in

Risiko Kredit Perbankan Meningkat

Risiko kredit Lembaga Jasa Keuangan (LJK) masih relatif tinggi di tengah masih belum solidnya indikator kinerja sektor riil domestik.

JAKARTA – Risiko kredit di sektor jasa keuangan terpantau meningkat hingga Februari lalu di tengah masih lambatnya pertumbuhan kredit. Meski demikian, risiko lembaga jasa keuangan (LJK) secara keseluruhan masih berada pada level terkendali atau manageable. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross perbankan pada Februari lalu meningkat menjadi 3,16 persen dari bulan sebelumnya sebesar 3,09 persen.

Kenaikan juga terjadia untuk NPL nett pada Februari lalu menjadi 1,38 persen dari Januari 2017 sebesar 1,35 persen. Sebaliknya, untuk perusahaan pembiayaan, rasio nonperforming financing (NPF) tercatat 3,03 persen. Angka itu lebih baik dibandingkan catatan NPF pada Januari lalu sebesar 3,17 persen.

“OJK akan terus memantau risiko kredit LJK yang masih tinggi di tengah belum solidnya indikator kinerja sektor riil domestik,” ujar Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional OJK, Triyono, saat memaparkan hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) di Jakarta, Rabu (12/4). Namun, OJK melihat pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan menunjukkan perbaikan.

Meski demikian, angka tersebut masih jauh dari target yang dikendaki pemerintah dan otoritas. Per Februari 2017, penyaluran kredit perbankan tumbuh sebesar 8,57 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy), lebih besar dibandingkan data pada bulan sebelumnya 8,28 persen. Angka tersebut masih jauh di bawah ekspektasi pemerintah yang menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini di atas 10 persen alias dua digit.

DPK Melambat

Selain itu, dana pihak ketiga (DPK) Perbankan pada Februari lalu tumbuh sebesar 9,21 persen secara yoy, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya mencapai 10,04 persen. Pendapatan premi asuransi pada Januari–Februari 2017 tercatat sebesar 30,9 triliun rupiah atau meningkat sebesar 11,6 persen dari periode yang sama 2016. Sebelumnya, meskipun pembiayaan relatif tumbuh, banyak bank memiliki NPL di atas rata-rata rasio kredit bermasalah perbankan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 22 bank memiliki NPL di atas lima persen secara gross, di atas rata-rata perbankan saat ini di bawah empat persen. Karena itu, OJK meminta bank tersebut meningkatkan biaya pencadangan untuk mencegah risiko. Menurut data OJK, bank berkategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU II) terbanyak memiliki rapor NPL merah di atas lima persen, yakni 11 bank.

Kemudian, Bank kategori BUKU III sebanyak enam bank, dan bank BUKU I sebanyak lima bank. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon, mengatakan 22 bank tersebut sudah diminta untuk meningkatkan pengawasan dan aspek kehati-hatian, salah satunya dengan memperbesar biaya pencadangan terhadap NPL. Sayangnya, Nelson enggan menggungkap nama bank tersebut.

Meski demikian, Nelson meyakini, dalam beberapa bulan ke depan, NPL 22 bank tersebut akan menyusut. Lagipula, kata Nelson, jika secara net, NPL 22 bank tersebut di bawah lima persen. “NPL net-nya sudah di bawah 5 persen. Kalau menurut peraturan kami itu, yang membatasi itu dari NPL net-nya jangan sampai melebihi 5 persen,” ujar Nelson. 

ahm/bud/E-10

What do you think?

Written by virgo

Hidup di Ujung Pedang, Novel adalah Kita

Novel Baswedan Diteror, Penyidik KPK akan Dikawal