Pemilihan kepala daerah serentak 2018 tinggal menunggu hitungan bulan. Pada 27 Juni, pemungutan suara akan dilakukan serentak di 171 daerah.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menyebut Pilkada 2018 adalah pesta demokrasi daerah yang sudah beraroma pemilihan presiden, sebab memang tahapan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang juga akan digelar serentak pada 2019, berdekatan dengan hajatan pilkada.
Untuk mengupas itu lebih jauh, Koran Jakarta sempat mewawancarai Mendagri Tjahjo Kumolo. Berikut petikan wawancaranya.
Adakah potensi kerawanan yang paling dicermati?
Ya, kita ingin mengamankan bahwa semua daerah itu pada prinsipnya berpotensi rawan, tapi ada beberapa kriteria yang nanti kami akan input dari Polri, telaah BIN. Saya kira potensi mana yang selama ini mungkin yang pilkada ada masalah, tapi saya cukup optimis akan lancar walaupun ada riak wajarlah, namanya hari pilkada serentak yang paling besar 171 daerah.
Apa yang harus diantisipasi?Bagaimana dengan praktik politik uang?
Ya, yang kedua harus tegas terhadap politik uang harus di lawan. Ini jangan sampai kemenangan seseorang karena masalah uang. Masyarakat dimohon untuk bisa melawan. KPU-nya juga harus tegas. Bawaslunya juga harus tegas
Politik hoax, ujaran kebencian, fitnah, dan berita bohong apakah akan mendominasi di Pilkada 2018?
Ya, yang ketiga mari kita melawan politik atau kampanye yang berujar kebencian, yang fitnah, kalau masih bersaing silakanlah, adu program, adu konsep, tapi mari kita lawan yang sifatnya fitnah dan berujar kebencian jangan sampai hanya karena pilkada, persaudaraan masyarakat di daerah jadi rusak.
Antisipasi politik bernuansa SARA, hoax, ujaran kebencian bagaimana?
Ya, kita sosialisasi, minta kepada kepolisian juga harus tegas. Tapi kalau dari aduan, masyarakat juga harus proaktif mengadukan. Kalau memang ada pasangan calon yang kampanyenya justru tidak program, tapi malah berujar kebencian, malah fitnah.
Karena modal yang sekarang berkembang di media sosial itu dua, pertama fitnah, yang kedua masalah kebencian. Harus tegas, kalau enggak bisa repot.
Masyarakat harus proaktif melaporkan?
Ya melaporkan.
Dikotomi calon Jawa dan non-Jawa, misal di luar Jawa, cukup rawankah?
Memang sebenarnya dasar kami berpegang pada data kepolisian saja. Kepolisian kan lebih komperhensif dukung oleh intelijen, didukung oleh data pengalaman sebelumnya.
Ya, misal Yogja saja, kalau setiap kampanye ingar bingar, tapi hari H-nya juga kan enggak ada masalah, baik di Bantul, Gunungkidul, Sleman. Kalau ada satu perkelahian, itu wajar. Yang penting, kita lawan tuh politik uang. Yang kedua adalah kampanye hitam harus di lawan.
Dukungan data kependudukan bagi daftar pemilih bagaimana?
Perekaman e-KTP karena syarat untuk pilkada syarat untuk pemilu legislatif dan Pilpres 2019 harus menggunakan e-KTP. Tapi, ini tidak akan sukses kalau masyarakat tidak proaktif yang mau merekam datanya.
Kabarnya ada lima provinsi yang rawan dalam Pilkada 2918. Boleh tahu provinsi mana saja?
Sementara Papua, kemudian Jawa Barat. Papua karena tingkat sosialisasi harus maksimal, tidak semua masyarakat paham. Yang kedua Jawa Barat, karena Jawa Barat adalah daerah yang satu satunya yang padat pemilih seluruh Indonesia.
Berdekatan dengan ibu kota provinsi. Itu diperebutkan oleh seluruh partai, termasuk dalam Pilpres nanti. Di samping Jawa Tengah dan Jawa Timur, kemudian Sumatera Utara. Tapi secara prinsip pemerintah input pemetaan dari kepolisian.
Kepolisian sudah mendeteksi dengan detail, termasuk masukan dari BIN, termasuk masukan TNI, saya kira mencermati gelagat perkembangannya kan sudah setahun yang lalu. Implikasi pilkada serentak yang lalu. Mudah-mudahan kalau saya sih optimis lancar dari sisi pilkadanya.
Provinsi yang lain bagaimana?
Sementara kalau kami data yang ada, Papua, Papua Barat, dan Maluku, Maluku Utara khususnya.
Bagaimana cara efektif menekan isu SARA dalam politik?
Ya, memang sulit ya, ada keberanian masyarakat yang mengadukan ke polisi. Ini kan masuk delik aduan. Peraturan dari Panwas juga harus tegas, bagaimana sanksinya kampanye yang tidak ada program, adu konsep tapi berujar kebencian.
Apalagi menyangkut fitnah, fitnah kan juga dari aduan. Kalau sudah masuk pada ranah pilkada, masuk dalam UU ITE. Kami secara keseluruhan optimis. agus supriyatna/AR-3