JAKARTA – Pemerintah mengungkapkan skenario terburuk untuk pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 sudah menghadang di depan mata akibat penyebaran pandemi Covid-19. Prediksi ini berdasarkan kinerja konsumsi pada kuartal I-2020 yang sudah menurun menjadi hanya 2,84 persen, jauh lebih rendah dari masa normal yang tumbuh di kisaran 5 persen.
“Kuartal II-2020 diprediksi akan lebih buruk, apalagi PSBB (pembatasan sosial berskala besar) sudah lebih masif di daerah. Pada Maret saja sudah menurunkan belanja di bidang transportasi, bidang yang related dengan itu juga akan menurun tajam,” kata Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (8/5).
Sebelumnya, sejumlah kalangan juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 akan semakin anjlok. Sebab, sumber pertumbuhan bukan disumbangkan sektor produktif, seperti sektor riil dan industri sehingga ekonomi ke depan bisa negatif karena kinerja semua sektor mengalami penurunan.
Konsumsi pada kuartal I-2020 sudah terpukul cukup dalam meski pandemi Covid-19 belum mencapai puncaknya. Berdasarkan hitungan terburuk Institute for Development of Economics and Finance (Indef), pada kuartal ke II dan III-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan negatif. Sebab pada kuartal I-2020 saja, satu bulan wabah korona merebak sudah berpengaruh ke pertumbuhan yang jeblok ke angka 2,97 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perlambatan signifikan terjadi pada belanja atau konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 2,84 persen. Bandingkan dengan periode sama tahun lalu yang tumbuh 5,02 persen. Padahal, belanja rumah tangga berkontribusi lebih separuh dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Sri Mulyani menjelaskan untuk konsumsi makanan dan kesehatan pada kuartal II-2020 masih tumbuh positif, tapi barang konsumsi lain, seperti pakaian dan alas kaki mencatatkan penurunan permintaan.
“Menghadapi tantangan tersebut, strategi pemerintah adalah menjaga masyarakat, khususnya di lapisan paling bawah harus mendapat dukungan. Jadi, ekspansi bantuan sosial sampai 60 persen masyarakat Indonesia itu akan dilakukan. Kalau situasi Covid-19 masih meningkat, kita harus menerima dampak ekonomi dan sisi konsumsinya akan tertekan. Jadi, pelaksanaan bansos yang sudah saya sampaikan mestinya bisa di-cover, nilainya hampir 65 triliun rupiah,” ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, kendati ada dana bansos yang nilainya hampir 65 triliun rupiah, tingkat konsumsi masih akan mengalami penurunan pada periode April–Juni 2020.
“Sebab belum pulih. Kita prediksi ekonomi masih akan tumbuh 2,3 persen. Tapi, kalau lebih buruk lagi bisa negatif 0,5 persen. Sekarang kita masih punya tiga kuartal lagi, kita harus terus berupaya menjaganya agar tetap tumbuh,” katanya.
Konsolidasi Fiskal
Pada kesempatan itu, Menkeu mengatakan dalam kondisi saat ini, di kala penerimaan negara turun sangat besar dan kebutuhan belanja cukup besar, upaya untuk mengamankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat dilakukan dengan tidak mengeluarkan belanja.
“Akan tetapi, mengingat APBN harus tetap ekspansi, pemerintah akan melakukan konsolidasi fiskal, penerimaan harus digenjot terus dan belanjanya ditekan. Dalam mengelola keuangan negara, selalu saya tekankan, fiskal adalah instrumen bukan tujuan,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, ekonom Indef, Abdul Manap Pulungan, mengatakan saat ini masyarakat strata menengah ke atas sedang menahan konsumsi.
“Sedangkan masyarakat menengah bawah yang rentan miskin sedang dalam kesusahan karena berkurang pendapatan,” ujarnya.
Sementara itu, untuk golongan masyarakat yang bekerja di sektor informal sedang menunggu bantuan dari pemerintah. “Mereka kehilangan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Pendapatan mereka lumpuh karena tidak ada pekerjaan,” jelasnya.
Abdul menjelaskan masyarakat sekarang terbebani dari segala penjuru. Satu sisi meningkatnya harga bahan pokok hingga enam persen kenaikannya, di sisi lain pendapatan menurun, bahkan ada yang sudah kehilangan pendapatan.
“Artinya ada penurunan daya beli. Mereka ini rentan miskin dan kemungkinan akan lama bangkitnya. Sebab, pandemi Covid-19 juga tidak diketahui kapan berakhirnya,” kata Abdul. uyo/ers/AR-2