JAKARTA, METRO–Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bakal disahkan pada akhir tahun, atau Desember 2022. Menurutnya, Komisi III DPR RI bersama Pemerintah terus berupaya mematangkan RKUHP.
“Komisi III terus berupaya bekerja keras siang dan malam untuk melakukan harmonisasi dan komunikasi kepada masing-masing pihak, agar apa-apa yang belum selesai diharapkan dapat diselesaikan di akhir tahun 2022 ini,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/11).
Meski demikian, Dasco berdalih saat ini para fraksi di Komisi III DPR RI belum menyetujui semua pasal dalam draf RKUHP. Namun, Dasco menyebut Komisi III juga ingin RKUHP diselesaikan pada masa sidang ini.
Dengan begitu, kata Ketua Harian Gerindra ini, Kemenkumham bisa segera melaporkan RKUHP kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya pikir nanti kalau beberapa hal yang tadinya belum sepakat, agar disepakati tentunya supaya tidak menunggu lama-lama melakukan sosialisasi kepada presiden,” tegas Dasco.
Sedianya DPR RI bersama Pemerintah melakukan rapat pembahasan draf final RKUHP pada 21-22 Desember 2022, namun rapat tersebut ditunda. Anggota Komisi III DPR RI Taifik Basari menyatakan, penundaan ini diharapkan dalam rangka untuk mengkaji kembali masukan-masukan baik yang disampaikan DPR maupun masyarakat.
“Rapat pembahasan RKUHP tanggal 21-21 November ditunda. Saya berharap penundaan ini dalam rangka untuk mengkaji kembali masukan-masukan baik yang disampaikan DPR maupun masyarakat, untuk menyempurnakan draft RKUHP dan memastikan tidak ada pasal yang berpotensi bermasalah ke depannya,” ucap Taufik kepada wartawan, Minggu (20/11).
Taufik menjelaskan, berdasarkan rapat yang digelar pada 3 dan 9 November 2022 yang lalu, masih terdapat isu-isu krusial yang harus dikaji, baik oleh pemerintah maupun DPR. Terkait pasal-pasal yang harus dikaji ulang di antaranya, pasal terkait demokrasi dan kebebasan berpendapat yg harus dibatasi pengertiannya (makar, penyerangan kehormatan harkat martabat pres/wapres, penghinaan lembaga negara, penghinaan kekuasan umum).
Kemudian, contempt of court terkait publikasi persidangan, rekayasa kasus sebagai usulan baru yang belum ada di draft. Terkait pidana narkotika yang harus disesuaikan dengan rencana kebijakan narkotika baru dalam RUU Narkotika, pidana lingkungan hidup yang harus menyesuaikan administrasi dalam hukum lingkunganpemenuhan asas non-diskriminasi bagi penyandang disabilitas dan penyesuaian nomenklatur, kohabitasi yang menjadi overkriminalisasi karena bukan menjadi ranah negara untuk menjadikannya sebagai pidana.
Taufik menyatakan, proses legislasi merupakan proses politik, sehingga harus ada proses pertarungan gagasan dan penghormatan atas keputusan yang nantinya diambil, baik secara musyawarah maupun suara terbanyak.
Fraksi NasDem, lanjut Taufik, tetap berharap sebanyak mungkin masukan dari kalangan masyarakat sipil yang dapat diakomodir dalam draft RKUHP dan disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR dan Pemerintah. Karena itu, fraksi NasDem terus melakukan lobby dan meyakinkan fraksi lainnya, serta tim pemerintah agar dapat menyempurnakan RKUHP.
“Bagaimana hasil pembahasan dan perbaikan RKUHP hingga sampai kepada keputusan tentu masih dinamis. Fraksi NasDem tentu akan menghormati proses yang berjalan sebagai suatu proses politik dan memberikan persetujuanny namun tetap akan memberikan catatan-catatan apabila isu-isu perubahan yang fundamental dalam RKUHP masih belum dapat terakomodir,” pungkasnya.(*)