JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas melalui telekonferensi di Istana Merdeka Jakarta, Senin (14/9), kembali meminta jajarannya mempercepat distribusi seluruh bantuan sosial langsung tunai kepada masyarakat untuk meningkatkan daya beli terutama pada kuartal III-2020.
“Kita masih punya waktu sampai akhir September 2020 untuk meningkatkan daya ungkit kita, meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan konsumsi rumah tangga dalam kuartal ketiga ini. Karena itu, saya minta seluruh program insentif yang sifatnya cash transfer agar benar-benar diperhatikan, dipercepat,” kata Presiden.
Menurut Presiden, kuartal III merupakan momentum pemulihan ekonomi sekaligus kesempatan Indonesia untuk menghindari fase resesi ekonomi setelah pada kuartal II lalu ekonomi terkoreksi hingga 5,32 persen. Jika ekonomi kembali negatif di kuartal III 2020, Indonesia memasuki fase resesi.
Beberapa bantuan sosial yang diberikan pemerintah selama enam bulan masa pandemi Covid-19, antara lain bantuan sembako, bantuan sosial tunai, dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa yang merupakan pengalihan sebagian anggaran kepada keluarga penerima manfaat (KPM).
Selain itu, juga ada bantuan diskon hingga penggratisan tarif listrik, subsidi melalui Kartu Prakerja, bantuan subsidi gaji kepada pekerja dengan gaji di bawah lima juta rupiah, dan Bantuan Presiden (Banpres) Produktif kepada usaha mikro kecil sebesar 2,4 juta rupiah.
Menanggapi permintaan Presiden itu, Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan dalam jangka pendek, cara efekif yang harus digunakan pemerintah untuk mengantisipasi resesi adalah dengan penyaluran berbagai stimulus.
“Dalam jangka pendek penting mendorong perekonomian dengan menjaga konsumsi masyarakat, karena sekitar 57 persen ekonomi Indonesia disokong oleh konsumsi. Kalau bisa terjaga bantuan ke UMKM, karyawan bergaji rendah dan lainnya akan lumayan. Dampak resesi tidak akan sedalam Singapura yang sangat bergantung pada ekspor,” kata Imron.
Namun demikian, perlu dipastikan agar stimulus tersebut bisa cepat tersalur, dan tepat sasaran. Pemerintah harus mengontrol itu supaya output-nya terasa. Dalam jangka panjang, baru pemerintah mesti menarik investasi sebanyak-banyaknya.
“Kita bisa memanfaatkan tren perusahaan-perusahaan besar yang ingin relokasi dari Tiongkok. Untuk itu, perlu berbagai stimulus kebijakan, keringanan pajak, serta memperbaiki kepastian hukum, dan memangkas ekonomi biaya tinggi,” kata Imron.
Sementara itu, Ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean, mengatakan secara teknikal Indonesia sudah mengalami resesi sejak kuartal kedua karena pertumbuhan ekonomi turun dua kuartal berturut-turut, meskipun secara tahunan masih tumbuh positif. n SB/ers/E-9