Palembang, BP
Komisi I DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) memfasiltasi pertemuan antara warga Desa Babat Banyuasin Kecamatan Babat Supat Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dengan Pemkab Muba. Ini terkait permasalahan yang diadukan warga soal dugaan tindak pencaplokan tanah tsk kuranh dari 350 hektar yang dilakukan pihak lain disinyalir perusahaan perkebunan swasta yang berencana melakukan kegiatan disana.
Pertemuan di gelar di ruang pertemuan Komisi I DPRD Sumsel , Senin (8/2).
Namun dalam rapat tersebut tidak ditemukan kata sepakat alias deadlock.
“ Hasilnya belum ada , tapi Insya Allah nanti akan diadakan investigasi ke lapangan oleh Komisi I DPRD Sumsel dan Pemkab Muba,” kata Plt.Asisten 1 Pemkab Muba, Yudi Herzandi usai rapat.
Dia menyebut terkait permasalahan ini sebelumnya pihaknya sudah menerima surat permohonan agar diselesaikan oleh Pemkab Muba.
“Sebenarnya masyarakat justru sudah tahu siapa yang menggarap tanah tersebut. Karena dari informasi yang kami dapatkan tanah ini sudah dijual ke salah seorang pengusaha asal Lampung dan akan diurus oleh mereka, tapi tiba-tiba mereka langsung mengadu ke DPRD Sumsel,” kata Yudi yang tak menampik yang menjual tanah tersebut justru warga desa Babat Banyuasin sendiri.
Sementara itu menurut, Rusli dirinya merupakan satu dari ratusan pemilik tanah yang tanahnya dicaplok. Menurut Rusli, dia memilimi tanah seluas 4 hektar yang merupakan tanah usaha orang tuanya. Dia tergabung dalam tani berkelompok, dimana pada awalnya merekalah yang datang sendiri-sendiri hingga akhirnya mereka membuat Talang. Pada lahan tersebut diusahakan dengan ditanami tanaman produktif.
Namun kurun beberapa waktu terakhir tanpa sepengetahuan pemilik, tanah tersebut ternyata telah digarap pihak yang tak bertanggungjawab.
Karena penasaran tanahnya dicaplok, Ruslipun mencoba menanyakannya kepada Kades hingga Camat, tapi mereka mengaku tak mengetahuinya.
Pemilik tanah yang lain, Sarini mengaku memiliki tanah seluas 23 hektar dengan bukti kepemilikan brupa Sertifikat Penguasaan Hak (SPH) dari camat yang dibuat pada 2004-2005. Dan sejak tahun 1985 diatas tanah tersebut telah diusahakan dengan ditanami tanaman karet dan padi. Namub, sejak tahun 2008 karena adanya peraturan presiden (perpres) yang melarang untuk membakar lahan, akhirnya dilahan tersebut diganti dengan ditanami bibit pohon Jati.
“Sebelum akhirnya tanah tersebut digarap oleh mereka yang kami sendiri tak mengetahui mereka siapa. Saya pernah didatangi Mul Kades Babat Banyuasin yang mengaku berniat membeli tanah tersebut seharga Rp12 juta per hektar, tapi saya tolak karena saya memikirkan anak cucu kelak,” kata Sarini.
Ketua Komisi 1 DPRD Sumsel, Antoni Yuzar,SH,MH yang memimpin rapat berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
“Kami disini hanya sebatas memfasilitasi antara warga dan Pemkab Musi Banyuasin, semoga menghasilkan solusi terbaik,” imbuh Antoni. Namun, hingga rapat berakhir belum dicapai titik temu alias deadlock yang akan ditindaklanjuti dengan peninjauan langsung ke lokasi tanah yang dipermasalahkan.#osk