Sekretariat Kabinet (Setkab) melalui Kedeputian Bidang Perekonomian menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) bertema “Pengembangan Pangan Lokal”, Selasa (21/06/2022). Diskusi dihadiri oleh sekitar 90 peserta dari kementerian dan lembaga (K/L) terkait serta pemerintah daerah.
Saat membuka diskusi, Deputi Bidang Perekonomian Setkab, Satya Bhakti Parikesit menekankan penting Indonesia untuk menyiapkan diri menghadapi gejolak perekonomian akibat kondisi geopolitik, inflasi tinggi, dan kebijakan restriktif negara eksportir pangan.
“Pengembangan pangan lokal sesuai karakteristik daerah masing-masing akan menjadi kekuatan kita dalam mengantisipasi krisis pangan maupun energi saat ini,” ujar Satya.
Tak hanya mengantisipasi krisis pangan, kata Deputi Perekonomian, pengembangan pangan lokal juga akan memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Kita harapkan pengembangan pangan lokal dari hulu hingga hilir ini dapat terwujud dan langsung bisa dimanfaatkan dan meningkatkan konsumsi dan gizi masyarakat,” ujarnya.
Deputi Perekonomian pun berharap agar DKT ini dapat merumuskan suatu gambaran untuk menyiapkan strategi pengembangan pangan lokal, memetakan hambatan, serta mengidentifikasi permasalahan yang ada.
“Sehingga dapat ditemukan suatu strategi atau usulan kebijakan yang dapat disampaikan kepada Presiden untuk kemudian diputuskan langkah-langkah jangka pendek dan menengah yang dibutuhkan,” pungkas Satya.
Diskusi ini menghadirkan tiga orang narasumber, yaitu Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Artati Widiarti; Dirjen Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto; serta Plt. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Pangan Nasional, Apriyanto Dwi Nugroho.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, KKP, Artati Widiarti dalam paparannya menyampaikan pentingnya kebijakan holistik dari hulu hingga hilir. Kebijakan tersebut antara lain mengenai peningkatan produksi, penguatan logistik, peningkatan aksesibilitas, dan pengendalian impor serta peningkatan kebanggaan terhadap produk buatan Indonesia.
Lebih lanjut, Artarti pun menjelaskan berbagai strategi KPP dalam peningkatan konsumsi ikan lokal dalam negeri.
“Dari sisi creating demand, KKP melaksanakan kegiatan program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) yang pelaksanaannya didukung oleh Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) yang secara organisasi terdiri dari lintas kementerian, lintas profesi, dan ada di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota,” ujar Artati.
Sementara Dirjen Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto memaparkan mengenai protensi hortikultura untuk diversifikasi pangan lokal.
“Terdapat lima komoditas, yaitu pisang, alpukat, kentang, sukun, dan labu kuning,” ujar Prihasto.
Prihasto menambahkan, sukun sangat berpotensi dikembangkan sebagai pangan lokal karena merupakan komoditas yang relatif tahan terhadap perubahan iklim serta kondisi kering. Komoditas ini mudah tumbuh di daerah kering, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.
Pada tahun 2021-2022, ujar Prihasto, Kementan fokus membangun Kampung Hortikultura dengan fokus komoditas pada pisang kepok, alpukat, dan kentang.
Selanjutnya, Plt. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Pangan Nasional, Apriyanto Dwi Nugroho menjelaskan mengenai perubahan pola konsumsi pangan sumber karbohidrat penduduk Indonesia.
Apriyanto mengungkapkan, pada tahun 1999 jagung dan umbi masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sementara pada tahun 2010 sumber karbohidrat utama didominasi oleh beras dan terigu, serta konsumsi jagung juga bergeser ke arah terigu.
“Pemanfaatan pangan lokal yang telah dilakukan saat ini sebetulnya layak dan mampu untuk membantu ketahanan pangan nasional. Namun, perlu didukung oleh inovasi teknologi serta rekayasa sosial untuk mengubah mindset masyarakat,” kata Apriyanto.
Diskusi yang dimoderatori oleh Asisten Deputi Bidang Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Inovasi, Ida Dwi Nilasari ini juga diperkaya oleh masukan dan gagasan dari para peserta yang antara lain berasal dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT); Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Ekon); Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara; dan Pemprov Papua.
Wahyuningsih Darajati, Perencana Utama pada Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan mengenai pentingnya penanganan pangan secara holistik, baik dari sisi komoditas maupun produksi.
Sementara Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kemendes PDTT, Sugito menyampaikan mengenai berbagai tantangan dan potensi ketahanan pangan desa. Sugito menjelaskan, pihaknya sedang menyiapkan Pedoman Desa Berketahanan Pangan untuk pelaksanaan ketahanan agar desa mampu menentukan sumber pangan lokal dan pengembangannya, mampu memproduksi pangan, mampu meningkatkan komoditas dan diversifikasi, serta menjamin ketersediaan dan kemudahan akses pangan.
Peserta lainnya, Deputi Bidang Kebijakan Pembangungan BRIN, Mego Pinandito, mengungkapkan bahwa BRIN bekerja sama dengan Kementan dan KKP mengembangkan bibit unggul, penggunaan pupuk, serta mitigasi kendala melalui teknologi dan inovasi.
“Berbagai teknologi harus disampaikan secara bertahap melalui kementerian/lembaga yang terkait. Dengan dukungan dari Kementan, Badan Pangan Nasional, dan KKP teknologi yang sudah ada dapat dikembangkan dan digunakan oleh masyarakat,” kata Mego. (RA/UN)