in

Ramadhan Melatih Kesabaran

Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.”

Sabar adalah inti ajaran Islam dan iman. Bersabar artinya mengendalikan dan memaksa nafsu untuk melaksanakan ketentuan syariat. Sabar adalah saudara dari syukur, karena syukur tidak akan sempurna tanpa kesabaran. Barangsiapa yang bersabar, maka ia telah bersyukur atas nikmat Allah SWT yang dikaruniakan kepadanya. Jika kepentingan nafsu dan agama saling bertentangan kemudian kita mengutamakan kepentingan agama, maka berarti kita telah mewujudkan maqom (kedudukan) sabar.

Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab mengatakan, “Qutila fulan shabran” (artinya si polan dibunuh dalam keadaan “shabr”) yaitu tatkala dia berada dalam tahanan atau sedang diikat lalu dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Demikianlah inti makna kesabaran yang dipakai dalam pengertian syar’i. 

Menurut istilah syari’at sabar artinya menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.

Menurut Imam Ahmad, kata shabr di dalam Al Quran disebutkan dalam 90 lebih tempat. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat, serta tidak sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin mengatakan bahwa sabar itu terbagi menjadi tiga macam: Pertama, bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Kedua, bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah. Ketiga, bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain.

Sabar dalam Ketaatan

Sabar dalam ketaatan merupakan kemampuan mengendalikan diri untuk selalu menjaga ketaatan kepada Allah SWT. Dalam menjalankan ketaatan terhadap perintah Allah SWT banyak rintangan dan hambatan yang dilalui. Bila semua itu dapat dilewati dengan baik berarti sebagai pertanda sudah memiliki kesabaran. 

Seperti sabar dalam mengamalkan ilmu, menurut Syaikh Nu’man, orang yang ingin beramal dengan ilmunya juga harus bersabar dalam menghadapi gangguan yang ada di hadapannya. Apabila dia melaksanakan ibadah kepada Allah menuruti syariat yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’ wal ahwaa’ yang menghalangi di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak kenal agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.

Begitu pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”

Sabar Menjauhi Maksiat

Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Bersabar menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah, sehingga dia berusaha menjauhi kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan akhirat siap menimpanya apabila dia melakukannya. 

Umat-umat terdahulu binasa karena disebabkan kemaksiatan mereka. Di antara mereka ada yang ditenggelamkan oleh Allah ke dalam lautan, ada pula yang binasa karena disambar petir, ada pula yang dimusnahkan dengan suara yang mengguntur, dan ada juga di antara mereka yang dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada juga di antara mereka yang diubah bentuk fisiknya (dikutuk).”

“Maka masing-masing (mereka itu) kami siksa disebabkan dosanya. Maka di antara mereka ada yang kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al ‘Ankabuut: 40).

Sabar Menerima Takdir

Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya haruslah menjadi suatu kemestian. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta. 

Ramadhan disebut juga sebagai bulan kesabaran, hal itu disebabkan dalam bulan Ramadhan terkumpul seluruh jenis kesabaran; sabar melaksanakan ketaatan kepada Allah, sabar meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya dan sabar dalam menghadapi takdir Allah yang berat (yang dirasakan oleh seorang hamba).

Pertama, di dalam bulan Ramadhan terdapat ibadah puasa, Shalat Tarawih, membaca Al Quran, kebaikan, Ihsan, dermawan, memberi makan, zikir, doa, taubat, istighfar dan selainnya dari berbagai macam ketaatan-ketaatan, dan (semua) ini membutuhkan kesabaran, agar seseorang bisa melakukannya dalam bentuk yang paling sempurna dan paling utama.

Kedua, di dalam bulan Ramadhan terdapat sikap menahan lisan dari dusta, menipu, sia-sia, mencela, mencerca, teriak, debat, menggunjing, mengadu-domba, mencegah anggota tubuh lainnya dari melakukan seluruh kemaksiatan, dan (semua) ini (tertuntut) di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Sedangkan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan ini membutuhkan kesabaran, sehingga seorang hamba sanggup menjaga dirinya agar tidak terjatuh ke dalamnya.

