in

Sentra Gakkumdu untuk Maksimalkan Sanksi Pidana di Pilkada

KERJASAMA: Muhammad (kanan), Ari Dono Sukmanto (tengah) dan Noor Rochmad. F-ist/bawaslu ri

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah meneken Nota Kesepahaman Bersama (Mou) dengan Kejaksaan Agung dan Polri untuk meningkatkan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (21/11).

Nota kesepahaman bertujuan memaksimalkan sanksi pidana terhadap pelanggaran menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada).

Ketua Bawaslu Muhammad mengakui bahwa selama ini Sentra Gakkumdu belum berperan dalam mengawasi pemilu. Padahal, di dalamnya sudah ada badan penegakan hukum seperti Bawaslu, Polri, dan Kejagung.

”Kalau kita melihat sentra Gakkumdu versi lama, itu jumlah tindak pidana pemilu yang bisa sampai ke proses pengadilan dan diputus oleh hakim itu sangat sedikit. Terbatas jumlahnya dari yang disampaikan oleh Bawaslu dalam sentra Gakkumdu,” kata Muhammad di Mabes Polri.

Menurut dia, ada beberapa penyebab tidak efektifnya penegakan hukum bagi para pelaku pidana pemilu. Di antaranya, ada kesalahan komunikasi dan koordinasi, baik di Bawaslu, Polri, dan Kejagung.

Muhammad melanjutkan, apalagi pada kali ini, penegak hukum baru menggunakan pedoman baru yakni UU nomor 10 tahun 2016 yang baru disahkan oleh Presiden Joko Widodo. Karenanya, perlu adanya persamaan pandangan, agar Sentra Gakkumdu bisa berperan sesuai dengan UU tersebut.

”Salah satu penyebabnya adalah karena tidak efektifnya koordinasi dari ketiga lembaga ini. Panwas, penyidik, dan penuntut kejaksaan ini, versi UU sebelumnya. Dalam UU baru ini, setelah dievaluasi dari tiga unsur ini, kami akan optimis bahwa proses penanganan pidana pemilu, jauh lebih efektif dan responsif,” terang Muhammad.

Selama ini, Muhammad menuturkan proses penanganan tindak pidana pemilu berjalan tidak simultan. Bila ada laporan masuk ke Panwaslu, butuh dua hingga tiga hari untuk meneliti laporan tersebut. Kemudian baru diserahkan ke penyidik Polri.

Sementara itu, di tangan penyidik, laporan tersebut dipelajari selama 14 hari. Setelahnya, baru dilimpahkan ke kejaksaan. Di kejaksaan pun dianalisis kembali, baru diserahkan ke pengadilan.

Menurut dia, proses tersebut, memakan waktu yang lama dan tidak efektif. ”Akhirnya pada proses pilkada sebelumnya, banyak proses hukum itu berhenti karena kehabisan waktu atau kedaluwarsa,” imbuh dia.

“Sebagaimana kita pahami bersama, UU terkait pemilihan gubernur, bupati dan walikota, itu menggunakan lex specialis. Limitasi waktu yang sangat ketat,” tambah dia.

Dalam MoU ini, diharapkan ketiga instansi ini bisa satu misi untuk memaksimalkan penerapan pidana terhadap pelanggar pemilu.

“Begitu ada laporan, hari pertama sudah diproses oleh ketiga institusi sehingga penanganannya lebih cepat,” ucap Muhammad.

Sementara itu, Jaksa Agung Pidana Umum Kejagung Noor Rochmad menilai, kerja sama ini dapat mempermudah pihaknya dalam rangka melengkapi berkas perkara pidana pemilu.

”Sehingga ketika di bawa ke pengadilan, tentu jaksa lebih gampang dalam membuktikannya ke pengadilannya. Saya berharap nantinya sinergi antara Bawaslu, penyidik, dan kejaksaan benar-benar menjadi satu pemahaman ke pengadilannya lebih mudah pembuktiannya,” papar dia.

Sedangkan, Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan, MoU ini mempertegas kepada peserta pilkada agar tertib dan berdemokrasi sesuai aturan yang berlaku.

“Bukan kami mengutamakan menangkap atau menindak.Tapi lebih ke preventif untuk mencegah suatu pelanggaran di dalam kegiatan pemilu ini dan akan datang,” kata Ari. (jpnn)

What do you think?

Written by virgo

7 Tata Krama yang Harus Orang Tua Ajarkan pada Anak Sejak Dini

Tunjangan Tak Cair, Anggota Dewan Melaut