Penerimaan Negara I Investor Banyak yang Memilih Singapura karena Tarif Lebih Rendah
» Insentif perpajakan harus menciptakan ketersediaan lapangan kerja dan investasi baru.
» Tax holiday, tax allowance perlu dilanjutkan supaya menjadi daya tarik bagi investor.
JAKARTA – Kebijakan yang diputuskan dalam mereformasi perpajakan harus membuat Indonesia menjadi negara yang lebih kompetitif di dunia internasional. Berbagai insentif pajak harus benar-benar mendorong perekonomian melalui terciptanya lapangan kerja dan investasi yang baru.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (12/10), mengatakan terobosan dalam melakukan reformasi perpajakan mengacu pada dua dimensi. Pertama, reformasi dalam rangka mengumpulkan pendapatan negara yang digunakan untuk belanja, baik pemerintah pusat maupun daerah. Hal itu dilakukan melalui penyederhanaan administrasi, memperbaiki teknologi informasi (TI) dan sumber daya manusia (SDM), aturan, serta memperkuat core tax.
Kedua, reformasi pajak adalah fungsi pajak sebagai alat fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tercipta jelasnya tidak terlepas dari reformasi pajak terutama melalui pemberian insentif untuk menarik investor menanamkan modalnya ke Indonesia.
“Kalau kita buat insentif, harus memastikan insentif pajak bisa dipertanggungjawabkan dengan membuat estimasi, berapa tax expenditure-nya sehingga dapat bermanfaat untuk perekonomian,” jelas Suahasil.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan penerimaan negara dari reformasi perpajakan harus tumbuh minimal secepat ekonomi nominal.
Dia mencontohkan kalau ekonomi tumbuh 5 persen riil, inflasi 3 persen, berarti ekonomi nominal 8 persen, sehingga pertumbuhan penerimaan pajak minimal 8 persen. “Di banyak negara justru lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nominalnya,” tegasnya.
Sebab itu, insentif perpajakan yang diberikan pemerintah harus benar-benar mampu mendorong perekonomian yang terlihat dari ketersediaan lapangan kerja dan investasi baru.
Pemerintah pada 2019, katanya, telah memberikan banyak insentif perpajakan yakni sekitar 257,2 triliun rupiah atau 1,62 persen dari PDB. “Jadi, kalau tax ratio kita tahun ini bisa di sekitar 8 persen, biasanya 10 persen, maka 1,62 persen itu dari PDB,” kata Febrio.
Tepat Sasaran
Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, secara terpisah mengatakan pemerintah perlu memastikan program-program insentif perpajakan harus menggairahkan perekonomian agar tercipta lapangan kerja dan investasi yang baru.
“Kuncinya adalah harus tepat sasaran, seperti resep dokter, dosis obatnya harus tepat, dan pada pasien yang tepat. Harus ada keberpihakan pemerintah dalam pemilihan target insentif, misalnya sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan pertanian,” kata Wibisono.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan insentif pajak yang menarik investor berinvestasi langsung di sektor riil perlu dilanjutkan. “Tax holiday, tax allowance perlu dilanjutkan agar menjadi daya tarik investor asing maupun domestik,” kata Suhartoko.
Selain itu, pemerintah, tambahnya, perlu memberikan fasilitas kepada industri yang mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi karena menghasilkan multiplier yang besar dan menyerap tenaga kerja yang banyak.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, berpendapat, baik reformasi administrasi maupun kebijakan akan mendorong daya saing Indonesia karena meningkatkan kepastian (tax certainty). Tax certainty itu sangat penting dalam menarik investasi seperti yang dilaporkan IMF dan OECD.
“Begitu juga dengan policy reform, karena menghilangkan distorsi dalam sistem perpajakan yang belum sempurna. Distorsi ini yang menyebabkan harga dari produk asal Indonesia lebih mahal di pasar internasional,” kata Fajry.
Kalau distorsi dihilangkan, otomatis harga produk Indonesia lebih kompetitif. Dengan penurunan tarif, tambah Fajry, akan membuat produk Indonesia lebih kompetitif. Selama ini banyak yang lebih memilih investasi di Singapura karena tarif di sana lebih rendah.
n uyo/SB/ers/E-9