Seorang narasumber di Inggris menyatakan bahwa perundingan antara Inggris dan UE di ambang kegagalan setelah Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengatakan bahwa kesepakatan Brexit sangat tidak mungkin tercapai tanpa adanya kompromi dari Inggris.
LONDON – Perundingan Brexit (keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa) antara London dan Brussels berada di ambang kehancuran pada Selasa (8/10) setelah Uni Eropa (UE) menuding Inggris bersikap keras kepala dan mengancam masa depan UE.
Kemungkinan itu mencuat setelah Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, berunding dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel, via sambungan telepon dimana Merkel mengatakan kesepakatan Brexit sangat tidak mungkin tercapai tanpa kompromi dari Inggris.
“Merkel memperingatkan bahwa kesepakatan apa pun pada dasarnya tidak mungkin tercapai jika London gagal memberikan jawaban atas masalah perbatasan Irlandia dan mempertahankan Irlandia Utara dalam serikat pabean UE,” kata seorang narasumber di Downing Street, sembari mengatakan perundingan antara kedua belah pihak sekarang hampir hancur.
Sebelum Inggris menegaskan akan meninggalkan UE pada 31 Oktober. PM Johnson, yang pernah mengatakan ia lebih suka mati di selokan daripada harus mengupayakan perpanjangan Brexit, mengajukan proposal baru pada pekan lalu sebagai pengganti perjanjian yang diajukan pendahulunya, Theresa May, ke Brussels pada akhir 2018. Saat May berkuasa, ia tiga kali gagal mendapatkan persetujuan dari parlemen Inggris terkait proposal Brexit.
Pada bagian lain juru bicara Johnson menolak tuduhan dari Presiden Dewan UE, Donald Tusk, yang mengatakan bahwa Johnson telah memainkan permainan bodoh dengan saling menyalahkan.
Dalam cuitannya di media sosial, Tusk mengatakan bahwa yang dipertaruhkan dalam hal ini adalah masa depan Eropa dan Inggris serta keamanan dan kepentingan rakyat kedua wilayah itu.
“Dia (Johnson) tidak ingin kesepakatan, dia tidak ingin perpanjangan, dia tidak ingin mencabut Brexit, quo vadis?” Tusk bertanya, menggunakan ungkapan Latin yang berarti “kemana tujuanmu?”
Saat ini antara London dan Brussels sebagian besar fokus pada masalah apa yang terjadi selanjutnya ketika pertemuan puncak UE dilaksanakan pekan depan dan siapa yang akan disalahkan atas Brexit yang berpotensi tanpa kesepakatan.
Persiapan Irlandia
Sementara itu Menteri Keuangan Irlandia pada Selasa diwartakan akan menyajikan anggaran 2020 dalam kerangka mengantisipasi terjadinya Brexit tanpa kesepakatan. Anggaran yang disusun itu merinci cara-cara untuk menjaga bisnis tetap lancar serta membuka kemungkinan keuangan negara kembali defisit jika Inggris meninggalkan UE dalam keadaan kacau.
Dengan Inggris dijadwalkan keluar dari UE hanya dalam tiga pekan lagi, Menteri Keuangan Paschal Donohoe, bulan lalu mengambil keputusan untuk mengambil langkah mengantisipasi keadaan terburuk. Donohoe menginginkan Irlandia menghindari perluasan pemotongan pajak serta peningkatan pengeluaran dalam beberapa tahun terakhir ini agar dapat menyisihkan dana bagi dunia usaha.
Irlandia dianggap paling rentan di antara para anggota UE dalam wacana Brexit karena negara itu memiliki hubungan perdagangan erat dan berbagi perbatasan darat dengan Inggris Raya. Pemerintah Irlandia telah memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi bisa nyaris terhenti tahun depan, menyebabkan 80.000 orang bisa kehilangan pekerjaan jika Inggris keluar dari UE.
“Pemisahan tanpa kesepakatan akan memunculkan goncangan besar pada perekonomian pedesaan. Kalangan yang paling rentan kehilangan pekerjaan adalah mereka yang tinggal di daerah-daerah yang peluangnya lebih sedikit, kurang lapangan pekerjaan yang layak serta pendapatan yang rendah,” pungkas kepala ekonomi Irish Business and Employers Confederation’s (IBEC), Gerard Brady. SB/AFP/Ant/I-1