Kasus pencabulan yang dilakukan oleh empat orang siswa pada salah satu sekolah di Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan (Padek, 13/7) adalah fakta persoalan remaja yang membuat banyak masyarakat prihatin. Kasus pencabulan yang dilakukan oleh anak remaja di daerah lain juga banyak diberitakan oleh media massa.
Persoalan ini perlu mendapat perhatian banyak pihak. Pola pengasuhan remaja juga perlu didiskusikan kembali. Apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi persoalan remaja tersebut? Sebagai tempat remaja menghabiskan sebagian besar waktunya setiap hari, solusi apa yang dapat ditawarkan oleh sekolah?
Banyak faktor yang menyebabkan seorang remaja melakukan perbuatan menyimpang seperti pelecehan seksual. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan orang tua dalam mengasuh (parenting skills) anak remaja. Sebagian orang mungkin hanya meniru apa yang telah dilakukan orang tua mereka dulu dan menerapkannya pada anak-anak remaja mereka. Sebagian lain mungkin saja mendapatkan pengetahuan dari sumber lain seperti teman, internet, media massa dan lainnya. Pada saat yang sama, sebagian orang tua mungkin saja perlu perjuangan yang besar untuk dapat membangun komunikasi yang baik dengan anak remajanya. Di sisi lain, anak remaja mungkin saja merasa tidak memiliki ikatan batin yang kuat dengan orang tuanya sehingga merasa tidak nyaman untuk menceritakan hal-hal yang bersifat sensitif.
Anak remaja memiliki beberapa karakteristik. World Health Organization (WHO) mendefinisikan anak remaja dari usia 10 sampai 19 tahun. Pada rentang usia tersebut, terjadi perubahan besar dalam hidup anak remaja baik dari segi fisik maupun mental. Remaja tidak lagi memerlukan perlakuan seperti anak-anak pada umumnya namun juga belum mampu untuk mengemban tanggung jawab sebagai orang dewasa (Robinson, 2006). WHO juga menjelaskan bahwa pada masa remaja tidak hanya terjadi perubahan besar berupa pendewasaan fisik dan mental tapi mereka juga menghadapi beberapa risiko. Masalah yang dihadapi anak remaja saat ini adalah penyalahgunaan obat-obatan terlarang, seks dini, perilaku menyimpang dan lainnya.
Persoalan remaja tersebut dapat dikurangi salah satunya dengan cara meningkatkan ikatan antara orang tua dan anak remajanya. Ikatan yang kuat dapat menghindarkan anak remaja dari prilaku yang merusak dirinya maupun orang lain. Namun, sebagian orang tua tidak memiliki kecakapan yang baik dalam mengasuh anak remaja. Untuk itu perlu usaha untuk meningkatkan kemampuan mengasuh orang tua.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan mengasuh anak remaja adalah melalui program pelatihan keterampilan terpadu mengasuh anak remaja (Thomas, B et al 2013). WHO (2007) menjelaskan bahwa kegiatan peningkatan kemampuan orang tua tentang remaja berbasis sekolah ini memiliki beberapa tujuan yaitu meningkatnya pengetahuan orang tua dan kemampuan komunikasinya, meningkatnya pengetahuan tentang dunia remaja, meningkatkan hubungan orang tua dengan sekolah dan meningkatkan hubungan sesama orang tua siswa.
Program pelatihan ini dapat diselenggarakan di sekolah. Kegiatan pelatihan terpadu ini dapat berupa kelas orang tua seperti yang dirancang oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga. Kelas orang tua yang dimaksud pada kasus ini dapat diartikan sebagai sebuah wadah khusus yang disediakan sekolah bagi orang tua yang memiliki anak-anak remaja. Tujuan kelas ini adalah untuk meningkatkan kepekaan orang tua terhadap masalah yang dihadapi oleh anak remajanya. Selain itu, kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas orang tua dalam memecahkan masalah anak remajanya di rumah. Selain itu, program ini juga untuk meningkatkan kemampuan orang tua untuk dapat membangun komunikasi dengan anak remajanya untuk mendiskusikan hal-hal sensitif seperti masalah seksual dan lain sebagainya.
Kegiatan program pelatihan ini berupa kelas orang tua yang diselenggarakan sekolah ini dapat dilakukan secara terstruktur. Pada kelas tersebut, disajikan ragam materi yang mencakup aspek dengan mengundang psikolog, tenaga kesehatan, kepolisian dan dari pihak sekolah sendiri. Waktu pelaksanaan dapat dirancang satu kali setiap semester dengan durasi waktu yang cukup. Sekolah diharapkan dapat memasukan program ini ke dalam program tahunan dengan menggunakan sumber pendanaan yang memungkinan.
Porsi interaksi yang besar antara anak remaja dengan orang tua dan guru merupakan aspek potensial untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh anak remaja. Di sisi lain, tidak semua kebutuhan pendidikan anak remaja dapat terpenuhi oleh pihak sekolah. Untuk itu penguatan peran orang tua dan sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak remaja adalah sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan.
Program ini perlu didukung dengan meningkatkan sumber daya sekolah dalam hal pola asuh anak remaja. Pembentukan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga pada pemerintahan Presiden Joko Widodo perlu diapresiasi. Dimasukannya pendidikan keluarga ke dalam organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang berada di bawah Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat adalah langkah maju. Kebijakan ini juga dapat diartikan sebagai usaha pemerintah untuk melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi peningkatan kualitas anak bangsa terutama anak-anak remaja. Langkah ini juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap unsur penting dalam pendidikan yaitu keluarga.
Untuk itu, Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga dapat membekali sekolah untuk training of trainer kegiatan pelatihan tersebut. Diakhir training tersebut peserta diharapkan mampu mengelola kegiatan pelatihan di sekolah masing-masing. Di samping itu, perlu disediakan dokumen panduan pendidikan remaja berbasis sekolah oleh pemerintah. Panduan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kurikulum, modul pelatihan dan bentuk evaluasi yang akan dilakukan untuk mengukur keberhasilan program. (*)
LOGIN untuk mengomentari.