JAKARTA – Pernyataan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) yang menyatakan negara tersebut memasuki resesi setelah dua kuartal berturut-turut ekonominya berkontraksi perlu diwaspadai Indonesia. Sebab, Singapura merupakan salah satu mitra utama Indonesia untuk investasi, komoditas ekspor, dan pariwisata.
Investor Singapura saat ini tercatat sebagai ranking pertama untuk Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia dan berada pada posisi keempat sebagai negara tujuan ekspor Indonesia. Selain itu, jumlah wisatawan Singapura yang berkunjung ke Indonesia menempati posisi ketiga setelah Tiongkok dan Malaysia.
Pengamat ekonomi, Bhima Yudhistira, mengatakan resesi Singapura menjadi peringatan bagi Indonesia bahwa kinerja perdagangan berpotensi terkontraksi cukup dalam. Sebab, Singapura menjadi hub perdagangan dan investasi yang cukup penting bagi Indonesia.
“Arus barang yang keluar dan masuk dari Indonesia sebagian lewat hub Singapura. Kalau volume ekspor impor di sana turun tajam maka kita harus bersiap kinerja perdagangan akan turun sepanjang tahun,” kata Bhima.
Kemudian dari sisi investasi, sambung Bhima, Singapura juga punya peran sebagai pusat keuangan atau financial hub. Negara asal investasi kalau mau ke Indonesia biasanya lewatnya ke Singapura, sehingga menjadi negara yang kontribusi investasi PMA-nya terbesar di Indonesia.
“Mereka resesi, berarti kinerja investasi akan turun drastis khusus pada semester kedua,” kata Bhima.
Begitu pula untuk pariwisata akan berpengaruh cukup signifikan karena wisatawan mancanegara asal Singapura cenderung berhemat di tengah resesi dan pandemi. Hal itu menyebabkan pemulihan pariwisata bakal berjalan lebih lambat dari perkiraan.
“Bahkan pada 2021 belum tentu akan rebound seperti masa prapandemi,” katanya.
Permintaan Turun
Ekonom Unika Atma Jaya, Rosdiana Sijabat, yang dihubungi terpisah, mengatakan resesi ekonomi Singapura akan berpengaruh kepada perekonomian Indonesia karena kebergantungan ekonomi terhadap negara tersebut.
Pertama, Singapura adalah salah satu pasar penting untuk produk nonmigas Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Jika negara tersebut resesi maka akan langsung memukul ekspor nonmigas Indonesia. Krisis, tambahnya, selalu akan diikuti penurunan purchasing power (daya beli) sektor rumah tangga maupun sektor riil, secara bersamaan, sehingga akan menurunkan permintaan produk ekspor negara tersebut.
“Volume dan nilai ekspor Indonesia ke Singapura akan terkontraksi, gangguan pada ekspor ini akan menciptakan negative multiplier effect pada perekonomian Indonesia, termasuk memengaruhi cadangan devisa kita,” kata Rosdiana.
Kedua, resesi di Singapura akan mengubah arah investasi negara tersebut. “Pemerintahnya tentu akan membuat kebijakan investasi yang sifatnya inward looking investment policy, dengan memberi berbagai insentif investasi bagi investor domestik Singapura,” katanya. n yni/E-9