Pemeriksaan Lanjutan KPK Kurang Maksimal
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar dibikin pusing oleh Ketua DPR Setya Novanto (Setnov). Sebab, di pemeriksaan lanjutan kemarin (21/11), ketua umum DPP Partai Golkar itu mendadak tidak mau memberikan jawaban atas pertanyaan penyidik terkait kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Tentu saja, kondisi itu membuat penyidik tidak maksimal mengorek keterangan dari Setnov. Padahal, terhitung 2 jam lebih suami Deisti Astriani Tagor itu berada di ruang pemeriksaan. “Beliau kondisi fisiknya memang lemah. Jadi, masih belum bisa (diperiksa, red). Dengan demikian, pemeriksaan ini tetap ditangguhkan,” ujar kuasa hukum Setnov, Fredrich Yunadi.
Fredrich menyatakan, aktivitas kliennya selama dua jam berada di dalam gedung KPK hanya menunggu personel Polda Metro Jaya. Kepentingan polisi itu terkait kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas) yang terjadi di Permata Hijau pada Kamis (16/11). “Beliau kan dikasih kesempatan untuk shalat, dikasih kesempatan untuk makan terus menunggu orang Polda yang lama sekali,” bebernya.
Lantas kenapa kondisi Setnov masih tetap saja lemah meski RSCM dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan tidak perlu dilakukan rawat inap? Fredrich punya jawaban menarik. Menurut dia, kliennya punya hak untuk merasa belum sehat. “Dokter mau mengatakan apapun kalau yang bersangkutan (Setnov) merasa belum sehat kan hak sebagai tersangka,” ujarnya.
Menurut dia, hasil kajian tim medis yang menyatakan Setnov masuk kategori fit to be question atau sudah bisa diperiksa bersifat subjektif. Rasa sakit, kata dia, tetap hanya Setnov yang bisa merasakan. “Dokter menyatakan itu sehat tapi tidak berarti sehat. Sekarang saya tanya kalau Anda sakit kepala, alat tercanggih di dunia tidak akan tahu Anda sakit kepala, tapi dia punya rasa sakit kepala,” kilahnya.
Sementara itu, Setnov kemarin tidak mau berkomentar saat keluar dari gedung KPK. Dia langsung masuk ke kendaraan tahanan KPK melewati kerumunan wartawan yang berjejal di pintu keluar tersangka dan saksi. Wajahnya tampak kuyu dan pucat. Langkah kakinya tampak sedikit berat. Namun, dia tetap bisa berjalan tanpa bantuan orang lain.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sebagai tersangka Setnov memang punya hak untuk berbicara atau tidak berbicara sesuai kepentingannya. Setnov juga berhak memberikan jawaban atau tidak memberi jawaban ketika ditanya penyidik. Yang jelas, pemeriksaan Setnov sebagai tersangka kasus e-KTP kemarin tetap dilakukan.
“Karena ini bagian dari proses sesuai dengan hukum acara yang berlaku,” ujarnya. Febri pun membantah bila pemeriksaan kemarin ditangguhkan karena kondisi Setnov masih lemah. “Soal penangguhan pemeriksaan saya belum mendapat informasi itu. Yang saya terima dari penyidik, pemeriksaan tetap dilakukan,” imbuhnya.
Sesuai koridor hukum, KPK memang tidak bergantung pada jawaban tersangka. Tapi, lebih pada bukti-bukti yang dimiliki. Karena itu, percuma saja bila Setnov menggunakan strategi tidak mau menjawab pertanyaan penyidik. “Keterbukaan pihak-pihak terperiksa sebenarnya jauh lebih baik untuk kepentingan tersangka ataupun penanganan perkara ini,” kata pria kelahiran Sumbar itu.
MKD Batal Rapat
Sementara itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) belum memutuskan nasib Setnov. Rapat konsultasi yang seharusnya dilaksanakan kemarin batal dilakukan. Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, rapat konsultasi belum bisa dilaksanakan, karena ada beberapa fraksi yang belum bisa datang.
