Pimpinan rombongan alumni Gontor bersama Yayasan Thawalib.
Ratusan alumni Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur mengadakan kegiatan napak tilas di Perguruan Thawalib Padangpanjang terkait dengan salah seorang pendiri Gontor Kiyai Imam Zarkasyi. Napak tilas tersebut ingin mengenang kembali tempat Kiyai Imam Zarkasyi yang sekolah di Perguruan Thawalib pada tahun 1930-an.
Kegiatan napak tilas pada Sabtu (25/6) ditandai dengan kehadiran ratusan alumni Gontor angkatan tahun 1992 yang disebut Country’92 dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia diterima oleh pengurus Yayasan Thawalib di aula Dr. Abdul Karim Amrullah, Komplek Perguruan Thawalib Padangpanjang, dengan rombongan dipimpin Prof Husnan Bey Fananie.
Ketua Umum Yayasan Thawalib Abrar, mengatakan, kedatangan ratusan alumni Gontor yang mengadakan kegiatan napak tilas di Perguruan Thawalib, adalah sebagai wujud nyata bagaimana kuatnya hubungan emosional antara Perguruan Thawalib dengan Pondok Modern Darussalam Gontor.
“Kedatangan ratusan alumni Gontor dari berbagai daerah di Indonesia, adalah wujud nyata bagaimana ikatan emosional antara Perguruan Thawalib dengan Pondok Modern Darussalam terjalin dengan kuat. Hal ini sesuatu yang patut disyukuri,” ujarnya.
Menurut Abrar, kegiatan napak tiilas yang dilakukan alumni Gontor sangat bermakna mengenang kembali bagaimana salah seorang pendiri Pondok Modern Darussalam Kiyai Imam Zarkasyi pernah belajar di Perguruan Thawalib pada tahun 1930-an.
“Di saat Kiyai Imam Zarkasyi yang dari Jawa Timur belajar di Perguruan Thawalib pada waktu itu, adalah waktu waktu masa kejayaan Perguruan Thawalib dengan santrinya hampir mencapai 1.300 orang yang datang dari seluruh daerah Indonesia bahkan luar negeri,” jelasnya.
Meskipun Kiyai Imam Zarkasyi, kata Abrar belajar pada waktu itu di Perguruan Thawalib selama dua tahun, namun ikatan hubungan emosional antara Perguruan Thawalib dengan Pondok Modern Darussalam Gontor melampaui massanya dan terjalin sampai saat ini. Bahkan, Gontor yang didirikan oleh Kiyai Imam Zarkasyi berkembang pesat.
Sementara Prof Husnan Bey Fananie, pimpinan rombongan alumni Gontor mengatakan, kehadiran mereka ke Perguruan Thawalib adalah ingin mengingat kembali bagaimana Kiyai Imam Zarkasyi pernah bersekolah di Perguruan Thawalib.
“Aura pesantren ini sebagai sekolah mencerdaskan umat sangat terasa ketika kami memasuki kompleks Perguruan Thawalib. Perguruan Thawalib merupakan pesantren di Sumatera Barat yang memberikan kontribusi besar dalam pendidikan Islam,” katanya.
Bey Fananie yang merupakan putra dari Kiyai Zainudin Fanani (saudara dari Kiyai Imam Zarkasy) menyampaikan rasa haru karena kedatangan rombongan alumni Gontor diterima dengan penuh suka cita di Perguruan Thawalib yang didirikan oleh para alim ulama Minangkabau.
Dalam acara napak tilas tersebut, Sekretaris Umum Yayasan Thawalib Irwan Natsir, memaparkan bagaimana Kiyai Imam Zarkasyi sampai belajar di Perguruan Thawalib.
“Kisah Kiyai Zarkasyi kami tulis lengkap bagaimana perjalanan beliau dari Jawa Timur datang ke Padangpanjang bersekolah di Perguruan Thawalib dalam buku Sejarah Perguruan Thawalib yang diterbitkan Yayasan Thawalib,” jelasnya.
Kedatangan Kiyai Imam Zarkasyi belajar di Perguruan Thawalib (dulu disebut Sumatera Thawalib) pada saat Thawalib dipimpin oleh Tuanku mudo Abdul Hamid Hakim dan setelah Padangpanjang mengalami gempa bumi yang sangat dahsyat.
“Tahun 1930-an tersebut Thawalib dipimpin oleh Tuanku Mudo Abdul Hamid yang menggantikan Syekh Abdul Karim Amrullah (Ayah dari Buya Hamka), yang mana para santrinya pada masa itu dari berbagai daerah dan termasuk masa yang gemilang,” ujarnya.
Dalam acara napak tilas tersebut, Pengurus Yayasan Thawalib menyerahkan buku Sejarah Perguruan Thawalib kepada Prof Husnan Bey Fananie, dan Ketua Alumni Gontor Sumatera Barat Alimin. Sementara pihak alumni Gontor menyerahkan cenderamata berupa dua lapangan tenis meja.
Acara napak tilas yang dilaksanakan penuh suasana kekeluargaan itu, juga mendengarkan uraian tentang profil Tuanku mudo Abdul Hamid Hakim yang disampaikan oleh putrinya Emma Hamid. (eko)