Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, M Nasir tentang Bahaya Radikalisme di Kampus
Menurutnya, kampus merupakan masyarakat ilmiah, namun di sisi lain sangat terbuka bagi berbagai paham, termasuk radikalisme.
Untuk mengupas soal ini, Koran Jakarta mewawancarai Menristekdikti, M Nasir, di Kampus Unpad Bandung. Berikut petikannya.
Mengapa deklarasi antiradikalisme ini dilakukan di perguruan tinggi?
Kampus memiliki potensi sangat tinggi terhadap masuknya paham-paham radikal. Karena apa? Karena kampus itu adalah kumpulan anak-anak muda yang sedang berlajar dan mencari jati diri.
Kampus adalah juga tempat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kampus adalah masyarakat ilmiah yang selalu berdiskusi.
Hal inilah yang memungkinkan munculnya potensi masalah radikalisme di kampus. Oleh karena itu, Kemristekdikti melakukan hal ini supaya mewasdapai agar jangan sampai kampus menjadi pusat perkembangan radikalisme.
Semua kampus negeri dan swasta di negeri ini punya potensi-potensi itu.
Sudah ada yang terdeteksi?
Potensi ada, tetapi hal ini belum muncul secara nyata. Potensi ini harus diisi dengan deklarasi ini. Nanti ke depan, untuk memahami Pancasila dengan baik itu seperti apa.
Kami sudah berbincang dengan lembaga kepresidenan, dengan Pak Yudi Latif, untuk pembinaan ideologi Pancasila di kampus.
Bagaimana dengan pengawasan diskusi-diskusi ilmiah dan keagamaan di kampus saat ini?
Pengawasan saya serahkan kepada semua rektor dan direktur di politeknik. Sebab rektorlah yang bertanggung jawab terhadap semua yang terjadi di kampus. Bertanggung jawab terhadap dosen dan mahasiswanya.
Pengetahuan dan ilmu pengetahuan silakan didiskusikan karena masyarakat adalah masyarakat ilmiah.
Tetapi, saya berpesan untuk tetap menjaga empat pilar kebangsaan, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila sebagai idelologi, UUD 1945 sebagai dasar negara, dan menjaga Bhinneka Tunggal Ika.
Nah, misalnya nanti kalau itu terjadi di dalam kampus atau ada kegiatan paham radikal, rektornya saya panggil.
Semua ada SOP-nya, aturan yang harus dilalui.
Menyusul dengan keluarnya Perpu tentang ormas, apakah Kemendiksti akan keluarkan juga kepmen sebagai pelaksananya?
Belum ada lah. Sesuai aturan yang ada saja sudah mengikat kok.
Tetapi, apabila dalam hal ini ternyata ada dosen yang tidak mengiktui NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal ika itu sudah melanggar peraturan tentang pegawai, atau PP 53 tentang disiplin pegawai, di sana jelas. Ini yang akan digunakan.
Namun demikian, dengan keluarnya Perpu tentang ormas maka akan semakin menguatkan.
Sekali lagi, rektor yang akan bertanggung jawab untuk melaksanakan aturan dan perpu. Jika nanti ditemukan maka juga bertanggung jawab untuk mengembalikan ke jalan yang benar.
Sudah ada laporan?
Sampai saat ini belum ada laporan resmi dari rektor. Tapi, ada satu atau dua perguruan tinggi yang melapor, misalnya dosen yang mengikuti aliran tertentu memaksa mahasiswa untuk ikut, jika tidak maka nilai tidak akan lulus. Ini sudah diluruskan. Dosen itu tidak boleh menguji, memberi nilai, hanya mengajar saja.
Lalu, sudah kita kasih pendampingan untuk meluruskan kembali agar tidak muncul radikalisme, apalagi paham terorisme di kampus.
Lalu, ada terima laporan dari BNPT, seorang mahasiswa terlibat ISIS. Setelah ditelusuri, ternyata dia sudah lulus, lalu bergabung. Ini kan sudah untuk ditelurusi, sudah keluar kampus.
Lalu, saat ini apa yang harus dilakukan para rektor?
Rektor wajib melakukan pemetaan para dosen dan mahsiswa, terutama yang sudah memiliki paham radikalisme.
Saya tegas meminta kalau ada dosen yang memiliki paham radikalisme itu untuk segera didata dan dilaporkan. Mahasiswanya juga demikian.
Perpu ini mengingatkan kita untuk kembali ke jalan yang benar. Kementerian belum bisa menindak lanjuti secara langsung, harus rektor dulu. Kami melalui Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan yang akan turun.
Untuk disampaikan juga, nanti tanggal 26 Juli 2017, kami akan mengumpulkan seluruh rektor dan direktur politeknik untuk membahas kinerja mereka dan capaiannya.
Tentu saja hal ini akan kami masukkan dalam pembahasan. Kami ingin kampus kita, perguruan tinggi masuk dalam kelompok kelas dunia. teguh slamet rahardjo/AR-3