Ketiga, di dalam bulan Ramadhan terdapat sikap meninggalkan makan, minum dan  semua yang terkait dengannya, sedangkan nafsunya menginginkannya. Demikian pula menahan diri dari apa yang Allah bolehkan berupa mengikuti syahwat (yang halal) dan kelezatan (yang mubah), seperti bersetubuh dan pendahuluannya, dan (semua) ini jiwa tidaklah bisa meninggalkannya kecuali dengan kesabaran, maka (kesimpulannya) Ramadhan mencakup seluruh jenis kesabaran.

Salah satu sifat dari orang bertakwa adalah sabar. Puasa secara langsung mengajarkan dan melatih orang untuk sabar. Sabar dari menahan lapar dan haus dari subuh hingga maghrib. Juga sabar menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, menjaga lisan dan perbuatan sia-sia. Sehingga, puasa memiliki posisi strategis untuk melatih seorang muslim mampu bersabar. Diriwayatkan  dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah bersabda: “Puasa itu separuh sabar” (HR. ibnu Majah).

Dengan puasa yang ikhlas dan benar, kita sudah mampu memperoleh separuh dari sabar, separuhnya lagi kita peroleh dengan tetap menjaga ketaatan kepada Allah SWT. Memang menjaga  untuk bisa bersabar itu sangat berat, namun itu semua tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pahala yang sangat besar yang diberikan Allah SWT bagi orang yang sabar, sebagaimana firmanNya, yang artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (TQS. Az Zumar : 10).

Rasulullah SAW telah mencontohkan keindahan kesabaran sebagai teladan bagi umat Islam. Pertama, masih ingatkah kita tentang bagaimana respons beliau saat malaikat penunggu gunung menawarkan agar membinasakan kaum di tha’if yang melemparinya dengan batu setelah menyeru mereka kepada Allah? Beliau menjawab, “Sesungguhnya mereka hanya kaum yang tidak tahu… aku justru berharap keturunan mereka ada yang beriman…”

Kedua, masih ingatkah kita saat beliau setiap hari dicaci oleh pengemis Yahudi buta di pasar sementara beliaulah yang tiap hari menghaluskan makanan pengemis tersebut? Kesabaran yang tiada batas digambarkan dengan sikap kasih dan cinta beliau kepada umat.

Ketiga, saat ajalnya pun yang beliau ingat hanyalah keselamatan umat. Rasa sakit sakaratul maut pun tak membuatnya melupakan umatnya: ummati… ummati… Inilah contoh kesabaran yang luar biasa sebagai pegangan bagi kita semua.

Kesabaran tidak sama dengan pasrah dan menyerah yang didengungkan beberapa “sinetron” aneh. Sabar justru mengajarkan mukmin untuk tetap ada dalam kebaikan dan ikhtiyar selama Allah ridha kepadanya. Akan tetapi, saat hasil yang didapat tidak sesuai dengan effort ikhtiyar, maka sabar jugalah yang mengajarkan bahwa kita harus tetap percaya kepadaNya.

Satu di antara sekian ikatan iman yang ada dalam pribadi seorang muslim adalah pemaknaan mendalamnya nilai-nilai kesabaran. Seorang muslim yakin betul bahwa sabar adalah obat jitu dikala menghadapi musibah dan persoalan yang ada di depan mata. Bahkan dalam tinjauan yang lebih dalam bahwa sabar adalah sebuah perintah Allah SWT yang setiap hamba akan mendapatkan pahala dari setiap kesabaran yang ia lakukan. Di antaranya adalah firman Allah SWT, yang artinya: “Maka bersabarlah dengan kesabaran yang baik.” (QS. Al Ma’arij: 5)

Mudah-mudahan di bulan yang penuh berkah, rahmah dan ampunan ini, kita dapat melatih diri kita untuk selalu bersabar. Dengan bersabar tentu kita juga akan bersyukur kepada Allah SWT atas semua bentuk kenikmatan yang telah diberikan-Nya kepada umat manusia. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Uang Amien tak Terkait Korupsi Alkes

KMBSA Gelar Buka Puasa Dengan Pemulung dan Penyapu Jalan