JAKARTA – Organisasi lingkungan global, Mighty Earth melaporkan dalam lima tahun terakhir sekitar 30.000 hektar hutan hujan di Papua dan Malulu rusak akibat kegiatan usaha Korindo Group, konglomerat minyak kelapa sawit Korea-Indonesia.
Senior Campaigns Director Mighty Earth, Deborah Lapidus mengatakan, laporan itu berasal dari temuan Forest Stewardship Council (FSC), lembaga sertifikasi global untuk pengelolaan hutan yang bertanggung jawab. Lembaga itu telah melakukan investigasi selama dua tahun dari baru dipublikasikan pada 5 November lalu.
Korindo Group dinilai memanipulasi secara sistematis dan membayar pemilik lahan asli dengan tidak layak. Tak hanya itu, Korindo telah lama melakukan pembenaran atas perusakan area besar hutan hujan yang belum terjamah atas dasar pembangunan, walau kenyataannya sebaliknya.
“Investigasi ini memperlihatkan bagaimana Korindo berusaha keras untuk memanipulasi, mengintimidasi, dan menipu masyarakat lokal,”ungkap Deborah dalam konferensi persnya di Jakarta, Senin (11/11).
Deborah mengatakan, selama ini Korindo terlibat dalam deforestasi berskala besar di Papua dan Maluku Utara, Indonesia, seperti didokumentasikan oleh Mighty Earth, perusahaan ini mendapat keuntungan dari label prestisius FSC untuk melakukan perdagangan kayu gelondongan, kayu lapis, kayu pulp, biomassa, dan kertas koran pada konsumen seperti Asia Pulp & Paper dan APRIL (Indonesia), Sumitomo Forestry, Oji Corporation, dan Marubeni (Jepang), serta News Corps Australia.
Lakukan Investigasi
FSC mengutus Complaints Panel (panel pengaduan) untuk melakukan investigasi sebelum kemudian dilakukan dua investigasi atas tuduhan Mighty Earth kepada Korindo. Laporan ini memperlihatkan tentang perusakan lebih dari 30.000 hektare hutan hujan dan habitat spesies terancam punah selama lima tahun ke belakang (lebih dari 50.000 hektar secara keseluruhan).
Hal lainnya, menurut Debora, ialah kegagalan berulang dalam memenuhi Free, Prior, and Informed Consent (kesediaan sukarela tanpa paksaan/FPIC) masyarakat asli mengenai pembangunan di lahan, kerusakan permanen pada ekosistem dan batas air yang berujung pada hilangnya akses masyarakat pada kebutuhan dasar mereka termasuk tanah, pangan, air, serta penghidupan, dan pembayaran tidak layak pada masyarakat atas sumber daya alam. ers/E-12