Palembang (Antarasumsel.com) – Program restorasi lahan gambut sebanyak dua juta hektare hingga 2020 pada Mei 2017 memasuki fase pembuatan sekat kanal.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead di Palembang, Rabu, seusai acara Bonn Challenge, mengatakan, fase lanjutan ini dapat dilakukan pada tahun ini karena BRG telah merampungkan tahapan pemetaan lokasi yang dilakukan sejak 2016.
“Tahun ini memasuki implementasi dari rewetting (pembasahan) dan revegasi (penanaman). Pemetaan bisa dikatakan sudah selesai, tinggal sedikit lagi. Saat ini BRG sudah memiliki peta gambut yang dapat dijadikan acuan untuk pembuatan sekat kanal,” kata Nazir dijumpai di Griya Agung.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil pemetaan itu, sebanyak 700.000 hektare lahan di Kepulauan Meranti (Riau), Musi Banyuasin (Sumsel), dan Ogan Komering Ilir (Sumsel), dan Pulang Pisau (Kalsel) dinyatakan siap direstorasi pada tahun ini.
Kegiatan bisa dilakukan karena peta gambut yang dimiliki sudah meliputi peta hidrologi (kubah gambut) dan peta lahannya sendiri.
“Pemulihan hidrologi ini yang relatif sulit karena butuh peta yang lebih detail, tapi bersyukur sekali karena data dan informasinya sudah didapat,” kata Nazir.
Ia menjelaskan, pada fase implementasi ini, mutlak dibutuhkan campur tangan manusia karena terkait kepiawaian dalam menentukan letak sekat kanal.
Lahan gambut terdegradasi yang masuk dalam satu kesatuan hidrologi gambut (kubah) memerlukan penanganan khusus agar kembali basah seperti keadaannya semula.
“Benar-benar harus tahu dimana meletakkan sekatnya. Jika terlalu sedikit, maka bisa jebol saat musim penghujan, tapi jika terlalu banyak tentunya menjadi pemborosan,” kata dia.
Terkait pembuatan sekat kanal ini, BRG akan mulai menggarap dari Jambi, kemudian berlanjut ke Sumsel lalu Riau hingga akhir tahun 2017.
Dengan memulai pada tahun ini, Nazir berharap target restorasi lahan gambut sebanyak dua juta hektare dapat tercapai pada 2020.
Kepercayaan diri ini juga dilatari fakta bahwa sebanyak 1,4 juta hektare berada di areal konsesi milik perusahaan perkebunan.
“Pemerintah sudah memerintahkan perusahaan perkebunan untuk mulai merestorasi lahan gambut terdegradasi yang ada di wilayahnya. Bukan hanya memerintahkan, pemerintah juga memberikan panduan, asistensi, supervisi dan evaluasi secara rutin,” kata dia.
Pada prinsipnya, BRG menekankan ke perusahaan agar menerapkan konsep restorasi berbasis lanskap sehingga pemulihan dapat dilakukan secara cepat, efektif, dan tepat sasaran.
Untuk itu, BRG sangat berharap pada pemerintah daerah untuk mensinergikan berbagai pihak ini agar memiliki perencanaan yang sama.
“Jika ada restorasi bersinggungan dengan hutan lindung maka perusahaan harus berkoordinasi dengan pemprov, begitu pula jika dengan hutan cagar alam harus koordinasi dengan KLHK, dan BRG berharap pemprov dapat menjadi penyambungnya, termasuk BRG juga berkoordinasi dengan Kementerian PU terkait pembangunan kanal-kanal yang besar,” kata dia.
Pada 2017 dengan anggaran total Rp865 miliar, BRG mengalokasikan pembuatan 11.425 sumur bor dengan harga per unit Rp7 juta di Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan. Kemudian, semi permanen sekat kanal sebanyak 4.989 unit dengan biaya per unit Rp28.820.000, permanen sekat kanal 637 unit dengan biaya per unit Rp138.226.060.
Editor: Ujang
COPYRIGHT © ANTARA 2017