader partai.
Peluang calon seperti diungkap sejumlah lembaga survei, misalnya Ridwan Kamil, Dedi Mizwar, Dedi Mulyadi dan bahkan Aa Gym, menurut Anda?
Nama -nama yang muncul memang tidak keluar dari nama -nama yang telah di survei sejak setahun terakhir, tidak ada nama baru kecuali kemunculan Aa Gym yang hendak berjudi politik di ranah politik praktis serta nama Ketua Kadin, agung Suryamal dan Sekda Jabar, Iwa Karniwa yang juga muncul belakangan.
Ridwan Kamil, Dedi Mizwar dan Dedi Mulyadi menjadi tiga besar yang menjadi favorit dalam berbagai survei, ada juga sesekali muncul nama Neti istri dari Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, isteri dari gubernur saat ini, namun itupun masih belum ajeg betul secara politik, karena PKS belum secara fasih terkait mengusung cagub perempuan.
Jika mengacu pada sejumlah survei tersebut, kelihatannya publik Jabar akan mempertimbangkan tiga nama, selain Ridwan Kamil ada nama Dedi Mizwar dan Ddi Mulyadi .
Ketiganya masih bisa saling menyalip bergantung pada dukungan partai politik dan mesin politik yang bekerja.
Peran parpol dalam memunculkan calon apakah sudah cukup bagus? Parpol yang akan banyak ambil peran di Jabar sendiri apa saja? Kenapa?
Selain Partai Golkar yang relatif memiliki calon yang dianggap mumpuni, yakni bupati purwakarta dan juga ketua DPD Partai Golkar Jabar.
Langkah PDIP dan Gerindra serta PKS patut diperhitungkan manuver politiknya. Meski mengusung kader internal, PKS dinilai tidak cukup lincah untuk memastikan kadernya maju kembali untuk meneruskan kepemimpinan Heryawan.
Karena itu PDIP dan Gerindra yang tidak memiliki kader kuat yang diajukan, namun memiliki data tawar politik yang relatif tinggi di mata banyak partai dan figur, khususnya PDIP yang bisa mengusung sendiri tanpa melakukan koalisi dengan partai lain.
Sementara Nasdem cenderung sekedar memanfaatkan akses media dan penguasaan atas sebagian penegakan hukum di Kejaksaan Agung.
Kedewasaan masyarakat jabar sendiri dalam berpolitik saat ini bagaimana?
Harus diakui bahwa efek Pilgub Jakarta juga berimbas pada peta politik pencalonan pilkada di Jawa Barat, baik gubernur maupun bupati dan wali kota. Sehingga persepsi politik publik Jabar yang terbangun masih dipengaruhi oleh hal tersebut.
Karena itu kedewasaan politik publik jabar diuji benar apakah tetap berpijak pada obyektifitas atau akan masih terpengaruh oleh dinamika di pilgub Jakarta lalu.
Selain itu, kedewasaan politik publik Jabar juga bergantung pada langkah dan manuver elit politik di Jabar, apakah masih menggunakan isu politik identitas dalam Pilkada di Jabar atau tidak.
Isu apa yang mungkin dimunculkan untuk saling jegal lawan politik pada pilkada nanti?
Prediksi saya akan terus dimainkan untuk mendulang dukungan politik publik Jabar. Sehingga pertaruhannya adalah apakah publik Jabar akan terpengaruh atau tidak, bergantung sejauh mana harapan publik atas kepemimpinan politik di Jabar.
Apakah tetap berpijak pada isu politik identitas atau lebih dewasa menyikapinya. Indikatornya akan terlihat dari keberadaan kepimpinan politik di Jabar yang akan dipilih. teguh raharjo/AR-3