in

Politik Uang dan Ujaran Kebencian Pemicu Kerawanan

Memasuki tahun politik 2018, segala macam potensi kerawanan pemilu perlu dideteksi agar potensi pelanggaran pemilu bisa diminimalisasi bahkan dihentikan.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang khusus mengawasi penyelenggaraan pemilu dirasa harus bertanggung jawab mengatasi hal ini. Untuk mengupas hal itu, Koran Jakarta mewawancarai anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, di Jakarta, Senin (1/1). Berikut petikannya.

Ini kan sudah memasuki tahun politik di mana akan diadakan Pilkada Serentak pada 27 Juni nanti. Bagaimana Bawaslu melakukan pemetaan terhadap potensi pelanggaran?

Ya, Bawaslu kan sudah melakukan pemetaan dengan mengeluarkan Indeks Kerawanan Pemilu pada awal Desember 2017 lalu. Dari situ terlihat faktor pemicu kerawanan tinggi di beberapa daerah berupa politik uang,

keberpihakan petugas penyelenggara, kontestasi antarcalon, pemenuhan hak pilih warga, netralitas ASN dan TNI/ Polri, penggunaan media sosial yang digunakan oknum untuk menebar isu kebencian, dan penggunaan politik identitas.

Bawaslu pun sudah meminta kepada pihak stakeholder semisal, Kemendagri, Kepolisian, dan BIN untuk melakukan deteksi dini, terutama di daerah-daerah yang indeks kerawanannya tinggi.

Persoalan pelanggaran pemilu di akar rumput bisa menimbulkan perpecahan, apa pendapat Anda?

Nah, itulah perlunya pendidikan kepemiluan baik di parpol, penyelenggara pemilu maupun masyarakat itu sendiri agar masyarakat paham bahwa pemilu adalah bagian dari demokrasi. Yang terpilih adalah pilihan rakyat, tidak perlu lah berbuat hal-hal yang menimbulkan perpecahan.

Pelanggaran seperti apa yang paling berpotensi terjadi dalam pilkada nanti?

Isu SARA masih akan dimainkan dalam Pilkada 2018. Hal ini bisa leluasa terjadi karena masih rendahnya penegakkan hukum terhadap pelaku isu SARA. Kalau isu SARA masih terus terjadi, tidak baik untuk proses demokrasi ke depannya.

Apa isu SARA masih akan dijadikan konsumsi oknum dalam pilkada nanti?

Jelas itu sih, malah di 17 Provinsi yang menyelenggarakan pilkada semua berpotensi terjadi politik identitas apalagi SARA. Isu SARA inilah yang paling berbahaya dibanding tindakan pelanggaran lainnya. Karena isu SARA tidak hanya terjadi sebelum pemilu, bahkan terus berlanjut pascapemilu sehingga menimbulkan perpecahan.

Daerah mana saja yang paling rawan terjadi konflik dan masuk dalam IKP Bawaslu?

Masih Provinsi Papua, Maluku, dan Kalimantan Barat. Provinsi Papua mendapatkan perhatian khusus mengingat ada satu pilkada provinsi dan tiga pilkada kabupaten yang dianggap mempunyai kerawanan tinggi. Tiga Kabupaten di Papua yang rawan dan berpotensi terjadi konflik, yaitu Mimika (Papua), Paniai (Papua), Jayawijaya (Papua).

Tentang Panwascam yang tewas di Banjarnegara, apakah ini dari bentuk belum adanya pengamanan terhadap Panwascam?

Sejujurnya, info yang kami (Bawaslu) dapat, itu hanya masalah pribadi yang bersangkutan. Bawaslu tidak akan mencampuri itu.

Tetapi yang pasti, pengamanan panwas itu tidak bisa dilakukan selama tahapan pemilu karena Bawaslu sebagai pengawas pemilu hanya bisa bekerja sama dengan penegak hukum dan baru bisa menindak apabila ada laporan yang terjadi saja.

Harapan Anda untuk pilkada bersih?

Masyarakat menaruh harapan besar supaya pelaksanaan pilkada serentak akan membawa perbaikan dalam praktik politik pemerintahan di tingkat lokal.

Tidak ada lagi tindakan-tindakan yang dapat memecah belah persatuan. Perlu kerja keras tidak hanya penyelenggara pemilu, tetapi peserta pemilu dan masyarakat harus bersatu menyukseskan Pilkada 2018. rama agusta/AR-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Tahun Baru dalam perspektif Islam dan Pendidikan

Mematikan Handphone di Bioskop