JAKARTA – Kabar burung soal 10 juta atau lebih pekerja ilegal yang menyusup melalui kebijakan Bebas VISA Kunjungan wisata ke Indonesia ditepis langsung oleh Presiden Joko Widodo. “Sepuluh juta itu adalah turis yang kita harapkan dari Tiongkok untuk bisa masuk ke Indonesia,” tegas Presiden Joko Widodo yang sejak awal sudah menyadari bahwa tema wisman Tiongkok itu berpotensi diplesetkan melalui media sosial.
Pertanyaan tegas Presiden Jokowi itu disampaikan hari Jumat, 23 Desember 2016, dalam acara Deklarasi Pemagangan Nasional di kawasan Karawang International Industrial City (KIIC), Jawa Barat. Mantan Gubernur DKI itu betul-betul ingin meluruskan isu miring yang memviral, yang bisa membelokkan fakta dan persepsi publik. Tentu, kata-kata presiden itu diharapkan segera mengakhiri rumor seputar tenaga kerja ilegal itu.
Statemen tegas Presiden Jokowi itu juga sekaligus menjadi jawaban, mengapa tiba-tiba menyebut: “Jangan diplesetkan ya! Ini turis. Bukan tenaga kerja!” Saat presiden sosialisasi Tax Amnesty Periode II di Hotel Clarion Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat petang, 25 November 2016 lalu. Satu bulan yang lalu, Presiden Jokowi sudah memberi “tekanan” pada istilah turis asal China, karena kata-kata itu bisa dipelintir, diputarbalik, sehingga menimbulkan kesan yang tidak seragam di masyarakat.
Turis dan tenaga kerja, secata fundamental jauh berbeda. Wisatawan mancanegara itu datang untuk membelanjakan uangnya, karena itu dihitung lenght of time dan spending of money-nya. Pekerja pendekatannya beda, mereka datang untuk mencari uang.
Saat itu, di Makassar, Presiden Jokowi melihat ada peluang menarik, wisatawan dari Tiongkok yang mencapai 150 juta turis per tahun yang mayoritas bepergian atau outbond ke Amerika Serikat dan Eropa. Karena itu, Presiden menargetkan 10 juta wisatawan dari Negeri Tirai Bambu itu untuk inbond ke Indonesia.
Concern Presiden Jokowi di sektor pariwisata memang luar biasa. Wong Solo ini juga pernah menyampaikan soal 10 juta wisman itu secara lisan ke Presiden Xi Jin Ping saat menghadiri Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) dan kunjungan kenegaraan ke Istana Merdeka.
Inilah kata-kata Presiden Jokowi di Makassar kala itu. “Saya minta khusus dari Tiongkok 10 juta. Sudah tanda tangan tinggal siapkan pesawatnya dari sana ke sini. Kalau pesawatnya datang sudah 20 juta rampung. Tapi jangan diplesetkan, itu turis! Yang dari Tiongkok itu turis. Tenaga kerja Tiongkok di tanah air ada 14 ribu. Jangan diplesetkan lah,” ujar Presiden Jokowi.
Statemen presiden itu semakin mempertegas bahwa desas-desus tenaga kerja China itu hoax alias tidak benar. Indonesia sendiri memang sedang gencar-gencarnya menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan negara. Tak heran, sejumlah langkah terus dikebut pemerintah untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing ke Indonesia. Menilik ke belakang, langkah tersebut sebenarnya telah diusahakan sejak kunjungan Presiden ke Tiongkok pada Maret 2015 silam. Saat itu Presiden Joko Widodo di antaranya membahas mengenai kerja sama pariwisata dengan berharap agar terjadi peningkatan jumlah wisatawan Tiongkok ke Indonesia.
Meski demikian, hal tersebut diakui Presiden bukanlah hal yang mudah. Sebab, Indonesia harus berkompetisi dengan negara-negara lainnya untuk mendatangkan wisatawan asing tersebut. Presiden juga menekankan bahwa upaya tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan ketenagakerjaan.
“Itu jadi rebutan. Nomor satu sekarang dalam perebutan turis dari Tiongkok itu ialah Amerika karena bisa merebut 150 juta turis Tiongkok. Nomor dua adalah Uni Eropa. Ini urusannya adalah turisme, bukan tenaga kerja,” lanjut Presiden.
Menpar Arief Yahya menambahkan, jika kita tidak mau, maka negara-negara lain yang akan mengambil manfaat dari outbond China. Australia dan New Zealand pun gencar mempromosikan destinasi wisatanya di China. “Mereka berlomba-lomba menjaring wisman Tiongkok! Kita juga bersaing dengan mereka,” jelas Arief Yahya.
