in

Rida Iri dengan Penulis

SAMBUTAN: Chairman Riau Pos Group Rida K Liamsi menyampaikan kata sambutannya di acara pidato kebudayaan, Jumat (30/12) malam lalu. f-yoan s nugraha/tanjungpinang pos

Menyongsong Arus Balik Sejarah Kepri (1)

Kalau kepayang buah dikaitselar disambar mudik ke huluGununglah sayang mulai ditarik itu bernama mulanya lagu – (Gunung Sayang: NN)
Lirik lagu gunung sayang adalah pengantar kesyahduan pidato kebudayaan yang dibacakan langsung oleh sang sejarawan Kepulauan Riau, Aswandi Syahri.

Tanjungpinang – Pelataran serentak hening, sederet tamu undangan termasuk Sekdaprov Kepri TS Arif Fadillah turut terpukau dengan filosofi yang terkandung dalam makna lantunan lagu tersebut.

Tanjungpinang Pos menjadi saksi bagaimana penghujung harapan pada pidato kebudayaan di akhir 2016 itu.

”Sengaja saya dahului pidato ini dengan alunan lagu Melayu Gunung Sayang, karena sampai detik ini tidak diketahui siapa penciptanya,” ujar Aswandi menggaungkan suara yang diiringi gesekan biola yang semakin samar.

Tentu ada alasan, kenapa sang sejarawan yang merupakan objek hidup pusaka Kepulauan Riau memilih lagu purba tersebut?

”Saya menemukannya kembali, sehingga menjadi remembered past (masa lalu yang diingat, red) setelah membaca catatan seorang letnan angkatan laut,” ungkapnya menyibak misteri di balik pilihan lagu pembuka Gunung Sayang.

Diketahui, sang letnan angkatan laut berdarah Belanda itu bernama G.F. De Bruijn Kops, yang ternyata lagu purba tersebut pernah eksis sejak zaman Kesultanan Mahmud Muzafarsyah (1841-1857).

Lantas, apa kaitannya dengan tema yang diusung pada malam penghujung tahun tersebut?
Jelas tertulis di baliho 3 meteran itu sebuah kalimat yang cukup mengerutkan dahi untuk mencernanya.

Menyongsong arus balik sejarah Kepri adalah sederet kalimat yang terbaca dengan jelas. Arloji menunjukkan sekitar pukul 22.15 ketika pidato kebudayaan itu digaungkan.

5 menit pertama dalam pidato oleh sejarawan itu, tampak para undangan masih mengambang seumpama kiambang (tanaman apung, red), belum menemukan titik temu antara lagu gunung sayang dan tema yang diusung.

Hanya sebagian ahli pikir saja yang tampaknya sudah menangkap kemaknaan itu, mereka antara lain, Sekretaris Dewan Kota Tanjungpinang, Abdul Kadir Ibrahim, seniman yang baru saja meraih anugerah jembia emas, Husnizar Hood, dan satu lagi, pembina utama yayasan yang memberikan anugerah tersebut, Datuk Seri Lela Budaya Rida K Liamsi.

Mereka mengangguk-anggukkan kepala tanda mampu mencerna ungkap kata yang di-sampaikan sang penyampai pidato kebudayaan.

Sementara yang lainnya, masih terkesiap tanpa kata. Tak terkecuali, mahasiswa, tokoh adat dan tokoh masyarakat, termasuk Kepala Dinas Kebudayaan Kepulauan Riau, Yatim Mustafa dan Sekdaprov Kepri, TS Arif Fadillah.

Padahal, jumlah pejabat yang hadir di malam itu tidak sedikit, bahkan sang penyair teratai, Bobby Jayanto juga menyempatkan diri guna mendengar pidato kebudayaan kali ini.

”Bapak gubernur dan hadirin yang saya muliakan,” jeda dari Aswandi.

”Kasus lagu gunung sayang tadi itu hanyalah contoh yang paling sederhana, dan aktual tentang bagaimana sesuatu dari masa lalu yang sangat kompleks itu dihadirkan dan menghadirkan dirinya kembali dalam aktualitas masa kini,” ujarnya memperjelas makna keterkaitan antara tema dan lirik lagu.

”Sebagai lagu yang telah lama hilang dalam lipatan sejarah, kita masih bisa menikmati kadar musikalitasnya saat ini, walaupun dulu di bawah penerangan purnama bulan sementara kini di bawah penerangan lampu spotlight (lampu khusus panggung, red),” lanjutnya.

Seakan tersadar dari lamunan panjang, spontan semerata undangan yang hadir menganggukkan kepala tanda mengerti.

Itulah cara Aswandi mengait perhatian undangan dalam pidatonya dengan kiasan dan penggambaran yang mengharapkan kembali sejarah masa lampau mampu dinikmati dengan kadar yang tidak berkurang sedikitpun meski digerus zaman dan tekhnologi.

Sebelumnya, para undangan memang disuguhkan ragam alunan musik Melayu yang khas dipandu oleh sang musisi dan komoposer muda Kepri, Adi LingKepIn dan Rian Saputra.

Hanya saja, khusus lagu gunung sayang, kesyahduan alunan musik begidu halus dan menyentuh kalbu, terlebih dibawakan oleh penyanyi yang piawai di belantara lagu Melayu Wa Ade Riski.

Di saat segenap kelompok disibukkan dengan mombooking lokasi untuk perayaan tahun baru, belum lagi keasikan kongkow bersama sahabat dan memborong petasan, Dewan Kesenian justru menggaet 7 penyair muda untuk menggarap sebuah acara yang (maaf) dianggap sebagian orang sebagai acara yang ketinggalan zaman.

Justru dalam acara itu, sang budayawan Rida K Liamsi penuh kobaran semangat hadir dan menyempatkan diri.

Bahkan, dalam sambutannya sempat curhat dengan rasa iri-nya yang begitu tinggi kepada para penulis, penyair, dan pelaku seni lainnya yang berhasil menerbitkan karya.

”Jujur saya katakan, setiap ada yang menerbitkan buku, terlebih dengan latar sejarah dan budaya, saya merasa iri, bahkan meskipun 25 tahun lamanya bergelut dengan kertas dan kata-kata, tetap saja rasa iri ini tak mampu saya bendung,” ungkapnya dengan nada serius pada kesempatan mimbar yang diberikan kepadanya. (yoan s nugraha) (bersambung)

What do you think?

Written by virgo

Microsoft Surface Pro 5 akan meluncur sebelum akhir Maret

Disangka Adik