ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Hari sudah beranjak siang, Sabtu 27/12018. Cuaca langit tidak secerah seperti hari biasa. Kilauan mentari tidak terlalu menyengat dikarenakan terhalang gumpalan awan yang memancarkan kehangatan. Nyanyian suara burung di belantara hutan saling sahut menyahut bagaikan relaksasi yang membawa ketenangan.
Sejumlah petani berteduh dalam gubuk ladang dan persawahan miliknya. Sekali-sekali terdengar canda tawa takkala bercengkerama satu sama lain. Disini, suasana kehidupan pedesaan masih kental terasa.
Secara demografis, wilayah Peukan Bada, Aceh Besar ini mencakup wilayah daratan dan pesisir pantai. Di sepanjang lintasan menuju Kabupaten yang terletak di ujung pulau Sumatera ini, terlihat bentangan pematangan sawah yang dipagari dengan perbukitan curam dan terjal di sebelah kiri dan lautan biru di sebelah kanan.
Salah satu destinasi wisata yang cukup memanjakan mata adalah pesona waduk Lambadeuk. Disini, pegunjungan akan disuguhkan dan sekaligus langsung menikmati panorama keindahan waduk yang kerab disebut Embung Lambadeuk dengan berlatar belakang perbukitan Tuan Di Kala.
Saat cuaca cerah, hijaunya perbukitan Tuan Di Kala yang terletak di sebelah barat waduk bakal memantul jelas di permukaan air. Desauan angin yang bertiup dari arah bukit terasa rileks dan teduh sejenak takkala menikmati kenenangan yang ditawarkan. Waduk yang dibangun pasca tsunami ini diapit oleh bukit-bukit kecil, sehingga cocok dijadikan lokasi berburu gambar bagi para pencinta fotografi.
Jika berada tepat di pinggiran waduk, pengunjung akan juga bisa melihat panorama keindahan lautan yang membentang ibarat permadani biru. Begitu juga jika musim penghujan tiba, volume air waduk yang menelan dana lebih dari Rp 33 miliar ini begitu melimpah.
Menurut penuturan T. Razali, warga gampong Lambadeuk, tampungan air waduk yang dibangun sejak tahun 2008 ini nantinya digunakan sebagai sarana air bersih dan sumber sumber air sawah bagi petani. Disinilah sumber air bersih dan sekaligus digunakan untuk mengairi persawahan dan tambak warga setempat.
“Air waduk ini digunakan oleh warga mulai dari desa Lambadeuk, Lambaro, Lampageu hingga Lamguron,” ujar T. Razali kepada aceHTrend.
T. Razali menuturkan, meskipun waduk Embung Lambadeuk ini menyuguhkan potensi keindahan, namun para pengunjung tidak diperkenankan bebas mengunjungi tempat ini. Pasalnya, warga setempat sudah memberlakukan aturan khusus dengan cara membatasi arus pengunjung ke daerah tersebut. Adapun aturan yang dibatasi diantara para pengunjung muda-mudi yang belum berstatus suami-istri yang sah.
“Yang kami batasi itu adalah bagi pasangan muda mudi non muhrim dilarang kemari. Aturan ini kami terapkan disini untuk menghindari hal-hal yang menjurus ke arah maksiat. Lagipula di tengah waduk ini terdapat makam ulama yang mana masyarakat disini memanggil sebutan “Tuan Di Kala”. Jadi, kalau ada pengunjung yang kemari silahkan saja, asalkan tujuan mereka kemari tidak bersuka ria dan tidak menjurus ke hal-hal yang mengundang maksiat,” ujar T.Razali.[]
Komentar