JAKARTA – Ikatan Keluarga Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ) mendesak Rektor UNJ untuk membersihkan nama baik kampus terkait dengan isu plagiarisme yang belakangan ini menerpa perguruan tinggi tersebut. Ketua Umum IKA UNJ, Juri Ardiantoro, menyayangkan adanya rumor kencang yang beredar terkait plagiarisme di UNJ. Rumor ini harus diperjelas kebenarannya. “Kami berharap pimpinan kampus (rektor) proaktif menyikapi rumor ini.
Nama kampus harus dibersihkan,” tegas Juri, seusai Pelantikan Pengurus IKA UNJ, di Jakarta, akhir pekan lalu. Plagiarisme, menurut Juri, merupakan penyakit, racun, bahkan barang haram yang tidak boleh ditoleransi lembaga pendidikan. Terlebih lagi, UNJ adalah kampus dengan kekhasan yakni sebagai “pabrik” yang mencetak tenaga pendidik. Rumor plagiarisme ini juga akan mengurangi rasa percaya diri mahasiswa, juga alumni terhadap ijazahnya yang selama ini dibanggakan.
“Supaya ada kepastian dan tidak menjadi rumor isu yang merusak citra lembaga pendidikan ini. Jangan berlarut-larut,” tandas Juri. Sikap resmi IKA UNJ, kata Juri, ingin ada tindakan nyata dan cepat untuk klarifikasi atau meneliti dan membuat penilaian, keputusan, apakah plagiarisme nyata adanya atau tidak.
“Sistem pendidikan sudah memiliki standar untuk menindak plagiarisme,” ujar dia. Terkait dengan keberadaan kelas jauh kerja sama pascasarjana, Juri mengaku tidak terlalu memahami. Namun, sejauh pengetahuannya, prosedur kelas jauh sudah memenuhi syarat. Jikapun ada masalah, biasanya terjadi karena ada penyimpangan dalam pelaksanaannya.
“Jika ada penyimpangan, kembalikan ke jalur yang benar agar UNJ kembali bermartabat,” serunya. Sementara itu, Rektor UNJ, Djaali, tidak berkomentar satu kata pun saat dimintai keterangan mengenai isu plagiarisme dan penyimpangan implementasi kelas jauh kerja sama pascasarjana di kampusnya.
Tak Penuhi Standar
Sementara itu, hasil evaluasi yang dilakukan Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristekdikti memutuskan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) untuk menutup perkuliahan kelas kerja sama pascasarjana (S-2 dan S-3).
Kelaskelas tersebut dinilai tidak memenuhi standar nasional pendidikan tinggi. Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti, Patdono Suwignjo, mengatakan proses pembelajaran pada kelas kerja sama telah melanggar Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 44 Tahun 2015 dan Permenristekdikti No 100 Tahun 2016. Pelanggaran yang dimaksud antara lain pemadatan waktu perkuliahan.
“Seharusnya dilaksanakan hingga 16 minggu dalam satu semester, pada beberapa mata kuliah hanya dilakukan dua kali pertemuan dengan jumlah jam yang irasional,” kata Patdono. Selain itu, restitusi satuan waktu di dalam SKS (satuan kredit semester) seharusnya 170 menit dan satu kali tatap muka 50 menit per SKS, tetapi rata-rata perkuliahan digelar selama 40 menit untuk memenuhi jumlah sesi perkuliahan dalam satu hari.
“Hasil analisis grafolog forensik ditemukan data kehadiran (paraf) yang palsu. Paraf tersebut juga dibuat hanya dalam satu kali penulisan untuk memenuhi 16 kali pertemuan perkuliahan,” ujarnya. cit/E-3