Jakarta (ANTARA) – Peraih dua emas Olimpiade Caster Semenya asal Afrika Selatan akan berlomba pada nomor spesialisnya 800 meter untuk terakhirnya pada hari Jumat di Doha sebelum Asosiasi Federasi Atletik Internasional (IAAF) memberlakukan aturan baru yang sangat kontroversial karena membatasi kadar testosteron pada atlet putri.
Semenya, yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun menentang peraturan IAAF yang baru, akan bersaing di pertemuan atletik Diamond League di Doha dan berhadapan dengan peraih medali perak Olimpiade 2016 Francine Niyonsaba.
Niyonsaba baru-baru ini mengungkapkan bahwa dia juga memiliki karakter perkembangan seksual yang berbeda (DSD) seperti yang dialami Semenya.
Seperti dikutip Reuters, berdasarkan aturan baru IAAF tersebut, keduanya kemudian harus mulai minum obat untuk menurunkan kadar testosteron mereka jika mereka ingin bersaing dalam jarak 800m tersebut.
Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) pun pada Rabu lalu sudah menyetujui aturan itu demi terciptanya kompetisi yang adil.
Presiden IAAF Sebastian Coe, yang berbicara di Doha pada Kamis, mengatakan dia berterima kasih kepada CAS atas putusan tersebut.
“Ini akan sangat memudahkan semua asosiasi dalam olahraga,” kata Coe pada konferensi pers.
“Atletik memiliki dua kategori – usia dan jenis kelamin. Kami sangat melindungi keduanya. Kami benar-benar bersyukur bahwa CAS telah menegakkan prinsip itu,” katanya.
Coe menolak untuk menjawab lebih banyak pertanyaan, tetapi kasus ini kemungkinan memiliki konsekuensi yang luas untuk kelompok putri, dan telah menimbulkan kontroversi di seluruh dunia.
Baca juga: Pemerintah Afsel imbau agar dunia lawan keputusan IAAF soal Semenya
Atletik Afrika Selatan menyamakan peraturan IAAF baru dengan apartheid, dan mereka akan menentang keputusan CAS yang menolak bandingnya terhadap aturan baru tersebut.
Berdasarkan peraturan yang mulai berlaku pada 8 Mei 2019, atlet putri dengan kadar testosteron alami yang tinggi yang ingin bertanding di nomor 400 meter hingga satu mil harus secara medis membatasi level testosteron mereka di bawah 5 nmol/L, yang dua kali lipat kisaran normal wanita dari di bawah 2 nmol/L.
Testosteron meningkatkan massa otot, kekuatan, dan hemoglobin, yang memengaruhi daya tahan tubuh. Beberapa atlet mengatakan bahwa wanita dengan kadar hormon yang lebih tinggi memiliki keuntungan yang tidak adil.
Keputusan IAAF membuat Semenya berada dalam sebuah dilema, apakah akan tunduk pada aturan tersebut, atau memilih untuk berkompetisi di jarak yang lebih panjang, bukan di nomor 800m yang merupakan spesialisasinya.
Mantan sprinter Michael Johnson, yang memenangi empat medali emas Olimpiade antara 1992 dan 2000, meyakini peraturan bahwa peraturan tersebut adalah tepat untuk atlet putri.
“Keputusan itu memang sulit karena bagaimana pun bukan karena kesalahan sang atlet dan kebetulan memiliki kondisi ini,” kata Johnson kepada Reuters.
Semenya, 28, telah bersumpah untuk terus berkompetisi, tidak masalah untuk nomor apa saja.
“Saya tahu bahwa peraturan IAAF selalu menjadikan saya sebagai target,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dirilis melalui pengacaranya, Rabu.
“Selama satu dekade IAAF telah mencoba memperlambat saya, tetapi ini sebenarnya membuat saya lebih kuat. Keputusan CAS tidak akan menahan saya. Saya sekali lagi akan naik banding dan terus menginspirasi atlet muda dan atlet di Afrika Selatan dan di seluruh dunia, ” katanya.
Baca juga: IAAF bantah nyatakan Caster Semenya dikategorikan sebagai atlet putra
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Irwan Suhirwandi
COPYRIGHT © ANTARA 2019