Jam kerja aparatur sipil negara (ASN), polisi, dan tentara akan didiskon selama bulan puasa. Biasanya mereka bekerja 37,5 jam dalam sepekan. Selama puasa jam kerja tinggal 32,5 jam. Pengaturan itu berlaku pada hari pertama puasa yang diperkirakan jatuh pada 25 Mei.
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) telah mengirimkan surat edaran tentang pengaturan jam kerja itu ke seluruh instansi, kemarin (17/5). Mulai dari kementerian, lembaga pemerintah, Polri, TNI, gubernur, hingga wali kota/bupati.
Pengurangan jam kerja itu memang membuat para pegawai bisa pulang lebih cepat. Bila sebelumnya mereka baru pulang pukul 16.00, maka saat puasa pukul 15.00 sudah bisa pulang. Itu berlaku untuk pegawai yang menganut sistem lima hari kerja. Bagi yang enam hari kerja lebih cepat lagi. Mereka sudah bisa meninggalkan meja kerja pada pukul 14.00.
Sedangkan untuk Jumat ada pengaturan baru boleh pulang kerja pukul 15.30 bagi mereka yang lima hari kerja. Sedangkan yang enam hari kerja bisa meninggalkan kantor pukul 14.30.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kemen PAN RB Herman Suryatman menuturkan, surat edaran tersebut ditujukan untuk memberikan waktu yang lebih banyak bagi pegawai muslim untuk menjaga kualitas ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Tapi, tentu tidak mengabaikan tugas dalam pelayanan publik pada masyarakat. “Pelayanan harus tetap terjaga dengan baik,” ujar dia kemarin (17/5). Dia menuturkan, pengaturan yang lebih detail diserahkan kepada pimpinan masing-masing lembaga, kementerian, polisi, TNI, atau pemerintah daerah.
Misalnya untuk pengaturan di kantor-kantor pelayanan umum seperti rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), kantor pemadam kebakaran dan kantor polisi. “Tentu yang sistem shift ada pengaturan sendiri diserahkan ke masing-masing instansi. Tapi sehari perhitungannya 6,5 jam,” kata dia.
Dia menuturkan acuan perubahan jam kerja itu berlaku efektif pada awal puasa. Memang saat ini belum ada ketetapan resmi dari pemerintah tentang awal puasa. “Nunggu penetapan hari pertama puasa,” tambah Herman.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Robert Endi Jaweng menuturkan, pengurangan jam kerja yang telah diatur oleh kementerian itu jangan sampai dipotong lagi oleh para pegawai. Misalnya, menambah jam istrirahat dengan tidak segera balik ke meja kerja. Contohnya, melanjutkan tidur siang setelah istirahat. “Jangan potong lagi jam kerjanya dengan tidur,” ujar dia.
Direktur eksekutif Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah itu menuturkan dengan pemotongan jam kerja tentu berkurang pula jam pelayanan bagi masyarakat. Dia berharap kualitas pelayanan tidak berkurang meskipun kuantitas pelayanan tentu berkurang.
“Biasanya bisa sepuluh orang tapi berkurang jadi delapan orang. Nah yang delapan ini jangan harus dengan standar yang setidaknya sama,” tambah dia. (*)
LOGIN untuk mengomentari.