Sumatera Selatan (ANTARA) – Dinas Pertanian dan Peternakan (DPP) Kota Palembang, Sumatera Selatan menyebutkan setiap sapi yang sakit dan terdiagnosa secara klinis mengidap penyakit mulut dan kuku (PMK) harus dikarantina untuk dipulihkan kesehatannya.
Kepala DPP Palembang Sayuti di Palembang, Kamis mengatakan, masa karantina tersebut berlangsung paling tidak selama 14 hari, menempatkan sapi sakit secara terpisah dengan yang sehat dalam kandang tersendiri.
“Kalau sapi yang sudah terdiagnosa PMK harusnya dikuatkan fisiknya dengan dikarantina, paling tidak melewati masa inkubasi 14 hari,” kata dia.
Selama proses itu berlangsung peternak direkomendasikan memberi obat injeksi ke setiap sapi sakit di bawah pengawasan dokter hewan sehingga luka pada bagian kaki dan mulut bisa dikeringkan maksimal.
Selanjutnya, pada desain pelaksanaan penanganan untuk sapi yang kondisi kesehatannya normal dilakukan pemberian vaksin untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya hingga terhindar dari penularan PMK.
Sebab, PMK tersebut merupakan virus pada hewan yang secara klinis penanganannya cenderung sama dengan penanganan pasien COVID-19 pada manusia, yaitu menjaga sistem kekebalan tubuh.
Permasalahan saat ini stok obat tidak ada sehingga sapi yang sakit di Palembang semakin meningkat.
Sayuti memastikan, Pemerintah Kota Palembang terus berupaya maksimal mengatasi permasalahan itu yang sedang dikonsultasikan dengan Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Balai Veteriner Lampung, dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) untuk segera mendapatkan pasokan obat dan vaksin.
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumatera Selatan Jafrizal mengatakan, obat-obatan yang dibutuhkan tersebut diantaranya, Antihistamin, vitamin dan obat-obat penurun demam.
Obat-obatan itu diharapkan segera tersedia untuk membantu penyembuhan sapi yang terpapar PMK, yang sudah tersebar secara merata ke seluruh peternakan di Palembang.
Wilayah sebaran tersebut meliputi peternakan sapi di kawasan Sekojo, Talang Jambe, Keramasan, Gandus, Sukawinatan, Sako, dan Sukajaya.
“Selama stok obat hewan itu kosong, sebagai alternatif tim dokter memberikan paracetamol dan amoxillin kepada sapi ternak, untuk meredakan sakitnya,” katanya.
Banyaknya sapi yang terpapar itu juga dipengaruhi ketidaktelitian para peternak dalam mendatangkan dari luar daerah dan longgarnya pembatasan lalu lintas angkutan ternak.
Di mana, sapi yang para peternak datangkan itu berasal dari daerah dalam kondisi tingkat paparan PMK-nya sedang tinggi termasuk diantaranya Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu (OKU).
Padahal para peternak sudah diimbau untuk memperketat pengecekan kesehatan sapi yang dipesan dari luar daerah dan wajib dilengkapi surat tanda sehat hasil pemeriksaan medis kedokteran.
“Masih ada yang mendatangkan sapi diam-diam, misal dari Tanjung Raja, Ogan Ilir, yang tingkat paparannya tinggi. Sebab PMK inikan virus jadi bila satu saja sapi terjangkit maka akan cepat menyebar bahkan di radius 3 Kilometer,” katanya.
Ia berharap kendala yang ditemukan di lapangan tersebut bisa direspons cepat supaya tidak terjadi kondisi yang fatal yakni kematian sapi secara massal, lalu berpengaruh pada jumlah kurangnya pasokan sapi untuk hari raya Idul Adha 1443 Hijriyah pada bulan Juli 2020.
Sementara itu, Ketua Koperasi Peternak Sapi Usaha Lestari Palembang, Yani mengatakan pihaknya mencatat secara keseluruhan berdasarkan data yang dihimpun dari para peternak ada sekitar 1.500 sapi yang terpapar virus PMK.
“Jumlah keseluruhannya ada sekitar 1.500 sapi, khusus untuk di Sukajaya mulai dari Sukawinatan, Suak Bato, Ponorogo, hingga Talang Jering, ada 150 sapi terpapar PMK,” kata dia.
Sebanyak 150 ekor itu terdiri dari jenis sapi biasa, sapi bali, dan sapi limosin yang disiapkan untuk hewan kurban.
“Termasuk di dalamnya ada sebanyak 60 ekor sapi bali dan limosin milik saya juga terpapar PMK karena tertular dari sapi peternak lain di sekitar kandang saya,” katanya.