Serangan teror bom mobil di Kabul, ibu kota Afghanistan beberapa hari menjelang jadwal kunjungan kenegaraannya tidak membuat Presiden Joko Widodo ciut. Dengan hati mantap Presiden Jokowi menjejakkan kakinya sebagai Presiden Republik Indonesia kedua setelah Presiden Sukarno yang mengunjungi negara Afghanistan, bahkan beberapa jam setelah serangan bom susulan.
Keberadaan Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo di Kabul, Afghanistan terbilang singkat, tidak kurang dari enam jam. Dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 pada hari Senin 29 Januari rombongan tiba di Kabul, Afghanistan pada pukul 11.40 WS (Waktu setempat) atau 14.10 WIB dan meninggalkan Kabul pada pukul 17.25 WS atau 20.05 WIB.
Dari bandara internasional Hamid Karzai, Kabul, Afghanistan, Presiden Jokowi dan Ibu Iriana bergerak menembus salju dan angin dingin sepanjang jalan menuju Istana Presiden Agr yang ditempuh selama 10 menit. Di sini, Presiden disambut dengan pelukan hangat Presiden Ashraf Ghani. Pertemuan kedua kepala negara ini tampak seperti dua orang sahabat yang sudah lama tak berjumpa.
Kedua kepala negara ini langsung berjalan kaki untuk mengikuti upacara kenegaraan, suhu udara yang mencapai 1 derajat dan terpaan salju tidak menghalangi kehangatan keduanya.
Pada saat pemeriksaan pasukan, keduanya menebarkan senyum sebagai pesan kepada dunia bahwa persahabatan dan perdamaian adalah kunci dalam memanifestasikan kesejahteraan.
Dalam pertemuan Tete-a-Tete alias empat mata, keakraban pun jelas terlihat. Tidak ada ketegangan yang memperlihatkan mereka berada di kota yang baru diguncang ledakan bom beberapa jam sebelumnya.
Begitu pula saat pertemuan bilateral berlangsung hangat oleh tawa dan canda dari delegasi kedua negara.
Persahabatan kedua pemimpin semakin terjalin saat keduanya tukar menukar penutup kepala. Presiden Jokowi menerima longi, topi panjang yang menjuntai dan juga mengenakan chapan, jubah khas Afganistan. Juntaian longi ini bila dibentangkan mencapai 7 meter. Sementara Presiden Ashraf Ghani mengganti pakulnya dengan peci berwarna hitam yang langsung dikenakan oleh Presiden Jokowi.
Setelah tukar menukar tutup kepala, keduanya menunaikan salat zuhur berjamaah di masjid yang berada di Istana Presiden Agr.
Ketika memberikan pernyataan pers bersama, Presiden Ashraf Ghani menunjukkan hubungan yang akrab dari keduanya.
“Kedatangan Yang Mulia tidak perlu membawa emas, tapi membawa hujan dan salju. Hujan dan salju merupakan berkah bagi kami. Salju dan hujan tidak pernah memilih akan turun pada orang kaya atau orang miskin,” kata Presiden Ghani.
Pada jamuan santap siang kenegaraan di Istana Presiden Arg, Presiden Jokowi menerima ‘Medal of Ghazi Amanullah’ dari Presiden Afghanistan. Penyematan medali ini sebagai penghormatan kepada Presiden Jokowi atas keteguhan dan keberanian dalam memajukan hubungan bilateral Indonesia-Afghanistan, terutama dalam mengupayakan peace building di Afghanistan.
“Terimakasih atas anugerah Medal Ghazi Amanullah. Medal ini akan menjadi spirit baru upaya meningkatkan hubungan bilateral dan perdamaian,” ucap Presiden Jokowi.
Mungkin bagi dunia, kehadiran Presiden Jokowi dan Ibu Iriana di Kabul, Afghanistan seperempat hari terlalu singkat. Tapi bagi Presiden Jokowi sudah cukup untuk menggambarkan keteguhan hatinya yang ingin perdamaian segera terwujud di Afghanistan. Demikian pula bagi Presiden Gani, kehadiran Presiden Jokowi di Afghanistan sudah cukup untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka mampu memberikan jaminan keamanan kepada tamu negara dan perdamaian harus segera diwujudkan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di dalam Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 sebelum meninggalkan Kota Kabul, mengatakan, “Serangan terorisme yang bertubi-tubi terjadi di Kabul, tidak menyurutkan langkah Presiden Joko Widodo melanjutkan kontribusi bagi rekonsiliasi dan perdamaian di Afghanistan. Komitmen ini ditunjukkan dengan kehadiran Presiden di Kabul”.
Lebih lanjut Retno mengutip apa yang dikatakan Presiden Jokowi, “Perdamaian bukan hal yang jatuh dari langit. Perdamaian harus diupayakan. Marilah kita bergandeng tangan menciptakan perdamaian. Marilah kita bergandengan tangan memelihara perdamaian.”