Hasil survei menunjukkan pelaku kekerasan seksual kepada anak mayoritas dilakukan oleh laki-laki dengan rata-rata usia 16 tahun.
JAKARTA – Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi anak melakukan kekerasan seksual kepada anak.
Faktor tersebut adalah pornografi (43 persen), pengaruh teman (33 persen), pengaruh narkoba/obat (11 persen),
pengaruh historis pernah menjadi korban atau trauma masa kecil (10 persen) dan pengaruh keluarga (10 persen).
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, mengungkapkan saat konferensi pers hasil penelitian tentang kekerasan seksual terhadap anak, di Jakarta, Kamis (30/11).
Penelitian tersebut dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta (B2P3KS)
bekerja sama dengan End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia.
Kofifah menjelaskan penelitian dilakukan di lima wilayah yakni Jakarta Timur, Magelang, Yogyakarta, Mataram, dan Makassar.
Penelitian dengan metode wawancara mendalam dilakukan terhadap 49 anak yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak, orang tua, guru, kepala panti, pekerja sosial, dan stakeholder.
“Saya ke Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) yang ada di bawah koordinasi Kemensos di sejumlah daerah di Indonesia.
Secara terpisah, saya bertemu korban dan pelaku. Hasilnya lebih dari 50 persen kasus kekerasan seksual anak dilakukan oleh anak.
Maka, saya minta agar dilakukan penelitian. Kenapa mereka sampai ketagihan, bahkan sampai melakukan kekerasan dan pemaksaan,” ungkap Khofifah.
Hasil penelitian, lanjut Mensos, juga menunjukkan pelaku kekerasan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dengan rata-rata usia 16 tahun. Kekerasan seksual dilakukan oleh pelaku melalui melalui paksaan (67 persen).
Sementara itu, bentuk kekerasan yang dilakukan berupa sentuhan/rabaan organ sensitif (30 persen) hingga hubungan badan (26 persen). Mayoritas pelaku masih tinggal dengan orang tua (61,22 persen).
Tempat terjadinya kekerasan seksual di antaranya di rumah teman (30,56 persen) dan di rumah korban (19,44 persen). Mayoritas pelaku dan korban telah saling kenal (87 persen).
Korban kekerasan seksual anak terungkap bahwa rentang usia mereka adalah 5–17 tahun. Karakteristik korban sebanyak 35,44 persen bersifat pendiam, cengeng dan pemalu.
Sebanyak 24,05 persen bersifat hiperaktif dan bandel, dan sebanyak 13,92 persen senang berpakaian minim.
“Dari sisi karakteristik sosial ekonomi keluarga, baik pelaku maupun korban menunjukkan bahwa 55 persen merupakan keluarga yang didampingi dua orang tua dan 45 persen merupakan keluarga cerai/meninggal,” terang Khofifah.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, mengatakan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan semakin meningkat. Pada 2016, kekerasan terhadap perempuan mencapai 24 juta jiwa.
Sementara angka kekerasan terhadap anak masih belum tercatat secara detail. “Karena itu, kami akan melakukan survei secara besar-besaran pada 2018,” katanya.
Komitmen Bersama
Mensos mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai ikhtiar dari regulasi dan eksekusinya.
Dari sisi regulasi sudah ada revisi UU Perlindungan Anak sampai dua kali, yakni UU Nomor 23 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 35 Tahun 2014.
“Berbagai layanan pun sudah kita lakukan, tetapi dinamika masalah sosial terkait kekerasan terhadap anak sangat variatif sehingga kita harus maksimalkan langkah preventif dan penanganan yang lebih sistemik apalagi jika pelakunya anak agar dapat ditangani semaksimal mungkin,” tuturnya.
Ia menambahkan, Kementerian Sosial telah berikhtiar antara lain melalui Panti Handayani, di Jakarta, yang menerima rujukan dari pemerintah dan masyarakat serta memberikan layanan konseling serta trauma healing berstandar kepada anak. cit/E-3