Menurut dia, ia bisa memaklumi alasan beberapa fraksi yang tidak bisa hadir, sebab surat undangan dikirim cukup mendadak. Ada fraksi yang mempunyai agenda lain, sehingga tidak bisa datang. “Setelah kami cek, mereka memang ada kegiatan lain,” terang politikus Partai Gerindra itu saat ditemui di ruang MKD kemarin.
Dia meminta pimpinan fraksi yang datang dan tidak diwakilkan. MKD ingin mendengarkan masukan dan pandangan dari semua fraksi terkait perkara yang menimpa Setnov. Terutama yang berkaitan posisi Setnov sebagai ketua DPR.
Dasco tidak mau menyebut nama partai yang berhalangan hadir. Menurut dia, bukan Partai Golkar yang tidak bisa hadir. Walaupun ada agenda rapat pleno di DPP Partai Golkar, tapi fraksi partai beringin masih tetap bisa hadir.
Karena gagal dilaksanakan rapat konsultasi, MKD akan mengagendakan ulang rapat konsultasi dengan fraksi-fraksi. Ia belum bisa memastikan kapan pertemuan itu dilaksanakan. “Secepatnya akan kami lakukan rapat,” ungkap pria kelahiran Bandung itu.
Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Banten III itu mengatakan, mahkamah belum bisa mengambil keputusan terhadap Setnov, karena status Setnov masih tersangka. Jika statusnya sudah terdakwa, politikus senior Partai Golkar itu bisa diberhentikan sementara.
Sementara itu, Istana mengklarifikasi klaim Setnov yang disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terkait pertemuan dengan Presiden Joko Widodo. Juru Bicara Pesiden Johan Budi mengakui, Setnov memang beberapa kali datang ke Istana sepanjang tahun ini. Namun, itu dalam kapasitasnya sebagai ketua DPR. Setnov mewakili DPR hadir dalam sejumlah acara resmi yang dilangsungkan di Istana.
Dalam kondisi tersebut, tentu Setnov dan Presiden sama-sama hadir di satu ruangan. “Apakah setelah itu ada pertemuan, saya tidak tahu,” terangnya di kompleks Istana Kepresidenan Bogor kemarin. Yang jelas, saat itu Setnov hadir sebagai representasi DPR, dan Presiden dalam kapasitas sebagai tuan rumah sekaligus kepala pemerintahan.
Berdasarkan catatan koran ini, dua edisi terakhir pertemuan Presiden dan Setnov terjadi di tempat berbeda. Pertama, keduanya bertemu pada 16 Oktober lalu usai pelantikan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kala itu, usai pelantikan, Presiden mengajak para kepala lembaga negara yang hadir, termasuk Setnov untuk makan bersama di meja oval Istana Negara.
Kemudian, pertemuan kedua terjadi di Solo. Yakni, saat Presiden menikahkan putri keduanya, Kahiyang Ayu, dengan Bobby Nasution. Setnov hadir saat akad nikah pagi harinya, kemudian hadir kembali saat resepsi malam di Graha Saba Buana Solo.
Mengenai pertemuan tersebut, Johan mengatakan, peluangnya pasti ada saat acara resmi. Tentu dalam kapasitas jabatan yang melekat. “Bisa saja ada pertemuan, cuma apa saja yang dibahas saya tidak tahu,” lanjut Johan.
Yang lebih penting, menurut Johan, sikap presiden atas persoalan hukum yang menimpa Setnov. “Sikap Presiden tetap. Presiden itu tidak bisa mencampuri domainnya KPK. KPK itu lembaga independen,” tutur pria kelahiran Mojokerto, Jatim, itu. Hukum atau Yudikatif sudah punya kewenangan sendiri yang tidak boleh dilangkahi siapapun, termasuk presiden.
Sama halnya, lanjut Johan, seperti saat publik meminta presiden menghentikan hak angket terhadap KPK. Presiden menyatakan tidak bisa menghentikan proses angket tersebut. Sebab, bagaimanapun angket merupakan domain DPR yang tentunya tidak bisa dicampuri eksekutif. (*)
LOGIN untuk mengomentari.