in

Salah Langkah Angket DPR

Sebagai salah satu pemegang kekuasaan Trias Politica yaitu sebagai kekuatan legislatif, DPR memiliki kekuasaan yang sekarang tidak hanya terbatas pada fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, namun pada perkembangannya meluas hingga menyentuh kepentingan lembaga lain. Hal ini seringkali mengakibatkan gesekan kepentingan antara DPR dengan lembaga negara lainnya. Apabila pada masa orde baru, DPR hanyalah sebuah lembaga negara yang tidak memiliki taji, namun karena semangat reformasi pada tahun 1998, dilakukanlah penguatan kepada DPR dengan memberikan kewenangan yang dahulu tidak dimilikinya.

Kewenangan yang diberikan tersebut seperti fungsi pengawasan dan anggaran di samping fungsi legislasi yang telah melekat pada DPR. Kemudian juga muncul sebuah trend baru dalam seleksi kepala lembaga negara termasuk KPK, di mana DPR akan melakukan fit and proper test terhadap calon yang diusulkan oleh Presiden. Hal tersebut mengakibatkan hak prerogatif Presiden menjadi bias karena turut campurnya DPR. Beberapa hal tersebut yang membuat DPR telah menjadi sebuah Superpower state institution, berbanding terbalik dengan DPR yang kita kenal pada masa sebelum tahun ’98.

Dalam upaya pemberantasan korupsi, seringkali DPR mengambil jalan berseberangan dengan KPK yang merupakan sebuah lembaga antirasuah. Dapat kita lihat dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh DPR untuk sekadar melemahkan KPK. Beberapa upaya telah dilakukan oleh DPR. Seperti mencoba melakukan revisi terhadap Undang-Undang tentang KPK yang dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman dan negara. Serta usaha untuk mengurangi kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan yang dianggap menyalahi privasi orang lain.

KPK bukanlah lembaga khusus pertama yang bertugas untuk menangani permasalahan korupsi. Apabila merunut jejak sejarah lembaga antikorupsi di Indonesia, terdapat beberapa lembaga yang muncul. Seperti pada tahun 1967 dibentuk Tim Pemberantas Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung Sugih Arto. Kemudian tahun 1970, pemerintah kembali membentuk Komisi Anti Korupsi (KAK). Pasca Pak Harto lengser sebagai Presiden pada tahun 1998, muncul Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) bentukan Presiden B.J Habibie. Kesamaan dari setiap lembaga tersebut adalah tugas dan fungsi pokoknya untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi serta mereka yang tidak berumur panjang.

Setiap lembaga antikorupsi yang dibentuk sepanjang orde baru hingga pada pascareformasi selalu berumur pendek dan berujung pada pembubaran. Mulai dari alasan bahwa lembaga yang telah dibentuk tidak bekerja secara maksimal hingga pada menghabiskan anggaran dana negara yang mendasari pembubaran tersebut. Apabila dilihat dari umur, KPK merupakan lembaga yang bertahan  paling lama. Hal tersebut tidak terlepas dari peran dan dukungan masyarakat. Karena setiap terdapat upaya untuk melemahkan hingga memberangus KPK, masyarakat selalu menjadi garda terdepan untuk mendukung KPK.

Juga terdapat pendapat dari beberapa anggota DPR yang menyatakan bahwa KPK hanyalah sebuah lembaga adhoc yang bersifat sementara. Sehingga ketika Kepolisian serta Kejaksaan sebagai lembaga yang bertugas untuk menangani permasalahan korupsi telah mampu untuk memberantas korupsi, maka Indonesia tidak lagi membutuhkan KPK. Itu merupakan sebuah persepsi yang keliru.

Apabila kita melihat dari kacamata yang berbeda, ketika kepolisian dan kejaksaan telah mampu untuk menangani permasalahan korupsi maka bersama dengan KPK upaya pemberantasan korupsi akan berjalan dengan lebih maksimal. Bukan KPK-nya yang dibubarkan. Karena dalam perjalannya KPK telah melewati berbagai ujian. Seperti pertikaian dengan Kepolisian dalam Cicak versus Buaya jilid satu dan dua, uji materil Undang-Undang KPK di Mahkamah Konstitusi, teror serta penyerangan yang dialami oleh penyidik KPK, hingga pada serangan Hak Angket oleh DPR yang baru-baru ini dilakukan oleh DPR.

KPK dan Hak Angket DPR

Hak Angket DPR yang menuai kontroversi dari awal pengesahannya telah bergulir. Beberapa langkah telah dilakukan oleh DPR dalam menjalankan Hak Angket ini, dimulai dari upaya untuk memanggil Miryam S. Haryani pada sidang panitia angket yang tentu saja ditolak oleh KPK. Dikarenakan pada saat ini proses hukum terhadap Miryam masih berlangsung di KPK sehingga tidak diizinkannya Miryam untuk menghadiri “undangan” panitia angket yang berpotensi mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan di KPK.

Hingga pada kunjungan panitia angket ke LP Sukamiskin untuk meminta keterangan kepada terpidana Korupsi atas kinerja KPK selama ini. Setiap orang memang memiliki hak untuk menyampaikan pendapat atas kinerja suatu lembaga, namun meminta keterangan atas pekerjaan sebuah lembaga anti-korupsi kepada terpidana korupsi merupakan hal yang absurd.

Karena keterangan yang diberikan oleh terpidana korupsi terhadap KPK akan sangat subjektif. Sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dasar penilaian terhadap kinerja KPK selama ini. Apabila ingin mengambil data yang lebih konkret dan riil, seharusnya DPR mengambil keterangan dengan cara dengar pendapat bersama masyarakat sehingga akan didapatkan keterangan yang lebih objektif tentang bagaimana tingkat kepuasan terhadap kerja KPK dalam melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Langkah yang diambil oleh DPR saat ini lebih mirip dengan seorang pesilat yang kehilangan langkah setelah beberapa serangannya dapat di antisipasi oleh lawan. Sehingga akhirnya agar dapat terus menyerang dan berharap lawan akan tumbang, dikeluarkanlah pukulan dan tendangan yang terlihat tak berpola dan asal-asalan. Sehingga bukannya menjatuhkan lawan, malah lebih terlihat seperti pesilat yang sudah terdesak dan kehabisan jurus.

Apabila DPR lebih bijak dalam bersikap, maka seharusnya panitia angket terhadap KPK dapat dibubarkan apabila melihat tendensi masyarakat yang memberikan respon negatif atas langka-langkah yang telah diambil oleh panitia angket. Serta memberikan keleluasaan kepada KPK dalam bekerja dengan tidak melakukan intervensi yang akan berpotensi untuk menghambat proses hukum. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

J Bross Computer Layani Belanja Pengadaan

Kejati Kebut Kasus Korupsi IAIN