“Pemerintah Indonesia sejak tahun lalu berupaya mewujudkan tujuan SDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019.”
Itulah tekad Presiden Jokowi saat membuka acara The 17th Assembly Meeting of International Organization of Supreme Audit Institutions Working Group on Environmental Auditing (INTOSAI WGEA) di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 25 Oktober 2016.
INTOSAI WGEA ini merupakan kelompok kerja yang mengaudit lingkungan terkait dengan manajemen hutan, kebakaran hutan, serta pengelolaan pertambangan. Di Indonesia pemeriksaaan lingkungan tentu berdasar pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dalam praktiknya dibantu teknologi geo spasial, seperti Geographical Information System (GIS) dan Global Positioning System (GPS).
Selain itu, kelompok kerja ini memeriksa kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) dengan cara mengembangkan infrastruktur oseanografi yang memantau dan menjaga perairan Indonesia terhadap pencurian ikan. Dengan alat yang disebut VMS (Vessel Monitoring System) serta pantauan satelit maka dapat diketahui kapal-kapal mana saja yang menangkap ikan secara ilegal.
Meski demikian keberhasilan INTOSAI WGEA dalam rangka mendukung SDGs terhadap optimalisasi pemeriksaan kerusakan lingkungan di Indonesia, sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas auditor lingkungan BPK yang berkelas internasional.
Sustainable Development Goals (SDGs) adalah pengganti Millennium Development Goals (MDGs) yang merupakan sasaran pembangunan bersama negara-negara hingga tahun 2030. Anggota yang berjumlah 193 negara telah berkomitmen dan berupaya mewujudkan konsep SDGs dengan 17 tujuannya yang ditetapkan PBB sejak 21 Oktober 2015.
Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini bila dicermati sesungguhnya sejalan dengan Sembilan Tujuan /Nawacita pemerintahan Jokowi-JK yang terimplementasi kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Memang belum sepenuhnya tercapai, tetapi progres ke arah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kurun waktu 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK ini telah menunjukkan capaian yang menggembirakan. Misalnya pencegahan maupun penindakan hukum terhadap pengelolaan hutan yang asal-asalan, pembakar hutan, serta pengelola pertambangan yang nakal. Demikian juga untuk sektor perikanan kelautan telah dilakukan sanksi pelanggaran, bahkan secara ekstrem menenggelamkan 115 kapal ilegal penangkap ikan diperairan Indonesia yang merugikan nelayan dan juga merusak ekosistem kehidupan bawah laut.
Pemerintah berupaya menjaga bio-diversitas laut, dimana praktik illegal fishing diperangi guna menjaga dan melindungi sumber daya maritim Indonesia. Menegakkan hukum tanpa pandang bulu itulah yang menjadi tekad Presiden Jokowi agar bisa membawa Indonesia untuk melompat sejajar dengan negara maju lainnya. Meski demikian Jokowi juga telah menggunakan haknya sebagai Presiden dalam pemberian grasi dan pengampunan kepada WNI maupun WNA.
Sederetan upaya dan kerja yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK kurun waktu 2 tahun ini nampaknya berdampak secara positif terhadap menurunya angka kemiskinan di Indonesia hingga 0,36%. Selain itu indeks kesehatan meningkat 0,82% dan indeks standard hidup layak juga meningkat 0,75%, demikian juga indeks pendidikan meningkat 0,82%. Terhadap ekonomi inklusif, jurus atau terobosan 13 paket kebijakan ekonomi dan 204 deregulasi membuat ekonomi mengalami pertumbuhan hingga 5,04% dan kesenjangan menurun di indeks 0,397.
Pembangunan tentu untuk membawa kesejahteraan bagi rakyat. Namun tidak jarang pembangunan berdampak pada kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam, hingga munculnya emisi gas rumah kaca, polusi, sampah, kerusakan flora dan fauna, serta pengggundulan hutan. Sebagai akibat selanjutnya muncul isu-isu lingkungan, seperti bencana alam, banjir, atau kekeringan. Padahal menjaga keberlangsungan ekosistem adalah penting guna menjamin kualitas kehidupan masyarakat dan generasi mendatang.
Bahwa kerusakan lingkungan telah menjadi perhatian masyarakat dunia karena itu setiap negara dituntut serius menjaga eksistensi lingkungan demi mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang telah menjadi komitmen untuk bersama-sama diwujudkan. Namun demikian, kondisi disetiap negara anggota tidaklah sama karena itu Pembangunan Berkelanjutan ini harus sesuai dengan kondisi/kearifan lokal di suatu negara anggota dalam rangka menuju pencapaian SDGs itu sendiri.
Dalam acara mengumpulkan kelompok kerja audit lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan se-dunia ini, Presiden Jokowi mengajak Supreme Audit Institutions (SAI) sedunia untuk meningkatkan partisipasi dan peran aktif, khususnya dalam meningkatkan kualitas sistem pengawasan, sistem data, dan sistem informasi dalam membantu pemerintah di masing-masing negara untuk mewujudkan Sustainable Development Goals.