in

Setnov Berstatus Tahanan KPK

Tapi Dibantarkan dan Diperbolehkan Opname di RSCM

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau kalah cerdik dengan siasat Setya Novanto (Setnov) yang selalu menghindari proses hukum. Nah, di tengah proses perawatan akibat kecelakaan, penyidik langsung mengeluarkan surat penahanan terhadap tersangka korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tersebut.

Dengan adanya surat penahanan tersebut, Setnov praktis berstatus tahanan KPK. Setnov tak punya pilihan selain harus mengikuti proses hukum. KPK kini memonitor seluruh aktivitasnya. Dia harus minta izin ke pimpinan KPK jika ingin pulang dari opname di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Politikus berjuluk Papa itu kemarin memang pindah lokasi perawatan dari RS Medika Permata Hijau ke RSCM.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik sudah menerbitkan surat perintah penahanan terhadap Setnov selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Jakarta Timur cabang KPK. Surat tersebut telah disampaikan kepada Setnov kemarin. ”Sebelum berangkat ke RSCM, penyidik KPK memperlihatkan dan membacakan surat itu di depan pihak SN (Setnov),” kata Febri kemarin (17/11). 

Hanya, pengacara Setnov, Fredrich Yunadi, menolak menandatangani berita acara penahanan tersebut. Surat tersebut akhirnya ditandatangani penyidik dan dua saksi dari RS Medika. Selanjutnya, surat tersebut diserahkan ke istri Setnov, Deisti Astriani Tagor, yang kebetulan selalu mendampingi suaminya selama menjalani perawatan pasca kecelakaan. Friedrich juga menolak menandatangani ketika penyidik menyodorkan surat pembantaran penahanan. 

”Penyidik kemudian membuat berita acara penolakan, sekaligus menandatanganinya,” terang mantan aktivis ICW tersebut.
Pasca pemberkasan kemarin, Setnov secara hukum berada di bawah kewenangan KPK. Tim penyidik itu pun langsung melakukan pengamanan dan pengawasan ketat selama Setnov dirawat di RSCM. Setelah Setnov dianggap sudah sembuh oleh tim medis, KPK segera melakukan penahanan. ”Untuk kondisi kesehatan, kami terus berkoordinasi dengan pihak rumah sakit,” imbuhnya. 

Terkait indikasi pihak yang menyembunyikan Setnov, KPK belum mau berkomentar banyak. Menurut Febri, pihaknya saat ini fokus terhadap penanganan perkara pokok yang dilakukan Setnov. ”Kami belum bisa menyampaikan secara rinci (pihak yang diduga menyembunyikan, red),” terangnya. KPK juga masih fokus terhadap upaya praperadilan jilid II yang diajukan Setnov di PN Jakarta Selatan. ”Gugatan praperadilan kami terima siang ini (kemarin, red), di panggilan sidang yang dikirim jadwalnya tanggal 30 November,” ujarnya. 

Kuasa hukum Setnov memang kembali mengajukan gugatan praperadilan pada Rabu (15/11) lalu. Dalam gugatan dengan nomor 133/Pid.Pra/2017/PN JKT SEL itu, pihak Setnov meminta penyidikan KPK dihentikan. 

Febri menambahkan, KPK kemarin juga menerima pengaduan masyarakat tentang indikasi obstruction of justice (menghalangi proses hukum) yang dilakukan kuasa hukum Setnov. Pimpinan KPK mengkaji isi pengaduan tersebut. Dalam pengaduan itu, perwakilan masyarakat meminta KPK agar menjerat kuasa hukum Setnov dijerat dengan pasal 21 UU KPK dengan tuduhan merintangi penyidikan e-KTP. ”Kami akan dalami fakta-fakta yang ada,” paparnya. 

Sementara itu, masa perawatan Setnov di RS Medika Permata Hijau tidak sampai 24 jam. Berdasar rekomendasi dari dokter RS Medika, Setnov siang kemarin (17/11) dipindahkan ke RSCM. 

Keputusan pemindahan Setnov dilakukan berselang sekitar tiga jam setelah dr Bhimanesh Sutardjo SpPD, dokter yang merawat Setnov, menyampaikan kondisi terakhir ketua DPR RI. Sekitar pukul 12.30, Setnov yang berbaring di brangkar, dengan balutan kain di seluruh kepala dikawal dengan ketat melewati jepretan dan sorotan kamera media. 

Sejumlah orang yang mengelilingi Setnov berusaha keras menutup wajah Setnov dengan selimut saat akan dibawa masuk ke ambulans. Hanya terlihat bagian muka Setnov dengan mata terpejam. Tidak terlihat benjolan sebesar bakpau yang disebut Fredrich, karena tertutup oleh kain berwarna pink. Sementara luka bagian pipi yang juga sempat disebut Fredrich juga tidak terlihat. Pipi Setnov masih tampak mulus.