Menpar Arief juga pernah membahas khusus akses Aussie-Bali-China bersama Minister for Tourism and International Education and Minister Assisting the Minister for Trade and Investment Australia, Senator the Honorary Richard Colbeck di Sydney. Semua negara di Eropa saat ini dibanjiri wisatawan Tiongkok. Pun juga di Jepang, Korea, Hongkong, bahkan Taiwan.
“Di Thailand, rival profesional Indonesia sangat cerdas menarik wisatawan Tiongkok. Tahun 2015 sudah tembus 8 juta, tahun 2016 ini diperkirakan 10 juta orang Tiongkok ke Thailand. Bagaimana dengan kita? Tahun 2015 hanya 1,14 juta, tahun 2016 sampai dengan Oktober, baru 1,2 juta. Tidak akan sampai di angka 10 juta tahun ini,” jelas Arief Yahya.
Arief Yahya selalu menggunakan benchmark untuk melihat seberapa sukses program yang sudah dilakukan Kemenpar. Jumlah Wisman China yang ke Jepang 2015: 5 juta atau tumbuh 107,28%. Jumlah Wisman China ke Malaysia 2015: 1.8 juta atau tumbuh 4,0%. Jumlah Wisman China ke Thailand 2015: 8 juta atau tumbuh 71,14%. Wisman China ke Singapore 2015: 2.1 juta atau tumbuh 22,28%
Karena itu, Presiden juga mempertanyakan hitungan sepuluh juta tenaga kerja Tiongkok yang masuk ke Indonesia itu darimana? Karena berdasarkan data resmi pemerintah, tenaga kerja dari Tiongkok sampai dengan saat ini hanya berada pada angka 21 ribu orang.
“Jangan ditambahkan nol terlalu banyak. Saya kira tenaga kerja kita yang ada di Malaysia lebih dari 2 juta orang, yang ada di Saudi lebih dari 1 juta orang, yang ada di Hong Kong 153 ribu orang, yang ada di Thailand 200 ribu orang. Negara mereka welcome dan biasa-biasa saja,” tekannya.
Selain itu, Kepala Negara juga tak habis pikir bahwa desas-desus tersebut dapat terus berkembang. Bila ditelisik lebih lanjut, pendapatan yang para tenaga kerja asing dapatkan akan lebih kecil bila sekarang ini bekerja di Indonesia dibanding dengan negara asal atau negara-negara lainnya.
“Tetapi di kita logikanya tidak mungkin tenaga kerja dari luar, misalnya dari Hong Kong atau dari Eropa dan Amerika, masuk. Tidak mungkin, karena yang jelas gaji mereka di sana lebih besar daripada di kita. Kita harus bicara apa adanya,” ucap Presiden.
Seusai acara, Presiden Joko Widodo menanggapi pertanyaan sejumlah jurnalis mengenai isu masuknya tenaga kerja ilegal yang disinyalir menggunakan kebijakan bebas visa. Presiden sekali lagi menyebut bahwa hal tersebut hanyalah berlaku untuk kepentingan turisme, bukan untuk kepentingan pekerjaan.
“Itu untuk turis, kalau ada yang ilegal ya tugasnya imigrasi dan Kemenaker untuk menindak,” terangnya.
Terkait dengan evaluasi kebijakan bebas visa, Presiden meyakini bahwa Kementerian Luar Negeri telah mengantisipasi segala kemungkinan. Kebijakan bebas visa untuk kunjungan turis Tiongkok dan sejumlah negara lainnya sebelumnya telah diberlakukan pada pertengahan tahun 2015 lalu. Kebijakan itu sendiri diterapkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan industri pariwisata nasional.
“Kementerian Luar Negeri sudah melihat hal-hal seperti itu. Pasti dievaluasi mana yang membahayakan, mana yang tidak produktif, mana yang harus ditutup, atau mana yang harus diberikan yang baru untuk bebas visa nya. Saya kira semua negara seperti itu,” ucap Presiden.
Untuk diketahui, industri pariwisata nasional saat ini tumbuh cukup baik. Sepanjang bulan Juli lalu misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rekor tertinggi kunjungan wisatawan sepanjang sejarah pariwisata Indonesia. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada bulan tersebut mencapai 1,03 juta kunjungan.
“Ini merupakan sejarah baru untuk jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, merupakan yang tertinggi dan melewati satu juta kunjungan dalam waktu satu bulan,” terang Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo, dalam jumpa pers di Jakarta, pada awal September lalu.
Jumlah tersebut naik 17,68 persen dibandingkan Juli tahun lalu yang hanya berada pada angka 877.584 kunjungan. Bahkan, jika dibandingkan bulan sebelumnya pada Juni lalu, jumlah kunjungan wisatawan asing meningkat sebesar 20,42 persen.(*)