Ribuan siswa di berbagai penjuru Amerika Serikat tak masuk sekolah pada Rabu (9/11) demi turun ke jalan untuk berunjuk rasa memprotes kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum presiden. Salah satu demonstrasi terbesar digelar di California, di mana sekitar 1.500 siswa dan guru berdemonstrasi di halaman Sekolah Menengah Tinggi Berkeley di California, kemudian melakukan long march ke kampus Universitas California di Berkeley sambil berteriak, “Bukan presiden kami!”
“Kami duduk di sini, seperti kembali ke tahun 1950 karena memilih orang bodoh ini (Trump). Kalian tahu? Trump sejujurnya membuat kami menyadari seberapa besar kebencian dan ketidakpedulian yang ada,” ujar seorang siswi di unjuk rasa tersebut, menurut pantauan Reuters melalui jejaring sosial Periscope.
Unjuk rasa serupa juga digelar di di sudut lain California, yaitu Los Angeles. Sekitar 300 siswa SMA yang mayoritas keturunan Latin berarak ke Balai Kota, di mana mereka kemudian mengadakan unjuk rasa singkat, tapi bergemuruh. Sejumlah staf sekolah terlihat mendampingi para siswa. Mereka membawa poster-poster bertuliskan “Tak Mendukung Rasisme, Bukan Presiden Saya” dan “Imigran Membuat Amerika Hebat” sambil berteriak dalam bahasa Spanyol, “Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan!”
Dalam beberapa kampanyenya, Trump memang dikenal kerap melontarkan komentar rasis. Warga keturunan Latin sendiri pernah menjadi sasaran Trump ketika ia menyebut ingin membangun tembok di sepanjang perbatasan dengan Meksiko guna menghalau arus imigran gelap dan mendeportasi yang sudah tinggal di AS.
Komentar ini meresahkan hati para siswa di sekolah Miguel Contreras yang tergabung dalam kelompok Generasi Pemimpi. Kelompok ini berisi anak-anak yang masuk ke AS bersama orang tuanya dengan cara ilegal. Mereka takut dideportasi di bawah kepemimpinan Trump. “Seorang anak tidak seharusnya hidup di dalam ketakutan akan dideportasi. Mereka tidak seharusnya hidup di dalam ketakutan mereka sendiri bahwa mereka akan dideportasi,” ucap Stephanie Hipolito.
Meskipun keturunan Latin, Hipolito mengaku bahwa orang tuanya kini sudah resmi menjadi warga negara AS. Hipolito menuturkan bahwa selama tinggal di AS, keluarganya mencari nafkah dengan cara legal. “Kami bukan pelaku kriminal. Kami bukan pengedar narkoba. Kami adalah pekerja keras yang ingin mengejar mimpi di Amerika, layaknya orang-orang lain,” tutur Hipolito. Sementara itu, ratusan siswa lain juga membolos untuk menggelar aksi serupa di Seattle, Phoenix, Oakland, El Cerrito, dan Richmond. Di Universitas Texas, ratusan siswa juga dilaporkan berdemonstrasi di kampus mereka.
Unjuk rasa Anti-Trump juga rencananya akan digelar di New York, Boston, Chicago, dan beberapa kota lain di AS. Sebuah laman di jejaring sosial Facebook terpantau sudah mengoordinasikan aksi protes di Union Square Park, Manhattan. Sekitar 8.000 orang berencana hadir.
Rangkaian unjuk rasa ini merupakan kelanjutan dari demonstrasi di San Francisco Bay Area pada Selasa (8/11), ketika pemilu baru saja digelar. Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa memecahkan kaca toko serta membakar tong sampah dan ban. Tak lama setelah aksi itu selesai, proses hitung cepat dimulai dan hasilnya, Trump berhasil mengalahkan rivalnya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Namun dalam pidato kemenangannya, Trump menyerukan persatuan rakyat AS yang selama masa kampanye terbelah. “Untuk semua pendukung Republik, Demokrat, liberal, dan lainnya di penjuru negara ini, mari bersatu. Saya meminta kepada setiap warga negara, untuk bersatu,” kata Trump.
LOGIN untuk mengomentari.