Fredrich menjelaskan, kliennya dipindah ke RSCM atas rekomendasi dari dokter RS Medika. Dia menyebut, ketua DPR itu harus segera menjalani pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Namun, mesin MRI yang dimiliki RS Medika dalam kondisi rusak. ”MRI di sini rusak, sedangkan cedera kepalanya tidak bisa ditunda lagi. Tadi kaki beliau kram, matanya tidak bisa dibuka. Kalau dibuka matanya berputar,” kata Fredrich.

Setelah berkoordinasi dengan tim dokter RSCM, telah diputuskan untuk dirujuk ke RSCM. Namun, sempat ada ide agar Setnov dirujuk ke RS Medika di Bintaro yang juga memiliki peralatan yang sama. ”Daripada mencari swasta, diputuskan mencari RS pemerintah tipe A, nah tipe A ini RSCM, di Kencana,” ujarnya. Fredrich menegaskan, pemindahan kliennya tidak terkait dengan dokter maupun penyidik. Namun, penyidik dalam hal ini tetap mengikuti keberadaan Setnov, termasuk saat dibawa ke RSCM. ”KPK tetap ngikutin,” ujarnya.

Meski begitu, Fredrich menyebut ada satu peristiwa yang menurut dia tidak mengenakkan terjadi. Setelah ada kesepakatan untuk memindah Setnov ke RSCM, datang penyidik KPK dengan inisial D menyerahkan surat penahanan. Dalam surat itu dinyatakan bahwa kliennya telah ditahan. ”Saya katakan, Pak SN diperiksa belum pernah, ditanya juga belum pernah, wewenang  mana yang memberi peluang KPK langsung menahan, dijawab itu wewenang KPK,” kata Fredrich.

Meski begitu, dia menyebut bahwa rekomendasi dokter juga harus dipatuhi. Menurut dia, Bimanesh menegaskan bahwa sesuai UU Kedokteran, wewenang terkait kondisi pasien sepenuhnya ada dokter. ”Artinya itu tidak benar, periksa juga belum, masak sudah ditahan,” ujarnya.

Di tempat terpisah, sebelum pemindahan Setnov, Bimanesh menjelaskan bahwa Setnov mengalami gejala hipertensi. Setnov tiba di RS Medika sekitar pukul 18.30 bersama dengan ajudannya. ”Setengah 7 datang dengan keadaan hipertensi berat ada kecelakaan yang terjadi,” ujar dr Bimanesh didampingi sejumlah staf RS Medika.

Dari hasil observasi, Bimanesh menyebut, ditemukan ada cedera di kepala sebelah kiri. Namun, Bimanesh menepis jika ada kabar bahwa Setnov mengalami patah tulang. ”Secara fisik saya enggak melihat itu. Dari laka lantas cedera di kepala. Ada lecet di leher dan sebelah kanan,” ujar dokter spesialis penyakit dalam itu. Bimanesh menolak ketika koran ini menanyakan lebih lanjut mengenai detail luka. Menurutnya keterangan mengenai detail luka sudah dia serahkan ke laporan visum pihak berwajib.

Yang menjadi janggal adalah tidak ada memar maupun bengkak di sekitar luka. Model bebat atau perban di jidat kiri Novanto pun terkesan dipaksakan. Dia menggunakan bebat hypafix yang biasanya dialami oleh penyandang luka yang cukup berat. Hal tersebut diutarakan oleh spesialis bedah kepala leher RSUD dr Soetomo, Surabaya, dr Urip Mirtedjo SpBKL. 

”Lihat foto yang beredar, yang baru datang. Itu di jidatnya tidak ada luka pendarahan. Pasti hanya memar,” ucap Urip memastikan. Jika betul luka dibalik perban itu bukan luka jahitan atau luka besar, maka pemakaian bebat hypafix menurut Urip tidak tepat. ”Memar itu tidak perlu hypafix. Itu ndeso,” ungkap Urip.

Sedang Bimanesh mengatakan, Setnov mengeluh pusing karena vertigo. Namun, lagi-lagi Bimanesh menepis bahwa Setnov harus menjalani MRI seperti yang disampaikan pengacara Fredrich. ”Jadi, kita yang dimintakan dokter yang menangani masalah saraf, cedera kepalanya itu CT scan yang akan kita kerjakan, jadi belum MRI,” ujarnya.

Terkait dengan keberadaan dokter dan penyidik KPK, Bimanesh menyatakan sudah melakukan komunikasi. Saat bertemu dengan dokter KPK, hal yang dibicarakan masih sebatas kondisi Setnov sebagai pasien. Bimanesh mengaku tidak bisa menahan jika KPK memutuskan memindahkan Setnov. ”Saya nggak bisa nahan juga. Jadi gini, kita kan semua harus menghargai hak pasien juga,” ujarnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

BRI Lubuksikaping Serahkan Bantuan Pendidikan

Duka Pemasok Hasil Konveksi, PKL dan Pedagang Grosir