Jika pemerimtah ingin mempercepat pembangunan PLTSa, maka semua sektor harus bergerak mendukungnya.
JAKARTA – Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia dinilai sangat potensial untuk mengatasi dua persoalan penting sekaligus, yakni masalah lingkungan dan energi.
“Potensinya cukup besar karena sampah pada dasarnya adalah bagian dari aktivitas kehidupan. Setiap kegiatan menyisakan sampah, dan kemudian jadi masalah lingkungan,” ujar pakar konversi energi dari ITS Surabaya, Bambang Sudarmanta, ketika dihubungi, Rabu (17/7).
Setelah diteliti, lanjut dia, sampah ternyata memiliki kandungan energi, dan jika diolah serta dimanfaatkan dapat menjadi energi listrik. Dengan demikian, jika dikembangkan, tidak hanya mengurangi dampak lingkungan dari sampah, tapi juga bisa menjadi jalan keluar dari krisis energi yang makin hari makin nyata. Sampah adalah salah satu bentuk renewable energy atau energi terbarukan.
“Memang ada kendala, seperti hitung-hitungan harga listrik dengan PLN. Tapi mestinya kalau berbasis limbah dan dihitung dengan benar pasti menguntungkan. Bahkan, dari proses ini akan menjadi penggerak ekonomi baru, penampungan sampah itu sama dengan mendapat uang,” papar dia.
Selain itu, ungkap Bambang, juga ada kendala teknis lainnya, yakni jenis sampah variannya sangat lebar, mulai yang sangat basah sampai yang paling kering, sehingga kandungan energinya heterogen.
“Untuk menghomogenkan kadar energi perlu langkah pre-treatment, dicacah, di-blending, dikeringkan, lalu dibentuk pelet. Ini memerlukan kegiatan dan peralatan tambahan. Kalau dikelola juga akan menjadi sumber pendapatan baru,” jelas dia.
Menurut Bambang, ITS sudah melakukan kegiatan tersebut menggunakan teknologi Gasifikasi, yakni konversi thermal sampah. “Sampah diubah menjadi gas sintesis yang kemudian gas itu digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik.”
Sebelumnya dikabarkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik keras penanganan pembangunan PLTSa yang sudah enam kali dibahas di dalam rapat terbatas (ratas), bahkan sejak dirinya menjadi Wali Kota dan Gubernur sudah menyampaikan hal tersebut. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada perkembangan.
“Sampai sekarang, sampai hari ini (kemarin) saya belum mendengar ada progres yang sudah nyala dan sudah jadi,” kata Presiden Jokowi, Selasa (16/7).
Banyak Proses
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyebutkan persoalan utama yang menghambat pengembangan PLTSa di Indonesia adalah banyak proses yang harus dilalui untuk membangun pembangkit itu.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan hanya menyelesaikan satu masalah, bukan keseluruhan problem yang menyandera pengembangan PLTSa.
“Yang diselesaikan oleh Perpres ini hanya aspek biaya pengelolaan sampah atau tipping fee. Di sisi lain, masih banyak aspek lain yang tingkat kerumitannya cukup signifikan. Itu belum diselesaikan hingga saat ini,” tegas dia.
Misalnya, lanjut Fabby, masalah proses di Pemda tidak mudah, belum lagi jika membahas kesanggupan Pemda menyiapkan volume sampah sesuai dengan kebutuhan pembangkit.
Selain di tingkat Pemda, kerumitan lainnya dalam urusan penjualan listrik atau power purchase agreement (PPA) dengan PLN. “Artinya, jika pemerimtah mau percepat pembangunan PLTSa, semua sektor harus bergerak. Jika tidak bisa diselesaikan secara bertahap, minimal proses yang disederhanakan saja,” tegas Fabby.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) akan mengusulkan sejumlah daerah sebagai lokasi pembangunan PLTSa. Usulan itu menindaklanjuti rencana pemerintah pusat membangun PLTSa pertama di Indonesia yang berlokasi di Surabaya.
“Sidoarjo mendesak untuk segera dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, karena timbunan sampah di Sidoarjo sudah lebih dari seribu ton per hari. Beberapa lokasi lain juga kita kaji, seperti Malang, Lamongan, Pasuruan, Jember, dan Gresik,” kata Wagub Jatim, Emil Dardak, di Surabaya, Rabu.
Dia menambahkan, teknologi pemusnahan sampah insinerator bukanlah teknologi yang murah. Untuk mendorong rencana itu, pemerintah pusat telah memberikan insentif harga yang menarik untuk PLN. Pembangunan PLTSa di Sidoarjo akan dilakukan setelah PLTSa di Surabaya berjalan. SB/ers/WP